Ketika mesin motornya menyala, dia sudah menjauh dari rumahku.
Aku membawanya masuk, rasa penasaran apa isi kotaknya tiba-tiba saja muncul. Dengan sedikit takut dan penuh keraguan, aku membukanya. Dan menemukan ada beberapa benda dan makanan disana, ada boneka, bunga, coklat sama es krim, dan sebuah kertas.
Aku mengambil kertas itu kemudian membacanya.
"Aku menitipkan perasaanku pada hembusan angin di tengah kota, pada rintik hujan yang jatuh membasahi bumi, pada embun yang baru saja muncul di balik rerumputan, pada awan yang setia pada langit, pada saat kening menyentuh sajadah, pada tangan yang menengadah, pada bibir yang sedang berdzikir, pada semua yang bisa ku titipkan.
Seperti biasa, layaknya hari-hari sebelumnya, jarak diantara kita begitu jauh, rindu diantara kita tetap dingin. Hanya satu yang bisa mendekatkan dan tetap menghangat, yakni do’aku kepadamu, yang semoga juga ada do’amu kepadaku.
Dari calon kekasihmu, Arkha.”
Aku termenung sejenak setelah membaca isi suratnya, jujur kata-katanya indah sekali, entah kenapa hatiku jadi menghangat, mengingat aku tidak pernah mendapat surat seperti ini sebelumnya, tak sadar bibirku membentuk bulan sabit, tapi itu hanya sesaat setelah aku mengetahui nama pengirimnya yang tertera di akhir surat, “Arkha? Apa sih ini maksudnya? Calon kekasih?” Aku mengambil ponselku kemudian mengetik beberapa kata dan langsung ku kirimkan kepada Arkha, memastikan apakah memang benar dia pengirimnya.
“Kamu yang ngasih?” Pesan terkirim.
Notifikasi Hpku berbunyi, ku baca balasan pesan darinya,“Sudah sampai ya?”
Aku kembali mengetik, “Buat apa?”
“Ya cuma masu ngasih aja, hadiah.”
Aku mengernyitkan dahiku, kemudian membalas. “Kan tidak ulang tahun.”
“Emang kalau mau ngasih hadiah pas ulang tahun aja? Kan enggak. Terserah yang ngasih dong mau ngasihnya kapan.”
“Kasian loh, masnya tadi kehujanan, hujan-hujan begini.”
“Sudah aku tambahin ongkosnya tadi, makanya dia mau ngantar. Gimana suka?”
“Nggaak!” Ya, aku tidak suka. Lebih tepatnya, tidak suka karena dengan seperti ini aku merasa merepotkan orang lain.
“Masa sih nggak suka? Itu barang-barang yang biasa disukai cewek loh, kata temen-temenku yang udah punya pasangan gitu.” Aku terkejut membaca jawaban Arkha kali ini, apakah harus segitunya? Sampai hadiah saja bertanya dulu ke teman-temannya.
Ku balas. “Jadi hadiah ini hasil riset ke teman-teman kamu?”
“Ya, begitulah. Harus ada effort lebih kalau ngasih hadiah ke kamu itu.”
“Tapi tetap saja, aku nggak suka.” Sikap nggak enakanku menjadikan perlakuannya menjadi sesuatu yang aneh untuk aku terjemahkan, aku yang tidak pernah diperlakukan secara berlebihan seperti ini membuatku tidak tahu bagaimana cara menolak dengan cara halus ataupun sekedar menerimanya dengan suka rela, pengalaman ini terlalu baru buat aku.
Notifikasi kembali berbunyi. Balasan dari Arkha. “Terus yang kamu suka apa?”
Hening.
“Aku?” Lanjutnya.
Membaca pesan dari Arkha semakin membuatku tidak habis pikir, kenapa dia sepede ini.
“Nggak!”
“Kok jawabannya nggak terus sih?”
Dia kembali mengirim pesan, “Kamu nggak pernah ngasih tahu apa yang kamu suka Seruni.”Tanpa menanggapi perkataannya, aku kembali membalasnya dengan sebuah pernyataan,“Aku kirim balik!”
“Emang tahu alamat rumahku?”
“Bisa nanya temen-temen di Mahabbah Radio.”
“Mereka semua nggak ada yang tahu, kalau nggak percaya tanya aja.”
Aku berfikir sejenak, kemudian kembali membalas tak kehabisan ide. “Aku kirim ke stasiun.”“Aku sudah blacklist nama kamu sebagai orang yang tidak boleh mengirim barang ke Mahabbah Radio.”
Aku tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Arkha, apa katanya blacklist? Mentang-mentang dia pemilik jadi bisa seenaknya menggunakan wewenang untuk kepentingan pribadanya.
Rasa kekesalan menjalar ke seluruh tubuhku, “Kok gitu sih?”
“Ya iya lah.” Aku hanya membacanya, tidak tahu lagi harus membalas apa. Harus mencari jalan keluar yang seperti apa lagi. Kepalaku rasanya pusing memikirkan sikap Arkha yang kelewat batas. Saat aku memijat kepalaku untuk dan berusaha menenangkan gejolak kebingangku, notifikasi kembali berbunyi.
“Udah, terima aja kenapa sih?” Arkha nampaknya belum menyerah untuk merayuku agar menerima hadiah pemberiannya.
“Nggak mau, enggak ya enggak. Besok pas kerja aku balikin.”
“Aku nggak masuk kerja besok.”
“Ya udah aku kasih ke tetangga ya? Kebetulan mereka punya anak cewek.”
“Runi, jangan macam-macam kamu, aku nggak ikhlas ya kalau barangnya kamu kasih ke orang lain, itu aku loh yang beli, buat kamu Runi, bukan buat siapapun, buat kamu, buat kamu, harus berapa kali aku bilang kalau itu buat kamu.”Pesan itu ku baca tanpa ada niatan untuk menanggapinya. Jujur, aku sudah terlampui lelah menghadapi sikap Arkha. Kemudian meletakkan HP ku dengan sembarang arah di atas kasur.
Aku mencoba mengambil barang-barang itu ke pangkuanku, membukanya kemudian melihatnya satu persatu secara lebih teliti dari sebelumnya. Aku bingung harus bagaimana dengan benda-benda ini. Bunga yang cantik, boneka yang lucu, coklat dan es krim yang menggiurkan.
Apakah aku harus menerimanya ? Benar-benar meneri
ma barang-barang ini ?
“Arkhaaaaa, gara-gara kamu aku jadi pusing.”Saat ku keluarkan benda-benda itu dari kotak, aku menemukan sesuatu, sebuah kartu ucapan. Aku memotret kertas yang berisi tulisan itu lalu mengirimnya, bersama kata-kata yang ku ketik . “Jelasin maksudnya ini apa?”
Pesan langsung terbaca ditandai dengan dua centang biru, tak lama aku menerima pesan balasan.
“Ooohh ini? Ya kan masih proses pendekatan makanya namanya calon kekasih, kalau sudah jadi beneran nanti kata calonnya di ilangin.”
Disaat aku membaca, buble pesan kembali bertambah satu.
“Eh tapi kalau nggak mau jadi calon kekasih ya gapapa sih, jadi calon makmum aja.”
Balasan yang semakin ngelantur. Aku hanya membacanya tanpa menanggapinya lagi.
Meletakkan benda-benda itu kembali ke tempat semula. Arkha selalu menjadi orang paling menjengkelkan, semua perkataan dan sikapnya selalu diluar nalar.
__________
Si Arkha mah sosweetnya sampai luar angkasa. 🤭
Gitu Seruni masih belum bisa luluh gaes. 🙂
KAMU SEDANG MEMBACA
SADRAH ✔️ (Part Lengkap)
عاطفيةAku tidak tahu bagaimana takdir akan bekerja nantinya, entah melangkah mendekat ke arahmu atau jusrtu melangkah jauh darimu. Tapi satu hal yang akan ku jadikan pegangan, pada segala rasa serta asa, aku bermunajat, mengalah lalu berserah. Dari yang t...