#1 Ke-17

377 85 28
                                    

17 tahun kemudian...

Hujan deras turun bersama badai yang meraung-raung, pepohonan rimbun yang tumbuh di daerah Hutan Grivil terayun-ayun oleh angin yang berhembus kencang. Petir-petir berkilat di antara gemuruh badai membuat suasana sore di luar rumah terasa sangat mencekam.

Sejak kecil, Valerie tinggal di sebuah pondok sederhana yang terbuat dari batu dan kayu. Pondoknya hanya memiliki dua kamar tidur, satu ruang makan sempit yang diisi oleh meja persegi dengan dua buah kursi kayu, satu dapur, satu kamar mandi, dan sebuah ruang depan. Di sana terdapat perapian yang selalu menyala di musim dingin seperti sekarang, juga sebuah kursi panjang yang sudah tua serta meja dari batang pohon raksasa untuk menjamu para tamu.

Dari balik jendela ia memandang, berdiri sambil memeluk erat buku tebal yang baru dibacanya. Rambutnya panjang berwarna putih bersih, kulitnya seputih salju, netranya berwarna biru sebiru lautan, bibirnya berwarna pink alami serta tubuhnya juga lumayan berisi. Secara fisik gadis itu bisa saja menjadi incaran para pria. Namun, tidak ada pria yang dikenal oleh Valerie, bahkan tidak ada orang lain yang dikenalnya selain Adaire, perempuan berpenampilan nyentrik dengan tubuh langsing dan, agak keriput karena faktor usia, serta rambutnya yang lurus dan berwarna hitam sedikit beruban, Itu selalu diikat menggunakan kain warna-warni.

Adaire sangat tegas dan disiplin, setiap hari, Valerie harus selalu bangun sebelum matahari terbit untuk melakukan semua pekerjaan rumah, memasak, mencuci pakaian kotor, mencuci piring juga merapikan seisi rumah.

Tak lupa, Adaire juga mengajarinya tentang latihan membela diri serta menggunakan senjata tajam. Adaire mendidik Valerie menjadi gadis pekerja keras dan mahir menggunakan senjata tajam. Dia pernah bilang bahwa dia memerlukannya karena tidak tahu makhluk apa saja yang bisa berkeliaran di Hutan Grivil, mereka bisa saja menyerang.

Namun, wanita itu bahkan sama sekali tidak pernah mengizinkannya keluar dari Hutan Grivil entah kenapa. Setiap kali dia bilang pada wanita itu, Adaire selalu melarangnya dengan alasan dunia luar sangat keras dan berbahaya.

Gadis itu hanya bisa menghembuskan nafasnya, Dia berjalan menuju dapur, meletakkan buku tebal yang sudah selesai dibacanya ke atas meja, dan mulai menuangkan irisan daging ke dalam wajan, memasaknya.

Memotong-motong sayuran, memasukkannya ke dalam rebusan. Setelah beberapa menit, aromanya mulai tercium, aroma dari bumbu daging sapi yang sudah meresap, menguar ke udara membuat siapapun yang menciumnya menjadi lapar.

Valerie seorang diri di rumah, Adaire pergi ke Azzellatton membawa sekarung senjata yang sudah tumpul ke toko Tuan Martin untuk diperbaiki.

Suara ketukan pintu samar-samar terdengar di tengah bisingnya terjangan air hujan yang melanda. Valerie masih tampak sibuk dengan masakannya, dia menoleh ke sumber suara. Samar-samar terdengar gedoran pintu yang membuatnya berjalan ke arah pintu kayu yang sudah tua. Membukanya.

Didapatinya wanita yang merupakan bibinya pulang dengan keadaan basah kuyup. Valerie meraih jubah yang sempat dilepas Adaire dari tubuhnya, meletakkannya di gantungan pakaian yang diletakkan tepat di samping pintu.

"Kukira bibi akan pulang setelah hujan berhenti," tanya Valerie sembari menyambar handuk untuk diberikan pada bibinya.

"Aku tidak suka berada di luar saat hujan. Di luar sangat dingin."

Valerie hanya mengangguk-angguk, atensinya teralih pada rambut hitam keputihan milik wanita itu, "rambut bibi terlihat mengering lebih cepat, padahal pakaian bibi masih basah."

Tatapan mereka bersirobok untuk sesaat, tercenung untuk beberapa saat, "aku menutupinya." Masih dengan menatap netra biru keponakannya.

"Ah, aku kira bibi menggunakan sihir." Ucapnya bermaksud bercanda.

THE LEXINE : Forbidden Love [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang