Setelah berhari-hari Jungkook absen karena sakit, akhirnya anak itu kembali masuk ke sekolah dan tak lupa Taehyung yang selalu mengantar jemputnya atas perintah Namjoon dan Seokjin. Padahal tanpa di perintahpun, Taehyung tidak akan membiarkan Jungkook sendirian kali ini.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi, Jungkook keluar dari kelasnya seraya mengetikkan pesan bahwa ia akan datang ke kampus Taehyung. ia ingin membeli kebab turki yang baru saja buka di dekat kampus Taehyung. mingyu bilang rasanya sangat enak karena yang memasak pun orang turki asli, dan dasar buntalan kelinci itu langsung tertarik begitu saja.
" Hyung masih ada kelas satu lagi, nanti tunggu hyung di kampus ya koo "
" Oke hyung "
Perlahan hubungan kakak beradik itu membaik. Taehyung menepati janjinya untuk selalu membuatkan makanan Jungkook saat di rumah, tidak meninggalkan Jungkook kemanapaun bahkan hingga selalu ia bawa sekalipun mengerjakan tugas kelompok. Entahlah, Taehyung merasakan firasat tidak nyaman belakangan ini.
" Hati-hati Koo"
Jungkook tersenyum ketika membaca pesan terakhir Taehyung. Tanpa membalas lagi Jungkook menaiki bus yang sudah datang. Jungkook duduk di kursi bagian tengah dengan namja berseragam lainnya. Menikmati musik di earphonenya dengan tenang. Ya... tenang. Jungkook bersyukur karena belakangan ini Seo Yoon tak melakukan apapun padanya karena kehadiran Taehyung yang siaga. Jungkook merasa terlindungi.
Menit berlalu, Jungkook sampai di halte yang paling dekat dengan kampus Taehyung. Tinggal berjalan beberapa menit lagi untuk sampai disana, ia juga melewati kedai kebab yang diinginkannya namun ia berniat membelinya bersama Taehyung nanti. tidak sekarang.
Jungkook berjalan menuju kampus Taehyung, duduk disana terdengar lebih baik daripada harus berada di pinggir jalan bukan. Atensi Jungkook beralih kepada seseorang yang ia yakini adalah Jimin. Jimin tampak berbicara dengan raut memohon kepada wanita yang ada di hadapannya. Sayangnya wajah wanita itu tidak terlihat begitu jelas karena menghadap ke arah kanan.
" Itu ibunya Jimin hyung ya?" gumam Jungkook. Ia mendekat dan bersembunyi di belakang tembok tinggi untuk bisa melihat jelas. Ia begitu penasaran dengan wajah ibu Jimin karena belum pernah melihat sebelumnya. Jimin tidak pernah menceritakan apapun.
" Eomma....aku mohon, jangan sakiti mereka....mereka tidak salah apapun "
Jungkook mendengar Jimin yang tampak memohon, entah siapa yang dimaksud dan untuk apa.
" Kau pikir kau mendapat fasilitas dan uang dari mana huh? "
Jungkok terkejut begitu mendengar suara itu. suara yang di kenalnya. Tapi...hey, bagaimana mungkin.
" Diamlah dan kau akan tetap mendapatkan segalanya!"
" AKU LEBIH BAIK TIDAK MENDAPATKAN APAPUN ASAL EOMMA TAHU! AKU HANYA INGIN EOMMA BERHENTI"
Jimin menaikkan oktafnya, menangis dalam diam dengan airmata yang meleleh begitu saja. Sedangkan Jungkook mematung di tempatnya. Wanita itu menoleh ke sembarang arah ketika melihat airmata Jimin membuat Jungkook juga semakin jelas melihat wajah ibu Jimin.
" Eomma jjebal "
Pada akhirnya Jungkook berjalan menjauh dengan langkah gontai. Memori tentang pembunuhan di gudang buku, kematian ayah Jimin, dan.....
" Koo, ada apa?" tepukan halus di bahu Jungkook membuat anak itu sedikit berjengit. " kenapa gelisah seperti itu?"
" Ti...tidak hyung,aku tidak papa. Ayo langsung ke kedainya saja, aku lapar "
Taehyung pasrah saja saat Jungkook menariknya pergi dari sana. Meninggalkan kejanggalan yang Taehyung rasakan.
>>>>>
" Hyung, seseorang mengikuti kita ya?" bisik Jungkook saat dirinya berjalan pulang bersama Taehyung setelah puas mencicipi masakan turki yang di inginkannya.
" Siapa? Memangnya untuk apa?"
Taehyung tampak tenang, karena ia merasa tak memiliki masalah apapun dengan orang lain. Jalanan tampak sepi karena mereka memilih jalan pintas setelah turun dari halte bus. Ingin segera sampai dan beristirahat karena merasa lelah.
" Hyung....ak..aku takut "
Entah mengapa suasana menjadi begitu sunyi. Jalanan yang sedikit gelap menjadikan Jungkook semakin was-was karena merasa di ikuti oleh seseorang. Taehyung menggenggam tangannya erat, membahasakan seolah Jungkook hanya perlu tenang karena ada dirinya.
" Hyung....sebenarnya, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Tapi....kurasa kau tidak akan percaya..." ucap Jungkook sedikit ragu.
" Coba katakan "
Sejenak, Jungkook terdiam. Menghembuskan nafasnya perlahan sebelum membuka mulut.
" Sebenarnya hyu___Emmpphh"
Ucapan Jungkook telak terhenti kala sebuah tangan besar membekap mulutnya. Taehyung yang tak sempat berfikir namun tangannya mencoba mempertahankan genggamannya pada Jungkook.
" JUNGKOOK! lepaska__Emmphh"
Tak ayal genggaman Taehyung pun juga terlepas ketika seseorang lagi datang dan membekap mulutnya. Kedua orang berbadan besar itu membawa Taehyung dan Jungkook yang tentunya kalah dalam hal tenaga. Taehyung terus memberontak ketika melihat Jungkook sudah menangis saat genggaman mereka terlepas. Jungkook takut, pun Taehyung yang tiba-tiba merasa bersalah karena tak mendengarkan adiknya.
Taehyung tak berhenti bergerak brutal demi menyelamatkan sang adik yang tentu tak sekuat dirinya. Namun lagi-lagi kenyataan bahwa dirinya jauh lebih kecil menjadikannya merasa tak berguna. Taehyung dan Jungkook berakhir di bawa paksa masuk ke dalam mobil sebelum keduanya sama-sama memejamkan mata karena menghirup bius yang menyengat. Kalah. Dan entah setelah itu apa yang akan terjadi.
>>>>>
Langit-langit kamar bernuansa putih itu tak lekang pandangan dari sang pemilik ruang yang kini diam tak bergerak. Tidak, ia bukan tak bisa bergerak. Isi kepalanya bahkan lebih rumit dari yang ia bayangkan. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantuinya. Bukan tanpa alasan, pun bukan karena dirinya sendiri. Melainkan ibunya.
Jimin memandang kosong langit-langit kamar apartemennya yang telah ibunya bayar dengan mudah. Jujur, ia tak menginginkan ini semua. Ia rela jika ibunya menikah lagi dengan orang pilihannya, namun Jimin tidak rela jika ibunya hanya akan kembali menyakiti orang lain seperti sekarang.
" Eomma...." Gumam Jimin yang mulai memejamkan mata. Namun belum genap satu menit, dering ponselnya berbunyi. Jimin langsung mendial tombol hijau kala kontak dengan nama 'Eomma' itu menghubunginya.
" Jimin "
Suara ibu Jimin terdengar tegas dan Jimin tak menjawab apapun, dengan jengah ia menunggu kalimat sang ibu selanjutnya.
" Ayo pergi sesuai kemauanmu "
Mendengar penuturan ibunya membuat jimin sontak mendudukkan dirinya.
" Jinjja?"
Terdengar suara tawa renyah yang membuat Jimin mulai merasa tidak tenang kali ini.
" Setelah ibu menyelesaikan ini semua sayang. Hampir selesai "
TUT
Sambungan terputus. Jimin berkali-kali menelpon ulang nomor sang ibu namun tak dijawab. Perkataan ibunya membuat pikiran Jimin kini tertuju pada Taehyung dan Jungkook.
" Selesai?...selesai? apa maksud eomma?" gumam Jimin. pikirannya tiba-tiba berkecamuk ngeri. Ada perasaan menjanggal yang membuatnya kini langsung mendial nomor Taehyung. menunggu dengan gelisah karena tak lekas tersambung. Hingga di panggilan ke empat telfonnya tersambung.
" Tae, kau dimana?"
Tak ada suara. hanya suara nafas seseorang di seberang sana yang menunjukkan tanda-tanda bahwa ponsel itu saling tersambung.
" Taehyung ah, jangan bercanda. Cepat katakan kau dimana?"
" Bukan urusanmu "
Suara itu. bukan suara Taehyung. suara wanita itu membuat ponsel yang ada di genggaman Jimin terlepas begitu saja. Tanpa memakai jaket atau apapun Jimin segera berlari keluar dari apartemennya. Ia segera mengetuk, atau lebih tepatnya menggedor pintu apartemen Yoongi dan berharap pria dari kutub itu segera membukanya.
" HYUNG BUKA PINTUNYA!!"
Berkali-kali Jimin berteriak namun nihil, Tak ada jawaban. Sialnya Yoongi mungkin masih di tempat kerjanya saat ini. pada akhirnya Jimin kembali berlari, dan kali ini tujuannya adalah rumah Taehyung. tanpa peduli pada dirinya yang hanya memakai kaos rumahan pendek di tengah dinginnya malam kala itu, melupakan sejenak tatapan orang-orang sekitarnya.
Jimin sampai di rumah keluarga Jeon yang megah dengan nafas tak beraturan. Penjaga yang ada di sana tentu sudah hafal dengan wajah Jimin yang kerap kali datang sehingga Jimin dengan mudah bisa datang.
" Bibi maaf, apa.....hahh....apa Tuan Jeon ada?" tanya Jimin di sela-sela nafasnya yang tak tertata. Bahkan ia udah mengeluarkan banyak keringat walaupun udara sangat dingin.
" Aigoo..nak Jimin, silahkan duduk. Bibi akan memanggilkan Tuan Jeon " jawab bibi Choi yang tampak sedikit miris melihat penampilan Jimin yang tampak sedang tak baik.
Beberapa saat kemudian kepala keluarga Jeon itu datang dengan senyum hangat seorang ayah, walaupun ia tak mengenal Jimin ia yakin Jimin pasti adalah teman dari putranya yang sering kali di ceritakan itu. Jimin langsung membungkuk sopan, dan....takut.
" Anyeonghaseo Tuan Jeon, maaf...."
" Teman Taehyung?"
" Ne...."
" Taehyung dan Jungkook......"
Jimin menjeda kalimatnya untuk meraup oksigen sebanyak mungkin.
" Oh putra-putraku belum datang nak, mereka mungkin masih__"
" Taehyung dan Jungkook dalam bahaya Tuan..."
Sungguh Jimin merasa bersalah ketika melihat pria paruh baya itu terkejut bukan main. Namun hanya ini jalan satu-satunya. Jimin tidak bisa menunda atau membiarkan masalah pelik yang berkesinambungan antara mereka itu terlalu lama. Semua harus tahu kebenarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still With You
RandomJungkook dan Taehyung hidup bahagia dengan ayah mereka sekalipun tanpa hadir nya seorang ibu. Hingga seseorang hadir dalam hidup mereka, dan dengan antusias mereka juga menyambut dengan kedatangan seorang yang akan mengisi hari-hari mereka. Dia had...