Rai masuk ke dalam rumahnya di pukul setengah delapan malam. Ada papa yang tengah menonton TV di ruang tengah.
Tidak ada pilihan selain melipir dan mencium tangan ayahnya. Awalnya pria itu diam saja. Tapi setelah kacamatanya di lepaskan, Rai mulai merasakan sesuatu tidak menyenangkan akan terjadi.
'Kalo di marahin, ya di dengerin.'
"Dari mana aja kamu?" Tanyanya dengan nada rendah. Justru nada itu yang paling Rai benci. "Pergi, sama temen." Setidaknya, Rai sudah mencoba jujur.
"Tapi kamu melewatkan les hari ini." Hela nya. Barangkali ingin lebih sabar dan mencoba tidak menggunakan kekerasan kali ini. "Papa udah nyari mentor buat kamu mahal-mahal, biar apa? Biar masa depan kamu terjamin!" Ada suara, 'gue gak minta anjing!'
Tapi Rai memilih pada prinsipnya di alinea ketiga.
"Kalo kamu gini terus? Gimana bisa kamu jadi orang hebat?! Tolong jangan malu-maluin papa." Raina menatap mata itu. Tatapannya seolah tidak bersalah mengatakan hal menjijikkan di telinganya.
Malu?
Rai perlu menjabarkan apalagi yang membuat malu di mata papa?
Papa menyuruhnya belajar. Rai belajar.
Papa menyuruhnya les. Rai les.
Papa menyuruhnya untuk juara satu. Rai lakukan itu.
Lalu apa yang kurang? Kalau enam belas tahun ini Rai harus menuruti ekspetasi papanya, lalu hidupnya sendiri bagaimana? Dan kalau di pikir lebih teliti lagi, Rai bahkan tidak pernah membantah, Rai melakukan semua yang papa suruh.
Rai memutus kontak mata mereka, lalu menyeret langkahnya menuju ke kamar dan menyeka air matanya yang entah dari kapan air sialan itu keluar.
Gadis itu melemparkan tas dan juga paper bag dengan logo Mr. DIY berantakan di lantai.
Sebelumnya Rai jarang menangis karena bentakan papa. Meskipun kadang papa sampai menamparnya, Rai hanya diam dengan wajah memerah menahan marah. Mungkin kali ini Rai sudah cukup lelah.
Dan masalah lainnya lagi Rai baru senang bisa keluar malam tanpa memikirkan les, walaupun sejak di perjalanan pulang Rai mulai menerka-nerka apa saja yang akan di ucapkan papa di rumah.
Rai menggulingkan tubuhnya ke kiri untuk tengkurap, jadi dia bisa melihat bagaimana barang-barang nya berantakan di lantai. Ada jepit rambut bergambar Lotso yang masih lengkap dengan plastiknya.
Damar..
"Lo bisa stop manggil nama bapak gue nggak sih?"
Rai melotot. Kalau yang Rai bayangkan adalah nama Damar, artinya Rai tengah memikirkan bapak nya Naf'an. "Wah bisa gila gue. Bapaknya anjir.."
Setelah menggelengkan kepalanya, gadis itu meraih handuk di gantungan. Membuka pintu dan mengawasi sisi kondisi sebelum berlari ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Dan sepertinya mulai besok.. malu-maluin yang papa katakan tadi akan benar-benar terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rules Semeja!
FanficHari ini Rai memakai jepit rambut Lotso nya lagi. Tidak ada yang salah dengan jepit rambut itu, hanya saja afeksi yang di timbulkan membuat Naf'an harus dua kali kerja--menjadi tempat terurainya kegalakan Rai, dan juga mengatur detak jantungnya. Sua...