Um... aku cuman mau ngasih tau aja kalo HIMMEL itu artinya langit, dalam bahasa Jerman. Ada orang yang mengira judul cerita ini diambil dari nama Mentari 🙃 bukan yaaa. Itu alasan cover cerita aku background langit karena judulnya 'HIMMEL'. Kepikiran buat ganti judul+cover tapi males;v
Jangan lupa support aku biar semangat nulisnya 🧡
Kalian boleh kok krisar cerita ini. Maaciw 🧡
*
*
*Vina menghirup udara malam di atas balkon kamarnya. Senyuman indah tapi menyakitkan ia bingkai di bibir tipisnya. Semilir angin yang seolah ingin membawanya ke tempat lain menjadikan kolase dalam ingatannya berputar.
"Gue pasien di sini. Jadi wajar gue berada di sini."
Ucapan Rean sang kekasih berdengung jelas di pendengarannya.
"Gue boleh gak temenan sama lo? Bosan ya tinggal di rumah sakit. Suntuk!"
"Aku .... "
"Vin, tatap lawan bicaranya. Di hadapan lo orangnya, bukan di bawah kaki lo."
"Iya kak Langit, maaf."
"Gak usah panggil Langit. Panggil aja Rean. Sekarang udah ganti nama panggilan."
Vina terkekeh mengingat itu. Itu kali pertamanya bicara diluar kepentingan dengan Rean. Bagaimanapun juga Rean adalah mantan anggota OSIS yang mengurus event puisi saat itu yang diikutinya. Mereka tidak pernah berbicara diluar kepentingan. Rean benar-benar sosok yang dingin.
Kali pertamanya saat melihat Rean ia langsung dibuat jatuh hati. Alasan tampan bukanlah yang utama. Tapi attitude. Dia sopan dan menghargai. Vina sendiri pernah menyaksikan Rean yang mengusut kasus perundungan. Walaupun Rean seorang anak laki-laki yang hobi bermain motor seperti anak berandalan, dia memiliki hati yang lembut. Entahlah, Rean seperti bunglon yang berubah tergantung lingkungan. Memendam rasa suka sendirian tidak menjadikannya seorang yang merugikan, jika itu untuk jatuh hati pada sosok langit yang sulit tergapai.
Imajinasinya menjadi nyata saat kejadian di rumah sakit itu. Dia bisa berbincang ringan dengannya. Lambat-laun mereka akrab sampai berbagi kisah kecil. Rean berada di rumah sakit karena alasan transplantasi ginjal. Sedangkan dirinya menjalani rawat inap karena kanker paru-paru.
"Aku sakit liat kebersamaan kamu sama Mentari. Aku ... takut. Dia lebih dari segalanya." Vina memejamkan kedua matanya. Rasa takut akan kehilangan kekasihnya seolah akan menjadi nyata dalam waktu dekat ini. Orang-orang yang membicarakan Mentari dan segala kelebihannya, memojokkannya untuk sadar diri. Mereka tidak berani melakukan pembullyan fisik padanya karena alasan Rean adalah kekasihnya. Rean yang bisa menjadi ganas jika seseorang yang dekat dengannya terusik.
"Kak Maureen, aku capek dibully terus." Vina perlahan mulai menitikkan air matanya. "Kasus kak Adeline—sudah terungkap. Apa dia kembali—atau menemukan yang baru. Mentari Hadley—" Sejenak Vina terdiam, "Wirawan. Kita memiliki nama belakang yang sama."
"Alasan kak Rean nembak si Vina itu karena ngerasa kasian pas kak Maureen bawa diary book-nya. Kak Rean ganas-ganas menyeramkan gitu 'kan hatinya baik." Ucapan itu terlontar di saat sebelum kak Rean mengadakan siaran langsung di dekat mading itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIMMEL; Pada Pertemuan Kedua
Teen Fiction"Himmel itu Langit dalam bahasa Jerman. Langit itu bukan angkasanya bumi. Langit adalah dia yang berhasil membuatku tersiksa dalam gejolak asmara." Itu kata Mentari. Memang takdir seolah menginginkan Mentari dan Rean bersama. Rean adalah laki-laki d...