23. Momen Langka

15 3 0
                                    

“Buatlah momen sebanyak mungkin, selagi masih ada, selagi masih bisa, selagi masih bersama”

🖤🖤🖤

Semilir angin yang bertiup dingin lewat jendela kamarku bersikulasi damai menemani pikiranku yang tengah gamang sedikit sendu. Aku duduk bersila di atas kasur, dengan selimut yang menyelimuti setengah dari badanku, kedua telapak tangan ku gosok-gosokkan berharap munculnya kehangatan yang tercipta akibat gesekan telapak tanganku yang sama-sama dingin. Tarikan nafas dalam dengan hembusan pelan membuatku lebih nyaman menghadirkan ketenangan.

Sejak pulang dari stasiun radio, dengan insiden yang entah ini dibilang apa? Keberuntungan ataukah malapetaka, hujan-hujanan bersama dia, percakapan-percakapan yang terjadi, aku terus merenungi kalimat demi kalimat yang dia keluarkan. Dia begitu lugas mengatakan "Aku cuma mau menjadi orang yang baik Seruni, untuk siapapun" ucapan yang selalu menjadi alasannya untuk berbuat baik kepada semua orang dengan melupakan bahwa perlakuannya bisa membuat perempuan seperti aku ini salah paham.

Tok tok

“Mbak? Mbak udah tidur?” Suara ketukan itu membuatku terpanggil untuk menegakkan badan seraya menurunkan kaki ke sisi ranjang, berjalan meraih tuas kunci kemudian memutarnya. Biasanya aku hanya menanggapi di balik pintu dengan posisi tubuh yang tidak bergerak dari tempatnya.

Tapi kali ini aku menanggapinya langsung dengan tatap muka berdiri di depannya, aku menjawab, “Belum, kenapa Mahen?”

Mahen tersenyum sambil menilik ke dalam ruangan untuk mencari tahu apa yang sedang ku lakukan, tapi ia tidak menemukan apapun di kasurku. “Mbak nggak ngapa-ngapain kan?” Tanyanya memastikan.

Aku menoleh ke belakang mengikuti ke arah mana mata Mahen memandang, aku mengangguk tanda mengonfirmasi. Nyatanya sejak tadi aku memang melamun, melamunkan kejadian bersama Manggala tadi sore.

“Mau minta tolong dong, tulisin kata-kata di helm.” Dia nyengir melihatkan deretan giginya sambil mengangkat kedua tangannya, tangan kanan membawa helm berwarna merah legam, helm pertamanya sekaligus satu-satunya, tangan kiri membawa pen snowman white marker tipe permanen.

Adanya binar pengharapan pada mata Mahen, aku termenung sebentar menimbang keputusan apa yang akan ku pilih, tapi dia sudah lebih dulu menerobos masuk kemudian duduk manis di kasurku sebelum aku memberikan jawaban bersedia atau tidak.

“Kamu nih kebiasaan main masuk kamar orang, belum juga di jawab.” Kesalku, duduk di sisi ranjang bersebelahan dengan Mahen.

“Halahh mbak, gitu aja marah.” Jawabnya enteng. Dia tidak tahu saja bagaimana sendunya perasaan kakaknya ini.

“Ayo mbak tulisin disini.” Dia meletakkan helm itu di antara kami, jarinya menggaris lurus menunjukkan dimana letak aku harus menulisnya.

“Nggak mau ah.” Aku menolak tanpa pertimbangan.

“Ayolah mbak, pliiss. Tulisan mbak kan bagus.” Pintar sekali dia kalau merayu.

“Ayolah kok.” Katanya memohon lagi. 

Akhirnya aku mengalah, percuma juga kalau terus-terusan menolak, sudah pasti dia bakal terus meneror aku sampai aku mengabulkan permintaannya, “Mau di tulisin apa sih emangnya?”

“Yang bagus-bagus gitu loh mbak, apa ya?” Dia berfikir sambil menscroll
smartphonenya mencari kata-kata dalam bahas inggris.

Dia menunjukkannya padaku. “Ini
artinya apa mbak?” Memperlihatkan kata-kata yang ada di layar hpnya.

“Stay patient, itu artinya tetap sabar.” Jawabku dengan yakin.

“Ya sudah itu aja bagus, tulisin!” Suruhnya, dia membuka pen yang ia bawa tadi kemudian memberikannya kepadaku, cara merayu yang baik ala Mahen. Kalian bisa belajar sama dia.

SADRAH ✔️ (Part Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang