#21 Dua Jiwa

76 14 4
                                    

Rumput berwarna merah muda tertanam luas di seluruh tanah. Pepohonan dengan daunnya yang lebat berwarna kuning, adapula hijau, orange dan warna senada rumput yang dipijak menghiasi suatu wilayah.

Kicauan burung mengalun indah di seluruh wilayah ini. Kupu-kupu terbang merendah menghampiri seseorang yang berdiri di tengah-tengah taman dengan benaknya yang masih berputar kelimpungan.

Air terjun turun deras dari sebuah bukit yang mengalir langsung ke sebuah danau. Tepat di bawah langit biru tanpa mega yang bertabur, dia berdiri. Menatap bingung ke sekeliling sembari bertanya-tanya akan sesuatu yang terjadi.

Rambut putihnya terurai, beterbangan dengan seiring terpaan angin yang menabraknya.

Matanya menyipit, mempertajam penglihatannya. Seorang gadis berambut senada, putih pucat sepertinya tengah terduduk di pinggiran danau seraya mencelumkan kedua kaki itu ke dalam air.

Valerie mendekat. Perlahan, denganpula benak yang berkecamuk liar di dalam kepala. Kupu-kupu yang mendarat di bahunya kembali mengepakkan sayap, tidak lagi singgah pada aura positif yang dipancarkan olehnya.

Gadis di hadapannya menyudahi rendaman menyenangkan kakinya. Berdiri membelakangi Valerie sembari mengusap lengan yang sama pucatnya dengan lengan miliknya.

Tinggi keduanya terbilang sama, rambut serta warna kulit juga memiliki warna yang sama, bisa dibilang sama persis.

Gadis itu berbalik, manik birunya menatap Valerie dalam diam denganpula wajah datar. Tertegunnya Valerie membuat gadis asing itu mengurai senyum miring.

Valerie meraba pinggangnya, berharap menemukan gagang pedang yang memang senantiasa tergantung di sabuknya. Namun, nihil. Bahkan tak ada satupun belati yang dibawanya, kini ia, berdiri bersama barangkali orang asing tanpa membawa sebuah senjatapun.

"Siapa kau?!"

Meskipun tatapannya terlihat mengintimidasi, namun gadis asing itu tidaklah merasa takut ataupula berangkali sedikit merasa tidak nyaman. Justru pancaran senyum yang malah terurai di bibirnya, menjadikan sebuah ketertarikan tersendiri bagi Valerie untuk kiranyalah menghapus segala pernyataan-pertanyaan yang berkecamuk di benaknya.

"Aneh jika kau tidak tahu siapa dirimu."

Astaga. Suaranya bahkan sama persis layaknya Valerie. Selain itu, wajah, postur tubuh, warna kulit, manik mata, tinggi badan hingga warna rambut keduanya memiliki kesamaan yang hampir tidak dapat dibedakan. Namun, tidak untuk telinga panjang yang dimiliki oleh gadis asing itu. Dia bahkan tampak seperti Valerie lain dalam versi Negeri Aspen, elf.

Mencoba mencerna juga setiap kata per kata yang dilontarkan oleh gadis asing itu, alisnya bertaut tanda tak mengerti. "Apa maksudmu?"

"Tujuh belas tahun, Vale. Tujuh belas tahun." Senyuman yang semula diperlihatkan, kini telah berubah menjadi sebuah keseriusan. "Aku ada karena kau ada."

"Aku tidak mengerti, apa yang kaumaksud?"

"Kau lahir setelahku. Dalam segalanya, mengelilingiku." Dijedanya lontaran kalimat gadis asing itu, merasa tidak menemukan sesuatu yang berbahaya, Valerie mendengarkan.

Gadis asing itu berjalan ke arah Pohon Apel dan duduk di ayunan yang telah disediakan. Menatap lagi netra biru Valerie dengan netra yang sama. Secara intens. "Awalnya aku tidak tahu apapun, tetapi akhirnya aku mengerti. Aku diciptakan untuk sesuatu yang kaumiliki. Secara rahasia."

THE LEXINE : Forbidden Love [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang