Keduanya dibawa ke dalam ruangan besar. Dengan meja 'U' yang langsung menghadap pada singgasana kebesaran. Jika diteliti lagi, ruangan itu lebih layak disebut sebagai ruangan rapat.
Zephyr masih berwujud naga. Tak peduli seberapa besar ukurannya, ia diperbolehkan masuk pada ruangan luas, besar dan tinggi itu. Dimana pintunya sendiri lebih tinggi dan besar dari tubuh Zephyr.
Raja Oplv duduk di kursi kebesarannya beserta Ratu Eska dan Putri Mahkota, Mollian.
Valerie dipersilahkan duduk di ujung bagian tengah kursi meja 'U' berhadapan langsung dengan Raja Oplv. Sedangkan pria itu, Zephyr terduduk tanpa kursi di belakang meja 'U', di belakang Valerie.
"Sayangnya kami memiliki syarat tertentu untuk itu, Nona. Kami tidak dapat begitu saja menyerahkan kristal angin pada sembarang orang tanpa tujuan yang jelas." Terang Sang Penguasa.
Valerie tetap pada keteguhannya. Wajahnya tetap datar, ia masih dirasuki oleh alter ego dari alam bawah sadarnya sendiri.
Valerie tersenyum miring, netranya berubah tajam dan menusuk. Penuh sirat mengancam dan menantang, ia duduk dengan angkuh. Lantas, senyuman itu berubah menjadi senyum manis yang tidak dapat diartikan. Tangannya meraih sebuah kain sekali pakai yang diletakkan di dalam kotak kecil berwarna putih berukirkan Burung Phoenix berwarna emas. Jika pada dunia modern, kain itu berarti disebut sebagai tisu, namun bukan semacam kertas, melainkan kain tipis yang basah dan dapat mengeluarkan sebuah awan kecil jika diletakkan di air dan memerasnya.
Valerie mencelupkan kain itu pada gelas berisi air putih di mejanya. Namun tanpa diperaspun, awan kecil tetap muncul di atas gelas itu, mengeluarkan rintik-rintik kecil hujan. Ia kembali duduk dengan bersedekap dada dan bersandar pada kursi. Semua menteri Kerajaan Mega menatapnya seraya menggeleng kecil dan seakan tak habis pikir.
'Ria, jaga sopan santunmu.' Tampaknya Zephyr tidak bisa tidak memperingatkan Valerie untuk bersikap lebih sopan.
"Saya cukup sadar diri, Yang Mulia. Tidak perlu menerangkannya terlalu jelas."
Raja Oplv tersenyum, tertawa kecil sembari berdecih.
"Kau sangat pengertian, Nona. Terimakasih." Ucapnya sembari tersenyum prihatin.
Wajahnya mengerut tanda tidak suka, namun pada akhirnya ia kembali tersenyum girang. Senyuman riang yang mengerikan diantara pancaran aura disekitarnya. "Sama-sama, Yang Mulia. Kau dapat meminta pengertianku atas kondisimu lain kali."
Senyumnya kian melebar. Ketiga orang yang terduduk di singgasana menunjukkan raut ketidaksukaannya yang kentara pada mimik wajah. Raja Oplv menghela nafas panjang, ia menunduk sejenak dan kembali bersitatap dengan Valerie.
"Atlas, ajukan persyaratannya." Putus Raja Oplv. Mulai tidak dapat menahan sikap dan tindak dari gadis albino itu.
Senyum Valerie yang super lebar itu seketika berubah 180 derajat menjadi datar setelah ucapan sang penguasa.
Atlas, pria tua berambut panjang beruban yang duduk di ujung kursi 'U' di dekat singgasana Raja itu berdiri. Ia memegang sebuah buku lebar dengan ketebalan dua sentimeter. Membukanya sembari meneliti di setiap larik tulisan. Ia membenarkan letak kacamata bundar yang membingkai wajahnya.
Melirik pada keberadaan sang raja dan Valerie sebelum akhirnya kembali pada atensinya saat itu.
"Kristal angin hanya dapat dilihat oleh seorang makhluk terpilih berdarah murni. Ia dapat memilih pemilik barunya pada Gerhana Matahari total sebagai pengendali." Suaranya mengalun nyaring terpantul disetiap sudut dinding.
"Namun dalam beberapa kasus, ia dapat membunuh dan menyesatkan seseorang yang berhati suram." Tatapannya tertuju pada Valerie.
Gadis itu menaikkan sebelah alisnya seraya bersedekap dada. Aura disekitarnya semakin menguat, setelah kian memudar, nyatanya aura itu tampak semakin terlihat jelas. Saat ini bahkan pancarona yang dipancarkan bukan lagi seluruh warna yang sebelumnya ada, melainkan hitam dalam hembus transparan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LEXINE : Forbidden Love [REVISI]
FantasíaCinta terlarang seringkali berakhir menyedihkan diantara dua makhluk berbeda spesies. Kisahnya dimulai dari seorang gadis keturunan manusia dan elf yang diperintahkan oleh para petinggi kerajaan untuk membunuh seekor naga yang sejatinya ialah seora...