25. Pengakuan

32 5 1
                                    

Sejak dulu, hatiku jatuh di kamu.

🌿🌿🌿

Setelah menghabiskan siang untuk pekerjaan, niat hati menunggu sore untuk segera pulang, malah terjebak dalam rengkuhan hujan, tak sengaja aku melihat seseorang, kepalanya sedang menengadah, telapak kanannya ia tadahkan keluar untuk menampung tiap tetes rintik.

"Sengajanya semesta lucu ya, lagi-lagi kita terjebak hujan disini, entah untuk yang keberapa kali." Dia mengatakan hal itu ketika aku berdiri tepat di sampingnya, aku tidak tahu harus berspekulasi dan bereaksi seperti apa.

Dia menoleh dengan telapak yang tetap menampung rintik hujan, hingga netra kami bertemu sejenak untuk saling melempar senyuman.

Sepertinya ini waktu yang tepat untuk menyatakan sebuah pengakuan. Ku letakkan tangan di atas dada kiriku, meredam sesuatu yang tiba-tiba saja membuncah. Bagaimana tidak, hal luar biasa akan terjadi di dalam hidupku untuk pertama kali. Aku menarik dan menghembuskan nafas berkali-kali untuk menghilangkan perasaan gugup.

Aku menyempatkan untuk menoleh yang sialnya bersamaan dengan Manggala yang juga sedang melihatku, atau memang pandangan Manggala mengikutiku sejak tadi? Entahlah, yang jelas, saat ini kami saling menatap satu sama lain, hanya sebentar, sebentar yang mampu membuat hati bergetar.

Manggala tampak mengerti, jika ada berbagai kata yang ingin aku sampaikan lewat mataku. "Seruni, sepertinya ada yang ingin kamu sampaikan padaku ?"

Ini waktunya. Sekarang atau tidak sama sekali. Tekadku semakin bulat. Deru jantungku bergemuruh, tanganku rasanya panas dingin.

"Manggala, kamu tahu kalau ada sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan di dunia ini?"

"Tahu."

"Meski sekeras apapun kita berupaya."

"Iya, tahu. Lalu?"

"Aku sedang berada di keadaan seperti itu untuk beberapa tahun yang lalu bahkan sampai detik ini."
Manggala mendengarkan aku begitu saksama, dari sorot matanya, seakan dia berkata, lanjutkan, aku akan mendengar.

"Untuk beberapa keadaan mungkin aku bisa mengendalikannya, tapi untuk satu ini, aku tidak bisa."

Seperti biasa, Manggala akan selalu bertanya ketika ia ingin tahu tentang sesuatu, seperti sekarang ini. "Keadaan seperti apa yang kamu maksud ?"

Kuambil nafas dalam-dalam, berusaha mengendalikan suara agar tidak bergetar, "Ini soal hati. Aku tidak tahu bagaimana bisa aku mengatakannya kepadamu, tapi aku hanya ingin kamu tahu, bahwa..."

Aku kembali mengambil nafas panjang. Kemudian melanjutkan perkataan yang sempat terjeda, "Aku tidak bisa mengendalikan perasaan yang bergejolak di dalam hatiku untuk segala hal jika itu menyangkut tentang kamu."

Keberanian untuk memandang Manggala terkikis oleh pernyataan yang baru saja keluar dari bibirku, aku tidak berani melihat lagi ke arahnya, aku hanya menatap depan sambil sesekali menunduk menatap sepatu yang ku kenakan.

"Semenjak kenal dengan kamu, entah kenapa aku tidak bisa membuka hati untuk orang lain. Aku berbicara seperti ini hanya karena aku ingin kamu tahu, bahwa ada seseorang yang bertahun-tahun dengan tabah menjaga hatinya untuk kamu, meskipun kamu tidak pernah
memintanya." Aku terus mengungkapkan isi hatiku.

"Banyak orang bertanya kenapa aku masih betah sendiri ? Kenapa nggak berusaha membuka hati buat orang lain ? Mereka tidak pernah mengerti, bahwa percuma buka hati buat orang lain, kalau ujung-ujungnya yang di ingini oleh hati cuma kamu."

Manggala tetap diam, aku yakin dia masih mendengarkan aku, mendengarkan pengakuanku selanjutnya.

"Satu hal yang aku pahami, bahwa kemanapun seseorang berkelana, sejauh apapun jaraknya, sebanyak apapun tempat ia singgah, ia pasti akan kembali ke rumah. Dan kamu, adalah rumah bagi hatiku. Maaf kalau aku lancang untuk mengatakan, bahwa..." Ku beranikan untuk menoleh, memandang Manggala yang ternyata dia juga menatapku entah sejak kapan.

Detak jantungku berdetak hebat dengan degup jantung yang kian bergemuruh, dengan tekad kuat serta dibersamai rasa takut, akhirnya aku mengungkapkan perasaanku kepada Manggala, perasaan terpendam yang tidak mampu lagi aku sembunyikan, aku hanya ingin Manggala tahu sejatuh hati apa aku terhadapnya.

"Sejak dulu, hatiku jatuh di kamu, Manggala Nabastala." Setelah bertahun-tahun memendam dan menyembunyikan darinya, kini aku mengakuinya. Perasaan lega bercampur sedih, takut, menyelimuti hatiku, rasanya campur aduk tidak bisa dijelaskan, yang aku tahu, aku hanya ingin menangis sekarang.

"Mungkin ini terdengar tiba-tiba tapi semua yang kukatakan adalah kebenaran." Suaraku mulai bergetar, tenggorokanku rasanya kering kerontang.

"Aku tahu Seruni, aku tahu kalau kamu tidak pernah bercanda." Ia membuka suara setelah banyak kata yang telah ku ucapkan.

Hening menyelimuti diantara kami, setelah banyak hal pengakuan yang ku buat, sekarang aku menunggu tanggapan lanjutan dari Manggala. Aku tahu ini sangat mendadak baginya, mungkin saja dia juga belum siap untuk mendengar hal ini, tapi nasi sudah menjadi bubur, tidak ada gunanya menyesali, kini semua keputusan ku serahkan kepada Manggala.

Setelah beberapa detik berlalu tanpa obrolan apapun, akhirnya Manggala bersuara.

"Seruni?"

"Ya ?" Detak jantungku yang sedari tadi sudah tak karuan menjadi semakin tidak karuan. Aku menautkan jari jari tanganku satu sama lain, kemudian membawanya ke dalam pangkuanku. Mataku terpejam beberapa saat. Berusaha mengumpulkan kepercayaan diriku yang masih tersisa.

"Untuk semua hal yang telah kamu utarakan, yang ku berikan tidak bisa lebih dari kata terimakasih. Terimakasih untuk rasa yang kamu punya, itu membuatku merasa sangat tersanjung.” Aku berusaha menahan air mata agar tidak jatuh sejak tadi, bahkan sedari pengakuan yang aku utarakan aku sudah menahannya dan aku masih mampu menahan karena aku ingin Manggala mengetahui perasaanku dengan tenang tanpa harus kebingungan melihatku
menangis. Tapi sekarang, sekarang aku tidak bisa lagi membendungnya, tenagaku sudah terlampau habis untuk berpura-pura baik-baik saja. Aku menangis tanpa suara,butir-butir bening mengalir di pipiku.

"Seruni, cinta tidak sekedar soal rasa dan hati, cinta lebih dari itu."

"Tapi lebih dari itu juga tidak bisa di usahakan jika tanpa cinta, Manggala." Jawabku dengan nada suara yang sedikit bergetar karena menahan isak tangis.

"Aku akan melupakan kejadian ini dan kamu pun juga bisa melupakannya, anggap saja
ini tidak pernah terjadi." Siapa sangka pengakuanku ternyata mendapat jawaban yang tidak aku pahami, jawaban terabu-abu yang pernah aku terima. Manggala tidak mengatakan tidak, juga tidak mengatakan iya. Dan hal yang lain, inilah yang aku takutkan jika Manggala tahu yang
sebenarnya, aku takut kalau hubungan pertemanan yang sudah terjalin baik menjadi berantakan karena perasaan tidak enak, bersalah dan sungkan. Tapi tetap saja, kata-kata Manggala sangat sakit terdengar di telinga, bagaimana bisa aku melupakan keberanian yang telah aku bangun dengan susah payah, pengakuan yang menguras emosi, mana bisa?

"Tidak bisa Manggala, dan kamu juga tidak berhak menyuruhku melupakan hal yang tidak ingin aku lupakan."
Aku berdiri hendak berlalu meninggalkannya.

"Seruni, tunggu sebentar." Aku menghentikan langkahku.

"Ini ada titipan dari Arkha buat kamu, sebenarnya titipan ini sudah dari dulu tapi aku baru sempat ngasih ke kamu sekarang, maaf ya?" Dia menyodorkan kotak hadiah kepadaku.

Aku mengambil kotak itu dari tangan Manggala, aku tidak menolak karena aku tidak mau memperpanjang interaksi dengannya. Aku mengambil tanpa mengatakan apapun, kemudian berlalu meninggalkan Manggala, berusaha mengakhiri kecanggungan yang terjadi di antara kami.

Setibanya dirumah, aku langsung menuju kamarku, aku merebahkan tubuhku pada kasur tidurku, menikmati kenyamanan yang timbul akibat seluruh badanku merasakan rehat dari bekerja. Aku memejamkan mata, menikmati betapa nyamannya posisi seperti ini dengan air mata yang tidak berhenti sejak tadi.

Suara ketukan pintu disertai pertanyaan di balik pintu menahan tangisanku sejenak, “Baru pulang Seruni?”

Aku berusaha menetralkan nada suara agar tidak terdengar sedang menangis, “Iya bu.”

______________

Seruni si paling confes, 🥲
Si paling susah move on 🥲

Keberaniannya patut diberi 4 jempol 🙂

SADRAH ✔️ (Part Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang