18. Menjadi Penyiar Sehari

15 3 1
                                    

“Tidak ada pertama yang langsung sempurna”

🌿🌿

Segelas susu coklat, roti isi selai stroberi menemani sarapan pagiku, aku tidak memakan nasi karena tidak terbiasa sarapan nasi di pagi hari. Sambil menghabiskan roti yang tinggal beberapa gigit, aku membuka whatsappku hanya untuk mengecek apakah Manggala mengunggah status atau tidak, dan benar saat ku ketik nama “Mas Manggala” di kolom pencarian whatsapp status di bawahnya muncul statusnya dengan informasi tertulis 10 menit yang lalu, aku membukanya, status itu menampilkan suasana terik matahari yang hangat menerangi sudut-sudut jalan dengan caption yang ia tulis “Setiap pergantian hari adalah harapan”, aku tersenyum bagaimana ia mampu membangkitkan semangatku di pagi ini, aku tahu jalan di foto itu adalah jalan menuju Mahabbah Radio karena aku juga melewatinya ketika berangkat maupun pulang kerja, nampaknya ia ada siaran pagi ini.

Aku pernah berfikir dan sedikit penasaran tapi tak berani aku tanyakan kepada Manggala, yakni disaat yang lain menyukai senja tapi dia lebih menyukai fajar, disaat yang lain berlomba-lomba ingin menaiki sepeda motor keluaran terbaru agar tampil gaya dan tidak ketinggalan jaman juga agar lebih cepat sampai dan tidak capek tapi dia lebih memilih naik sepeda yang harus dikayuh, disaat yang lain kebanyakan lebih suka buku-buku fiksi dan novel romantis ia lebih suka membaca buku-buku filsafat. Jika semesta memberikan kesempatan untuk bisa menanyakan hal ini kepada Manggala, maka akan kutanyakan segala hal tentang dia, apapun yang mampu menciptakan perbincangan diantara kami panjang.

Tanpa kusadari, aku telah menenggak susuku sampai tetesan terakhir, pertanda bahwa aku harus segera berangkat.

Aku yang baru saja tiba di studio dengan kakiku yang baru beberapa langkah memasuki ruangan disambut oleh suara laki-laki yang sudah tak asing lagi, “Seruni aku butuh bantuan kamu.” Katanya terburu buru, deru nafasnya kencang terdengar.

Aku yang melihatnya menjadi turut panik, “Bantuan apa?”

“Malina hari ini izin nggak masuk, padahal sekarang jadwal ia siaran.”

“Ya terus? Apa hubungannya dengan aku?” Aku semakin tidak mengerti ke arah mana perbincangan ini sebenarnya, sejak kapan ketidak hadiran Mbak Malina di sangkut pautkan dengan aku.

“Kamu gantiin dia ya?” Katanya to the point. Seketika perasaan cemas menggerogoti seluruh tubuhku.

“Aku? Jadi penyiar? Mana bisa. Kamu jangan ngaco deh.”

“Aku nggak bercanda, kamu lihat mukaku seserius apa sekarang?” Dia menatapku penuh pengharapan. Mata yang seperti berbicara bahwa hanya aku yang bisa menolongnya.

“Ya tapi, aku...” Belum sempat aku melanjutkan pembicaraan, ia menarik tasku membuat seluruh tubuhku ikut bergerak, berjalan mengikutinya. “Sudah nggak ada waktu, ayo!”

Sambil berjalan, ia mengatakan hal yang dirasa itu akan menenangkan aku, tapi tidak bagiku,“Nanti kamu siaran sama Langit, jadi kamu tinggal menyesuaikan aja.”

“Siaran bareng Langit? Demi apa?” Penjelasannya justru membuat hatiku semakin tak karuan, bagaimana bisa aku siaran bersama penyiar idolaku, seseorang yang membuat aku berada disini sekarang.

“Kenapa nggak yang lain aja sih? Kan penyiar yang lain juga ada.” Aku tidak menyerah untuk menolak permintaannya.

“Tapi sayangnya penyiar cewek disini cuma Malina. Dan acara kali ini, penyiarnya harus cewek sama cowok.”

Hingga tiba di ruang penyiaran, seseorang muncul dari balik pintu dengan wajah yang cemas menunggu kedatangan seseorang.

“Ini sudah nemu, sekarang gue tinggal ya?”

SADRAH ✔️ (Part Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang