27. KINI YANG TERKENANG

38 8 10
                                    


Pagi yang cukup berbeda dari pagi biasanya karena pagi ini Mentari berangkat pagi-pagi buta dengan bekal sekotak sandwich. Hawa dingin di pagi hari menusuk kulitnya di saat setelah keluar dari taxi yang mengantarnya ke sekolah. Bau udara pun terasa sejuk dihirup, tidak seperti pada siang hari.

Mentari tersenyum tipis melihat seorang satpam yang tengah membuka gerbang sekolah. Langkah kecilnya menyusuri jalanan yang ditutupi semen sampai akhirnya melewati gerbang sekolah dengan senyum ramah karena satpam penjaga menyambut kedatangannya.

Bertindak sebelum terlambat, batin Mentari yang berakhir menghembuskan napas kasar. Bagaimanapun juga Rean milik seseorang. Entah hatinya memilih siapa, nyaman bersama siapa, jatuh cinta kepada siapa, itu semua tidak bisa Mentari ketahui. Cukup lelah bertahan dengan keabu-abuan. Ya, itu tentang Langit Bintang Andrean.

Mentari memilih duduk di anak tangga yang menuju lobby sekolah. Ia memilih menikmati sarapannya di sana alih-alih di tempat yang lebih privasi.

Gue itu cinta sama lo, Rean. Pengen banget gue teriak kayak gitu. Cukup rumit memendam hal itu, seru Mentari dalam hatinya. Sekarang ia mulai sadar tentang perasaannya pada Rean berkat renungannya tadi malam. Malam panjang yang membuat perasaannya menerka-nerka apa cintanya terbalaskan? Dan ... sejak kapan ia jatuh cinta?

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Vina yang tengah bersiap untuk pulang mendapatkan pesan dari Maureen yang mengirimnya sebuah foto yang memperlihatkan Rean tengah memegang tangan Mentari, menuntunnya, di koridor sekolah. Di bawah foto itu terdapat pesan; Apa lo yakin meraka bener-bener sepupuan? Kayaknya lo salah besar. Bisa aja mereka menutupi hubungannya menggunakan kata sepupu. Coba aja lo buat Rean Memilih, siapa yang akan dia prioritaskan.

Vina mengepalkan satu tangannya kuat setelah membaca pesan yang Maureen kirim. Ia memang sudah mengetahui bahwa Mentari adalah anak dari teman tante Agni. Mereka tidak ada hubungan keluarga. Rean pernah menjelaskannya saat itu. Namun, isi pesan dari Maureen itu bermakna menantangnya.

Vina mengetikkan balasan pesan untuk Maureen; Gue bisa buktiin kalo kak Rean milih gue!

Vina tersenyum simpul setelahnya. Sekarang ia akan benar-benar berubah. Merubah diri agar bisa dihargai. Merubah diri agar tidak dipandang lemah oleh siapapun. Vina selalu teringat ucapan Rean yang berbunyi, "Semakin kamu takut, semakin dia berani. Please, Vin, jangan diem aja kalo dibully sama siapa pun, kamu harusnya nantangin dia aja. Ingat, Vin, tunjukkan sama orang yang bully kamu kalo kamu gak bisa terus digituin, kamu udah berubah, dan kamu sangat berani. Dan ingat, ikuti gaya lawan kamu, jangan terlihat lemah".

Di lain sisi Maureen tersenyum smirk Mendapati balasan yang menurutnya memuaskan. "Sekarang giliran Mentari," gumamnya.

"Kalo Mentari beneran bukan sepupunya Rean gimana?" tanya Tina yang sedari tadi berdiri di samping Maureen yang tengah terduduk di atas wastafel yang disediakan di toilet. Bisa dikatakan gadis itu tangan kanan Maureen. Dia selalu anut dengan ucapan Maureen.

Maureen terkekeh. "Mereka emang gak ada hubungan keluarga, gue tau tante Agni maupun suaminya anak semata wayang. Terus, gue juga pernah denger obrolan temen-temen Rean yang bilang kalo Mentari anak dari temen mokapnya."

Tina membulatkan kedua matanya. "Kenapa lo gak berusaha buat nyingkirin si Mentari? Gimana kalo misalkan si Mentari emang suka sama Rean? Atau lebih parahnya mereka emang pacaran!?"

"Masalah mereka pacaran gue gak peduli. Tapi gue pasti bisa nyingkirin si Mentari itu. Mentari bukan tipe cewek kayak si Vina, menyingkirkannya mungkin agak sulit. Jadi, sekarang gue mau bikin Vina cemburu dan senantiasa gue mau bekerjasama dengan si cupu itu," balas Maureen yang kemudian tersenyum devil.

HIMMEL; Pada Pertemuan Kedua  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang