Kesiur angin menggigiti kulit. Rambut terhempas oleh hembusannya, hawa dingin begitu menusuk, namun enggan rasanya menutupi tubuh dengan sesuatu yang lebih hangat.
Di dek utama, Valerie berdiri sembari merentangkan tangannya menikmati terpaan angin yang semakin kencang. Sejuk, itulah yang dirasakannya. Seakan membiarkan hawa gerah dan panasnya menghilang seutuhnya dari tubuh.
Pengalaman hidupnya kali ini sungguh mengesankan, kadangkala ia sempat merasa terbebani akan semua hal, tak sekali-kali pula ia kerap merasa takut dan kesal pada dirinya sendiri. Namun, seluruh takdir hidupnya ialah milik sang Pencipta Alam, beliau yang menentukan, sementara ia yang menjalankan.
Tiba-tiba tangan kekar memeluk tubuhnya dari belakang, membuatnya seketika menghentikan aksi norak-nya itu. Ia sedikit menoleh, merasakan geli hembus nafas hangat yang menerpa telinganganya.
"Kau suka angin, ya?" Suara berat nan serak khas seseorang yang baru bangun tidur itu memenuhi seluruh indera pendengarannya.
Valerie bergumam lirih sembari tersenyum, "aku hanya suka langit."
Pandangan keduanya tertuju pada langit malam penuh kerlipan bintang di angkasa. Langit jauh lebih indah ketika malam, dipenuhi oleh bintang kemerlap yang bertabur di seluruh angkasa jagad. Zephyr hanya memandangnya datar dari bawah sini. Ia tak suka langit siang, warna biru muda yang menurutnya terlihat jauh lebih jelek dibanding langit pada malam hari membuatnya tak suka berlama-lama berdada di luar ruangan. Langit memiliki sejuta misterinya sendiri. Ia tak suka tentang misteri yang disimpan langit, ia muak begitu mengingat ada banyaknya makhluk di atas sana yang meneriakinya sebagai 'pelanggar aturan'.
"Kenapa harus langit? Kenapa bukan aku saja?" Suaranya merendah, wajahnya berubah lesu.
"Apa maksudmu, aku menyukaimu." Balasnya tanpa sadar.
Zephyr melolot terkejut, ia mengangkat kepalanya dari bahu Valerie seraya memandang gadis itu bertanya. "Kau bilang apa?" Zephyr membeo.
Valerie sontak membungkam mulutnya rapat. Astaga! Sungguh, ia tak sadar telah berkata seperti itu. Mulutnya seakan memiliki pemikirannya sendiri dan berkata tanpa perintah. Rona merah di pipinya semakin jelas terlihat.
"Ulangi sekali lagi." Pria itu lagi-lagi merengek sembari meringsut pada leher Valerie.
Namun gadis itu hanya membuang wajahnya ke lain sisi. Ia diam tak menanggapi, sungguh, ia begitu malu. "Riaa... ulangi sekali lagii.."
Valerie menelan ludah, tak kuasa bernafas saja rasanya. "A-apa, memangnya apa yang kukatakan."
"Yang tadi..."
"Aku tidak bilang apapun." Elaknya, namun tidak semudah itu pastinya. Jelas-jelas ia berkata dengan suara jelas dan tentulah Zephyr mendengarnya!
"Kau menyukaiku, 'kan. Apa itu artinya kau juga mencintaiku? Kau mau menjadi pacarku? Atau menikah denganku? Hidup bersama dengan damai di suatu tempat yang kauinginkan? Apa yang kauinginkan?" Pertanyaan beruntun dari Zephyr terdengar amat antusias.
Ia menangkup wajah Valerie agar menatapnya, dengan netra jernih penuh binar, Zephyr menanti jawaban.
Valeri tertegun, wajah mereka begitu dekat. Dan apa tadi ucapannya, juga? Dugaannya benar, Zephyr telah tertarik padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LEXINE : Forbidden Love [REVISI]
FantasyCinta terlarang seringkali berakhir menyedihkan diantara dua makhluk berbeda spesies. Kisahnya dimulai dari seorang gadis keturunan manusia dan elf yang diperintahkan oleh para petinggi kerajaan untuk membunuh seekor naga yang sejatinya ialah seora...