Saking seringnya aku mendengar, aku sampai hafal prorgram-program apa aja yang ada di Mahabbah FM beserta jadwal siarannya.
"Oke sobbah, sobat mahabbah, lagu ini gue putar untuk menemani pagi kalian, selamat mendengar." Lagu-lagu dengan bit cepat mengalun ke segala penjuru rumah, menumbuhkan semangat yang membara. Saat lagu selesai diputar, suara iklan terdengar.
"Seputar info. Dibutuhkan seorang Scriptwriter dan penyiar untuk bekerja di Mahabbah Radio, untuk ketentuan beserta persyaratannya bisa kalian cek di akun media sosial mahabbah radio, silahkan kirim lamaran kalian di mahabbahmedia@gmail.com atau bisa langsung ke kantor kami di jalan Sudirman. Selamat melamar dan jadilah bagian dari Mahabbah Radio." Antara percaya dan tidak, ketika keputusasaan sudah sampai pada puncaknya, disitulah Tuhan menampakkan kuasaNya. Aku merasa sangat beruntung bisa mendengar iklan ini.
Setelah beberapa hari list lowongan pekerjaanku telah habis, akhirnya aku kembali menemukan lowongan pekerjaan lagi. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang telah ada di depan mata. Aku bertekad untuk melamar.
Iklan berakhir, lagu-lagu kembali di putar, menemaniku menyelesaikan pekerjaan rumah. Lantai terlihat kinclong begitupun dengan kaca jendela dan benda-benda yang lain, piring kotor juga sudah bersih, tempat tidur juga sudah rapi, sekarang waktunya rehat. Aku merebahkan tubuhku di ruang tengah sambil menonton TV, mencoba mencari tayangan yang menarik dari satu chanel ke chanel yang lain. Kenapa ya? Tayangan program TV kalau pagi banyak yang tidak menarik? Jangankan pagi, malam pun juga sama, terkadang aku menghidupkan TV hanya untuk menonton sinetron favoritku, itupun tidak setiap hari, bahkan sering terlewat juga, lebih seringnya mengalah sama bapak dan ibu, jadinya kalau bapak dan ibu sedang menonton TV dengan sinetron kesukaan mereka, aku memilih main HP di kamar.
Tok Tok Tok
Aku mendengar suara ketukan pintu, barangkali itu tamu tetangga.
Tok tok tok
"Assalamualaikum, mbak, mbak." Suaranya semakin jelas terdengar.
"Wa'alaikumsalam, iya sebentar." Aku berjalan ke arah pintu, kemudian membukanya. Menampilkan sosok Mahen dan juga beberapa temannya, dengan seragam khas anak SMA yang masih melekat di badannya. Aku melihat jam di HP ku, pukul 11.00 WIB.
"Kamu bolos ya?" Tuduhku pada Mahen. Kepulangannya yang sangat lebih awal dari biasanya membuatku merasakan adanya kejanggalan dan menuduhnya membolos.
"Jangan gitu Mahen nggak baik tahu bolos-bolos gitu, kamu nggak kasian sama bapak ibu yang cari uang buat biaya sekolah kamu terus kamu malah kayak gini, pakai ngajak temennya ikutan bolos lagi. Bener-bener keterlaluan!" Omelku dengan satu tarikan nafas.
"Siapa juga sih yang bolos? orang emang pulang cepet karena gurunya ada acara. Emang dulu mbak nggak pernah ngerasain pulang cepet apa pas sekolah? Pake nuduh-nuduh lagi, bener-bener keterlaluan." Perdebatan kami disaksikan teman-teman Mahen.
"Iya mbak, Mahen bener kok, sekolah hari ini pulang cepet, terus Mahen ngajak kami ke rumahnya buat ngerjain tugas, kebetulan diantara kami yang rumahnya paling dekat dengan sekolah ya rumah Mahen." Teman yang berdiri di sebelah kanan Mahen bersuara. Sumpah aku malu sekarang, tuduhan yang aku lontarkan pada Mahen membuatku seperti tidak punya wajah di hadapan teman-temannya.
"Mau masuk nih, mbak jangan berdiri disitu terus dong!" Ucap Mahen kemudian.
"Iya ini mbak juga mau ke dalam." Jawabku.
"Mbak, jangan lupa buatkan minum!" Kata Mahen sedikit berteriak, ia menyadari bahwa langkahku semakin menjauh.
Mahen menyuruh teman-temannya duduk, kemudian dia menyusul langkahku yang sekarang sedang menuju ruang tengah.
"Es lemon ya?" Ucapnya.
"Nggak ada, air putih aja." Jawabku.
"Teman saya kan tamu, tamu adalah raja, jadi harus dilayani dengan baik!" Suaranya di berat-beratkan, di mirip-miripkan seolah menjadi seorang raja sungguhan.
"Ya tapi rumah ini bukan istana yang bisa minta apa aja Tuan." Jawabku sok manis.
Dia mengomel, "Ya diusahain kek mbak!"
Ku jawab dengan tidak kalah mengomel, "Dibilangin nggak ada kok maksa!"
"Pokoknya es lemon, mau yang seger-seger!" Kekehnya.
"Sono beli di warung !" Suruhku.
"Bagi duit!" Ia menyodorkan tangannya ke arahku.
Aku menarik nafas kemudian memberinya saran yang menurutku sangat bijak, "Mbak mana punya duit, kan belum kerja! Uang saku masih ada dong ya? Pakeklah uang sakumu."
"Aaaahhh, tabungan berkurang buat beli baju baru." Raut kesal sangat terpancar dari gerakannya yang menggaruk kepala dengan brutal. Melihat dia seperti itu tidak membuatku iba tapi malah justru membuatku ingin ketawa, lucu aja gitu ngelihat dia lagi bete, soalnya kalau menilik sejarah yang pernah terjadi antara aku sama Mahen, dialah yang sering banget membuat aku nggak mood tapi aku nggak bisa
ngebalasnya, nggabisa membalikkan keadaan ke nggak mood-an ku kepadanya, jadi momen seperti ini adalah momen langkah."Tarik nafas, tahan, buang." Perintaku ke Mahen, berharap agar kekesalannya bisa mereda, dia menurut.
"Tarik nafas, tahan, buang." Kataku lagi dengan perintah yang sama. Dia masih tetap menurut.
"Tarik nafas." Mahen menarik nafasnya dengan baik.
Perintahku selanjutnya, "Tahan." Mahen mengikuti arahanku dengan baik dan benar.
Aku melanjutkan perkataanku lagi, "Tahan sampai besok."
Melihat ekspresinya, aku ketawa sampai terpingkal-pingkal. Bukannya mereda,kemarahannya semakin menjadi-jadi. "MBAAAAKKKK." Teriaknya, yang aku yakin bahwa nadanya bisa terdengar sampai ke ruang tamu.
"Udah sono!" Sebelum aku habis ditangannya yang besar, aku mendorong tubuhnya ke arah luar ruangan dapur, menyuruhnya lewat pintu belakang untuk pergi ke warung.
Saat Mahen telah kembali, aku menyiapkan beberapa gelas dan juga buah-buahan seperti pisang, pepaya, mangga yang kebetulan tersedia di kulkas, hasil panen kebun sendiri.
Aku memberikan jamuan itu bersama dengan Mahen."Mbak punyanya ini, dimakan ya?" Ucapku kepada ketiga cowok teman Mahen.
Mereka mulai menjawab secara bergantian.
"Nggak usah repot-repot mbak."
"Nggak papa mbak, ini nanti pasti habis."
"Kalau perlu semua di keluarkan aja mbak nggak papa kok. Kami siap menampung."
Aku hanya membalasnya dengan tersenyum.
Mahen menegur teman-temannya, "Jangan digodain! Masuk mbak!" Mendengar perkataan Mahen aku berlalu masuk kembali ke dalam. Tapi aku tidak benar-benar masuk, melainkan sembunyi di balik selambu, berusaha mendengarkan obrolan mereka samar-samar, sekedar memastikan kebenaran dari sebuah kata kerja kelompok.
"Eh ada kafe baru gaes di Trawas, tempatnya seru deh kayaknya, kapan-kapan kita kesana lah!"
"Boleh lah kapan-kapan, tapi enggak dulu minggu-minggu ini."
"Tahu Sinta nggak? Murid baru pindahan asli bandung, cantik banget gila."
"Ini mereka diskusi beneran apa ngegosip berkedok diskusi sih?" Batinku. Kerja kelompok tapi yang di obrolin kebanyakan tentang sepeda motorlah, tempat nongkrong yang asiklah, atau soal cewek hits di sekolahnya.
"Ini mah bukan kerja kelompok, tapi ngegosip berkelompok! Tapi nggak separah cewek sih kalau ngegosip." Aku beragumen sendiri.
>>> Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
SADRAH ✔️ (Part Lengkap)
RomansaAku tidak tahu bagaimana takdir akan bekerja nantinya, entah melangkah mendekat ke arahmu atau jusrtu melangkah jauh darimu. Tapi satu hal yang akan ku jadikan pegangan, pada segala rasa serta asa, aku bermunajat, mengalah lalu berserah. Dari yang t...