# 15

102 8 0
                                    


   Mendung sore kala itu, cukup menjelaskan bahwa akan turun hujan sebentar lagi. Tak mendukung kegiatan manusia yang jauh dari kata selesai. Jimin sudah berada di dalam café menunggu kedatangan sang ibu yang sudah tampak berjalan ke arahnya. Namun ia tidak tahu harus bahagia atau sedih kali ini karena ia membawa berita buruk untuk sang ibu.

" Eomma aku merindukanmu " ucap Jimin begitu ia sudah berhadapan dengan sang ibu yang masih sangat cantik itu. Jika saja Jimin tidak ingat bahwa ibunya benci orang yang cengeng, ia pasti sudah akan menangis dan mengatakan bahwa terpuruknya dia dan juga begitu inginnya dia pergi dari segala hal yang menyangkut hidupnya.

" Jangan bertele-tele. Apa uang yang ku kirimkan masih kurang saja untuk mu huh ?!"

Selalu saja uang yang di pikirkan sang ibu. Padahal Jimin juga ingin ibunya menanyakan bagaimana kehidupannya selama ini? apakah berat? Bagaimana kabarnya?. Namun sepertinya Jimin tidak boleh berharap banyak seperti itu.

" Eomma, Appa hilang. Aku tidak bisa menemukannya di rumah sakit jiwa itu lagi. Kata perawat appa kabur saat____"

" Orang itu sudah mati "

Bagai disambar petir, jantung jimin berdetak tak tenang kala mendengar kabar menyakitkan itu. Ia cukup pintar untuk mencerna ucapan dengan cepat.

" MWO!"

Hancur sudah. Jimin mengeluarkan airmata yang di benci ibunya ketika mendengar kabar buruk itu. Ayahnya adalah orang yang paling mengerti Jimin. Pria itu walaupun berada di rumah sakit jiwa setidaknya Jimin tenang karena ia masih bia menjenguk ayahnya. Dan kabar kematian yang tiba-tiba ia dengar adalah hal yang paling gburuk yang ia pernah dengar.

" Eoo....eomma...apa kau berbohong....dimana...dimana eomma menyembunyikan appa lagi..eomma jangan lakukan itu lagi. Aku menyayangi ayah...." Ucap Jimin dengan suara bergetar.

" Untuk apa aku menyembunyikan orang seperti dia, dia itu tidak gila aku hanya memanipulasinya. Sayangnya dia hampir saja mengacaukan rencanaku. "

" ja....jadi "

" Ku lenyapkan saja dia " ucap wanita itu berbisik tepat di samping telinga Jimin. Membuat Jimin ingin sekali rasanya berteriak bahwa itu sangat menyakitkan untuk di dengarnya.

" Eomma......hiks....kenapa melakukan itu.....eomma ku mohon hentikan ini semua hiks.....ayo kita pergi saja dari semua ini "

" Cih....kau pikir semudah itu. Jangan sok polos Jimin, kau juga suka uang yang ku berikan bukan?"

" Ania eomma......hiks....kenapa.....kenapa kau memb__"

PLAKK!

Belum sampai Jimin mengatakannya, sang ibu sudah lebih dulu menamparnya agar kalimat laknat itu terdengar orang di seluruh café. Kendati seisi café sekarang menatap mereka tanpa berani ikut campur apapun.

" Apa kau mau eomma di penjara sekarang juga huh?!" bisik wanita itu dengan nada kesal.

" An..ania eomma....hiks...Jimin sendirian...."

" Cih"

Jimin dengan cepat mengusap airmatanya kemudian beralih menggenggam tangan ibunya.

" Eomma....ayo hentikan saja ne...mereka orang yang baik. ku mohon jangan lakukan ini "

Wanita yang di panggil ibu oleh Jimin itu lantas menghempas tangan Jimin kasar seraya berdiri dari duduknya.

" Aku tidak pernah berhenti untuk mendapatkan tujuanku Jimin "

Still With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang