Typo mengganggu
________________
"Mira?" panggil Faro. Sang empu menegakkan kepalanya dan mendapati Faro tengah berdiri di depannya dengan raut wajah yang tak dapat di telaah. Gadis itu menghela nafas panjang, ia hendak menaiki tangga untuk menuju kamarnya.
"Mau kemana kamu? Duduk! Saya obatin lukanya," ujar Faro dengan nada datar nya. Ia membawa sebuah kotak p3k ditangannya.
Mira Memilih untuk menuruti perkatan Faro. Seraya tertatih, Mira berjalan menuju Faro, dan mendaratkan pantatnya pada sofa empuk di ruang tamu. Mira meletakkan kantong kresek itu di meja tak jauh dari tempatnya duduk. Faro berjongkok tepat di depan Mira membuat sang empu merasa segan.
" Saya bisa obatin sendiri," ucap gadis itu sembari menengadahkan tangannya agar Faro memberi kotak p3k itu padanya.
"Dengan tanganmu yang juga terluka?" tanya Faro.
"Ah.. benar. " cicit Mira.
Faro dengan telaten membersihkan, mengolesi obat merah, dan memberi plaster pada luka Mira.
"Bagaimana kau bisa mendapatkan luka ini?" tanyanya yang masih berkutat dengan luka gadis itu.
"Saya terjatuh saat pulang dari apotek tadi," jelasnya. Faro hanya mengangguk mendengar itu
"Dimana ponsel mu?" tanya Faro. Mendengar itu Mira baru tersadar jika ponselnya tidak ada.
"Oh iya! Ponsel nya?" ucapnya seraya merogoh sakunya namun, ia tak menemukan apapun. Raut wajahnya yang bingung menatap Faro yang juga tengah menatapnya. Gadis itu mencoba mengingat dimana ponselnya berada.
"Benar," ucapnya dalam lamunan itu.
"Hm?" saut Faro menyadarkan lamunan Mira.
"Ponsel saya jatuh ke saluran air, saya tidak bisa mengambilnya karena saluran itu dikerangkeng besi." Jelasnya. Pria ini hanya mengangguk pelan sebagai Jawaban.
"Lalu, bagaimana dengan luka bakar itu?" tanya Faro yang memusatkan pandangannya pada tangan Mira.
"T-tadii .."
"Saya pekerjakan kamu untuk menyembuhkan Galan .. bukan malah saya yang harus menyembuhkan kamu." Ujar Faro.
"Tapi kan saya sudah bilang, Pak Faro .. saya bisa sendiri." Ucap Mira yang memabg benar adanya.
"Oh? Jadi setelah apa yang saya lakukan, kamu malah membantah? Bukannya bilang terimakasih," ucap Faro kemudian meninggalkan Mira yang bingung dengan perlakuan Faro.
" Aneh!" cicit gadis itu.
_______________
Mira berbaring di atas tempat tidurnya, ia mencoba tidur namun tidak bisa. Dirinya harus merelakan ponselnya yang tidak bisa ia dapatkan kembali. Tiba-tiba dirinya merasakan cacing dalam perutnya meronta-ronta seakan meminta untuk diberi makanan.
Mira bangkit hendak pergi ke lantai satu Mansion ini, gadis itu menuruni tangga dengan hati-hati. Dari tangga itu ada sebuah penerangan yang berasal dari pantry saja. Sedangkan lampu diruangan lain sudah dimatikan.
Mira mencoba untuk mencari makanan yang bisa membuatnya kenyang. Tetapi, isi kulkas itu hanya sayuran yang biasa digunakan untuk membuat salad. Dikarenakan tubuh Mira yang tak terbiasa dengan makanan sehat itu. Mira memutuskan untuk kembali ke kamarnya untuk mengambil sebungkus mie instan yang sengaja ia bawa dari apartemennya.
Gadis itu keluar dari kamarnya dengan menutup sepelan mungkin pintu kamarnya agar tak membangunkan Faro meski jika dipikir itu hal yang tidak mungkin.
Mira berbalik badan dan alangkah terkejutnya ia saat Galan berdiri persis di depannya dengan bersedekap dada. Galan menaikkan satu alisnya seperti bertanya apa yang dilakukan Mira malam-malam begini.
"Loh, Galan .. Kamu?"
"Muffin? Sedang apa?" tanya Galan dengan nada cadelnya. Mira lebih terkejut saat bocah berusia hampir lima tahun ini berkeliaran dalam Mansion yang sebesar ini malam-malam.
"Kamu kenapa keluar kamar? Kamu sering kaya gini? Bahaya Galan, kalau kamu jatuh dari tangga gimana?" peringat Mira yang berjongkok mensejajarkan posisinya dengan bocah itu.
"Galan tidak bisa tidur, Galan mau tidur sama Muffin." Galan mulai terbuka dan mau berbicara, tetapi untuk dekat dengan orang asing dirinya sangat enggan.
"Muffin laper, Galan mau ikut Muffin masak ini?" tunjuk mira memperlihatkan sebungkus mie instan itu. Dengan antusias Galan mengangguk. Mira menuntun Galan turun ke pantry dengan berhati-hati.
Mira mendudukan Galan di kursi pantry, ia pun mulai merebus air dan menyeduh mie instan itu dengan air mendidih. Aroma semerbak dari bumbu mie instan itu menyebar ke seluruh bagian pantry. Galan yang tak terbiasa dengan aroma semerbak itupun sesekali bersin.
"Kita makan di kamar Muffin yuk! Kalau disini, nanti ketahuan Papa." ajak Mira, Galan pun mengangguk sembari membawa sebuah sendok.
Sesampainya di kamar, Mira menyantap mie itu. Namun, Galan masih melihat Mira makan.
"Galan gak mau nyoba?" bocah itu masih ragu karena tidak familiar dengan apa yang dimakan Mira. Dengan telaten, Mira mengambil sendok yang dipegang Galan, kemudian menyendokkan sedikit kuah mie itu.
Mira meniup pelan agar kuahnya tidak terlalu panas, ia menyuapkan kuah itu pada Galan sebagai pengenal. Awalnya Galan merasa rasanya terlalu pekat, namun ia menyadari bahwa ini enak. Dengan lahap Galan meminta lagi dan lagi. Mira dengan telaten menyuapi Galan mie instan buatannya.
"Gimana? Enak kan?" tanya Mira, Galan mengangguk lucu seraya menjilat sekitar bibirnya menggunakan lidahnya sendiri.
"Muffin juga punya sesuatu," ujarnya kemudian beranjak menuju lemari. Dari sana ia mengeluarkan sebuah paperbag berisi banyak ciki yang sudah ia beli.
"Kamu pasti gak pernah ngerasain jajan ciki ya?" tanya Mira prihatin.
"Kasian sih anak konglomerat gak pernah jajan ciki," ledek Mira, namun Galan yang belum mengerti hanya menatap sang empu polos.
_________________
Halo semua ..
Minal aidzin wal faizin ya bagi yang beragama muslim🙏🧕🏼Oh ya sorry banget baru bisa up karena kemarin" author nya lagi sakit, buat kalian sehat selalu ya .. jaga kesehatan, karena kalau bukan diri sendiri siapa lagi yang peduli? Xixixixi becanda
Dah ah see you next part yeorobun 🏃♀️✨
KAMU SEDANG MEMBACA
a NEW SHEET for the COLD CEO (END)
Romance(sequel Cold Ceo is My Husband) Ada yang bilang harta dan tahta saling bertautan. Dengan kedua hal itu, dunia akan tunduk segan padamu. Tapi apa jadinya jika kedua hal itu justru menjadi jebakan? Membutakan mata manusia yang gencar untuk menggapain...