#22 Api cemburu

52 11 1
                                    

Ting~!

Antara pedang yang berdenting dengan bogeman mentah dari Astaroth, bandit-bandit yang datang menghampiri semakin kehilangan kepercayaan diri.

Alen menendang salah seorang bandit, membuatnya terpelanting hingga tersangkut di dahan pohon yang begitu tinggi, tidak dapat turun.

"Itu yang terakhir." Ujarnya sembari mengelap keringat di pelipis. Tangannya dibuat menopang pada lutut, lelah menggerayang di seluruh tubuh.

"Kau baik?"

"Yah."

Alen berjalan ke arah gerobak yang tadi ditumpanginya. Duduk kembali sembari bersandar pada karung-karung berisi rempah. Tak menghiraukan para pedagang yang tampak terluka, dia sibuk menenggelamkan dirinya pada angan-angan.

Astaroth membantu mereka mengobati beberapa luka sayat maupun lebam. Dengan telaten, tangannya cekatan membersihkan darah yang keluar dari naungan kehidupan.

"Kita sudah berada di Lovasea. Kemana tujuanmu, Pak?"

Pria jangkung yang kini terduduk di bawah pohon itu balas menatap Astaroth, "Ancelstierre."

Ancelstierre adalah wilayah kota di pinggiran Lovasea. Wilayah itu mencakup daerah-daerah terpencil juga perkotaan besar.

Astaroth mengedikkan bahunya, ia berjalan menghampiri Alen yang tengah merebahkan diri sembari bersandar pada karung besar, menutup kedua matanya menggunakan lengan tangan sembari menengadah.

Pria itu duduk di ujung gerobak. Menatap sekitaran yang tampak sunyi dan tenang. Pantas saja ada banyak bandit yang mengintai, tempat ini begitu sepi dan jarang dilewati.

"Bagaimana? Kau mau ikut denganku atau tidak?"

"Selagi menguntungkan, tak ada salahnya." Balasnya tanpa mengalihkan pandangan.

Astaroth tercengir, "kau ini laki-laki atau perempuan?" Basa-basi yang sungguh basi.

Jelaskan dari suaranya, bahwa dia perempuan, bentuk tubuh dan rambut panjangnya telah menjelaskan semuanya. Sungguh tidak penting jika dia bertanya begitu.

Tertolehlah kepalanya sekedar menengok keberadaan Alen. Hanya memastikan, bahwa gadis atau pemuda itu masih dapat menghembuskan nafasnya.

"...."

"Cuacanya panas, kau tidak berniat melepas tudung jubah itu? Jika aku jadi kau, aku lebih memilih membuangnya."

Masih diam. Alen hanya menyimak setiap lontaran tak berarti darinya, irit bicara dan misterius, mungkin adalah julukan yang tepat untuknya.

"Tuan, Nona. Kami akan segera melanjutkan perjalanan, kalian berdua akan mengikuti kami lagi atau turun di sini saja?" Tanya si pria jangkung.

"Kami akan ikut bersamamu." Putus Astaroth tanpa mengalihkan pandangannya dari Alen yang sedari tadi tak menjawab apapun.

Alen melirik sekilas di bawah lengan tangannya pada pria yang kini terduduk anteng menatap keberadaannya.

Gerobak kembali ditarik kuda, berjalan dengan roda berputar di atas tanah. Membawa mereka hanyut dalam perjalanan yang terlewat.

THE LEXINE : Forbidden Love [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang