"Rudi!" Rean menggebrak pintu kelas XI IPA 1 membuat seisi ruangan sontak menatapnya. Pandangannya menyapu seisi ruangan yang hanya terdapat beberapa orang saja di sana.
Seorang laki-laki yang duduk di barisan terdepan yang tentunya tengah berada dalam ketegangan melihat Rean diambang kemarahannya. Dia Rudi. Laki-laki gembul berkacamata.
"Sini lo, Rudi!" Rean menatap Rudi dengan nyalang. Tenggorokannya mengeras sampai-sampai memperlihatkan urat-uratnya. "Rudi!!!"
"Sabar, Ren, sabar, masih pagi ini." Niko yang berdiri di samping Rean mengelus-elus punggungnya.
Tanpa berlama-lama, Rudi menuruti apa yang Rean minta. Dia melangkah dengan tubuhnya yang bergetar hebat. Melihat Rean yang ganas membuat pikiran Rudi tidak tenang. Dia takut jika Rean akan mengajaknya berkelahi.
"Rud, tenang aja." Gion menepuk pundak Rudi lantas membawanya secara paksa keluar kelas.
Rudi dibawa ke belakang sekolah. Terlihat di sana sudah ada Deran dan Rayhan. Sesampainya di sana, Rudi dikelilingi Rean dan teman-temannya.
"Rudi." Suara mencekam milik Rean itu membuat Rudi tertunduk dalam.
Rean yang terlihat marah itu melangkah mendekati Rudi, sampai tubuh Rudi pun harus membentur dinding. Dengan kedua matanya yang memicing, Rean mencekal kerah baju Rudi dan mengangkatnya membuat Rudi harus berjinjit.
"Lo disuruh siapa nempel foto keluarga Vina sama Mentari?" Suara Rean tidak lah keras. Namun, suaranya mampu menusuk pendengaran Rudi.
"Jawab, Rudi!" Rayhan yang berdiri di samping Rudi pun menimpali. "Kalo lo gak jawab, lo siap-siap habis detik ini juga!"
"Gue ... gue ...." Rudi terbata-bata membuat Deran yang berada di sisi kirinya tidak segan menendang kakinya. "Maureen."
Mendengar itu Rean terkekeh. Dia melangkah mundur sehingga melepaskan cekalnya pada Rudi. "Lo kenapa mau aja disuruh sama dia?"
"Kita juga punya duit!" Niko berseloroh membuat Gion berdecak sebal, "lebih banyak dari si Maureen."
"Lo—" Rean hendak melayangkan pukulannya pada Rudi. Namun, Niko yang tidak tega harus terkena batunya. Pukulan Rean tepat mengenai pipi Niko membuat Niko meringis menahan sakit.
"Lo ngapain halangi gue, Dodol!? Jadi lo 'kan yang kena!" Rean menjadi emosi dengan apa yang Niko lakukan.
"Udahlah, Ren. Gue kasihan sama dia. Pukulan lo itu gak main-main, akh!" Niko memegangi sebelah pipinya yang mulai tampak memar.
"Cabut!" Rean melenggang pergi dengan kedua tangannya yang mengepal kuat merasa murka pada Maureen. Maureen adalah perempuan. Perempuan tidak pantas jika harus menerima kemarahannya yang berbetuk kekerasan. Namun, jika dibiarkan saja kemungkinan besar Maureen akan semakin menjadi. "Maureen bajingan!"
--------
"Mereka adik-kakak dong."
"Jangan ganggu si Vina. Si Mentari aja dimarahi di depan umum sama kak Rean."
"Cantik sih iya. Tapi sayang, kayaknya Mentari simpanan kak Rean!"
"Mentang-mentang cantik sampai berani rebut pacar orang!"
"Si Mentari itu cemburu liat kedekatan si Vina sama kak Rean."
Argumentasi di pagi ini membuat Mentari kesal bukan main. Orang-orang yang barusan dilewatinya membuat Mentari ingin menghabisinya detik itu juga. Namun, untungnya Mentari masih diberi kesadaran untuk bersabar.
"Murahan ya si Mentari." Namun, ucapan barusan membuat Mentari yang tengah melangkah seketika menghentikan langkahnya. Ia menatap siswi yang barusan berucap pada temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIMMEL; Pada Pertemuan Kedua
Novela Juvenil"Himmel itu Langit dalam bahasa Jerman. Langit itu bukan angkasanya bumi. Langit adalah dia yang berhasil membuatku tersiksa dalam gejolak asmara." Itu kata Mentari. Memang takdir seolah menginginkan Mentari dan Rean bersama. Rean adalah laki-laki d...