Tadi siang, Mentari dengan pikirannya yang kacau-balau merengkuh sebuah raga yang tak berdaya. Tadi siang, Mentari tidak peduli pada dirinya sendiri saat maraung meminta laki-laki itu untuk membuka matanya. Tadi siang, Mentari merasa dunianya sangat hancur ketika seseorang itu dibawa sebuah mobil ambulans. Tadi siang, Mentari merasakan hantaman yang begitu kuat pada kepalanya, padahal tidak ada siapa pun yang memukul kepalanya. Tadi siang, Mentari menguras seluruh air matanya hanya untuk keselamatan laki-laki itu. Tadi siang, Mentari merasakan tubuhnya tak bertenaga, tergeletak begitu saja saat seorang dokter mengatakan bahwa 'kami sudah berusaha, tapi Tuhan menginginkannya untuk berada di alam yang berbeda'. Tadi siang, Mentari secara tiba-tiba sudah berada di atas ranjang rumah sakit.
Tadi siang, Mentari menerima sepucuk surat yang berisikan: Gue gak butuh kehadiran lo. Gue salah. Gue minta maaf. Sebaiknya lo pergi, jangan menyia-nyiakan waktu lo untuk gue. Kalo lo benar-benar menghargai gue, sebaiknya malam ini lo pergi. Harus secepatnya pergi. Gue ingin mengakhiri cerita ini dengan kepergian lo. Lo harus pergi membuka kehidupan baru lo tanpa harus ada gue. Seharusnya kita gak pernah bertemu lagi. Seharusnya gak ada pertemuan kedua.
Dari Langit Bintang Andrean
Sepucuk surat yang memilukan hati. Pilu karena kecewa, marah. Juga pilu karena kepergiannya yang terlalu cepat. Dia dalam sosok yang membuat Mentari merasakan definisi gila.
"Seharusnya lo bahagia dengan pasangan lo! Kenapa lo malah pergi! Lo gak bertanggungjawab! Lo brengsek!" Kata-kata itu terus terucap di bibir Mentari saat setelah membaca sepucuk surat darilaki-laki itu. Surat yang berisikan tulisan tangan laki-laki itu yang memilukan.
Tadi sore, setelah mengikuti pengajian untuk laki-laki yang telah pergi itu, Mentari dibingungkan dua pilihan. Antara masih menetap menemani tante Agni yang diambang kepedihan, atau pergi.
"Kirimkan aja doa buat kak Rean. Dia butuh doa, bukan tangisan yang gak berarti apa-apa. Lo pergi aja. Itu pesan yang dituliskannya. Mungkin aja itu bisa membuatnya lebih baik." Itu yang Elza katakan saat Mentari memutuskan untuk membatalkan penerbangannya.
Mentari tidak tega pergi begitu saja meninggalkan tante Agni. Namun, tante Agni mengatakan, "Lebih baik kamu pergi secepatnya. Jangan membuat kamu terluka lagi. Nanti kita akan bertemu lagi, setelah melupakan apa yang terjadi di hari ini. Yang terjadi di hari-hari sebelumnya."
Sore yang melelahkan karena harus menguras banyak tenaga. Mentari memang tidak ingin menunda keberangkatannya. Ia tidak sejahat itu untuk pergi setelah kepergian laki-laki brengsek itu untuk selama-selamanya. Namun, tante Agni terus meyakinkan bahwa lebih baik dirinya pergi.
Dan pada akhirnya Mentari memutuskan untuk pergi dengan membawa luka. Gak semudah itu untuk pergi. Tapi ... sebagai permintaan terakhir lo, gue akan pergi. Semoga lo bahagia di sana, Brengsek!
Di malam pukul sembilan, Mentari menghabiskan waktu di bandara. Ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis. Menangis karena kepergian laki-laki brengsek itu. Ditinggal pergi oleh seseorang brengsek tetap se-menyakitkan itu.
"Anggap aja kamu baru terbangun dari mimpi buruk," ucap buk Hesti, wanita yang ditugaskan mamanya untuk menemani Mentari pergi ke London.
Mentari saat itu hanya menanggapi ucapan buk Hesti dengan senyuman kecut.
Di malam itu, di bandara, untuk pertama kalinya Vina menitikkan air matanya di hadapannya. Vina datang ke bandara untuk menemuinya. Vina juga meminta maaf. Vina juga meminta Mentari agar tidak mengambil papa. Vina juga memberitahukan keadaan papa yang terkulai lemas di rumah sakit karena memikirkan Mentari. Papa mengidap TBC. Entah sejak kapan, Mentari baru tahu kabar itu dari Vina. Terkahir, Vina memeluknya. Mereka berpelukan dan saling memaafkan. Sebagai kenang-kenangan, Vina memberikan Mentari sebuah kotak berwarna merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIMMEL; Pada Pertemuan Kedua
Roman pour Adolescents"Himmel itu Langit dalam bahasa Jerman. Langit itu bukan angkasanya bumi. Langit adalah dia yang berhasil membuatku tersiksa dalam gejolak asmara." Itu kata Mentari. Memang takdir seolah menginginkan Mentari dan Rean bersama. Rean adalah laki-laki d...