Sepulang sekolah Rai tidak bimbel dengan alasan sakit. Sudah ijin dengan papa jadi aman. Hari ini ia juga langsung pulang di antar Naf'an. Meskipun sebenarnya Rai membawa motor, tapi Naf'an ngotot mengantarkannya katanya takut terjadi sesuatu. Rai nggak ngerti mengapa tiba-tiba Naf'an jadi sok peduli.
"Lo pulang aja! Bentar lagi nyokap gue juga pulang!"
"Gue tungguin."
"Dihh?? Please deh, Mar, lo kenapa sih??"
"Ya gue pengen nungguin lo aja." Rai membuat ekspresi tidak menyangka nya, kenapa Naf'an begitu menyebalkan. Laki-laki itu menyandarkan tubuhnya pada motor dengan santai, sedangkan kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. Mengamati sekitar. Dulu Naf'an pernah tinggal di daerah sini, jadi mungkin dia ingin menikmatinya suasananya yang sekarang.
Raina memperhatikan Naf'an sambil duduk memeluk lutut di kursi panjang yang di sediakan depan rumahnya. Pagi ini hati Rai patah. Dari weekend kemarin Daniel terus menerus membuatnya senang sampai lupa Dunia. Karena dunianya seolah sudah di penuhi Daniel. Saat itu Rai pernah bertanya pada dirinya sendiri.
Sebenarnya siapa yang ada di hati Rai? Mengapa meski Daniel berada di sisinya masih ada rasa hampa? Kapan terakhir kali jantungnya berdebar karena Daniel. Dan pertanyaan itu terjawab ketika mereka menghabiskan weekend bersama.
Lalu keesokannya, Daniel bilang,"Maaf, Rai, aku nggak bisa lagi melanjutkan hubungan kita."
Padahal Rai sudah yakin perasaannya yang ia punya sepenuhnya untuk Daniel. Dan kemarin-kemarin ketika Rai terus-terusan memikirkan Naf'an barangkali hanyalah godaan-iya, Rai yakin hanya godaan.
Lalu dengan sedikit tergesa Daniel melepaskan genggaman tangannya dan menggantinya dengan paper bag-entah apa isinya, Rai tidak begitu peduli.
Saat itu keberangkatannya di mulai tiga puluh menit lagi dan Daniel harus segera masuk ke gerbong kereta.
Raina? Ia hanya bisa menatap nanar punggung itu. Berdiri mematung dengan berusaha menyadarkan diri. Sekuat mungkin Rai mencoba untuk tidak menangis.
Tapi pertahanannya gagal ketika kereta mulai bergerak pergi--ke Malang. Meninggalkan rasa sakit sampai sesak rasanya, sampai Rai lupa caranya berdiri. Jadi ini yang mau Daniel kasih? Rasa sakit? Rasa ingin melempar Daniel ke tengah rel? Kalau saja Rai tega pasti ia akan melakukannya.
Sekali lagi, Daniel memutuskan hubungan mereka.
Tanpa alasan yang jelas.
Apa salahnya? Apa yang ia perbuat? Jangan-jangan Daniel bisa membaca pikirannya, lalu Daniel berpikiran bahwa ia selingkuh dengan Naf'an. Rai tidak mengerti. Tolong katakan apa yang terjadi.
Pagi tadi Rai hanya berfikir untuk kembali ke sekolah. Karena kalau ketahuan bolos itu ide buruk. Papa pasti marah. Biasanya setelah di hibur mama, Rai langsung mengadu ke Daniel. Biasanya, sesibuk apapun laki-laki itu akan menyempatkan waktunya untuk mengangkat panggilan video bahkan tengah malam sekalipun.
Dua tahun ini.. Daniel banyak mengubah Rai. Lalu kalau bukan Daniel sekarang siapa?
Sekonyong-konyong tubuhnya berjalan di koridor depan kelas tadi pagi, tiba-tiba Naf'an berada di depannya. Berdiri di tengah pintu dengan tatapan terkejut sekaligus khawatir.
"Rai--" dia memanggil. Padahal selama ini ia selalu di sapa 'bocil' entah dari kapan panggilan itu di sematkan padanya. Dari dulu Naf'an selalu enggan memanggil namanya. Pandangan mereka bertemu, mengapa rasanya makin sakit?
Dan air matanya tumpah lagi. Rai dengan tidak tahu malunya juga menumpahkannya di dada Naf'an. Rai tidak memeluk, hanya menumpukan kepalanya di sana sambil berusaha menghentikan air matanya.
Naf'an juga tidak memeluk. Rai tidak berharap, ada orang yang mau menjadi tempat bersandarnya sekarang saja ia sudah bersyukur. Dengan jarak sedekat itu, Rai bisa mendengar jantung Naf'an yang berdebar kencang. Tapi ia tidak ambil pusing, mungkin Naf'an jarang berinteraksi dengan perempuan, Lagipula ibu Naf'an saja berhijab, jadi pasti Naf'an di didik untuk tidak berinteraksi lebih dengan lawan jenis.
Beberapa saat kemudian Naf'an berucap lagi,
"Rai, lo sakit? Gue cari teh anget sama obat dulu, ya? Lo duduk.."Rai. Rai. Rai.
Kenapa tidak setiap hari saja Naf'an memanggilnya begitu? Daripada 'Cil' yang membuat Cila--teman kelas Rai dan Naf'an--salah paham, dikira memanggil dia.
Lalu dengan menurut Rai langsung beranjak dan duduk. Dan Naf'an pergi, di menit ke sepuluh laki-laki itu kembali dengan seporsi pecel, teh hangat, dan Paracetamol. Agak tidak tahu diri ketika Rai menghabiskan sendirian, dan waktunya bisa di bilang singkat. Sejauh itu Rai tidak mendengar pertanyaan, 'lo kenapa?' dari Naf'an. Seperti orang-orang kebanyakan.
Itu membuat Rai merasa ada ruang untuk membuang kesedihannya. Dan baru, ketika Naf'an berceloteh menawarinya ini-itu, Rai jujur saja tentang inti dari apa yang terjadi pagi ini.
"Gue putus, bangsat.."
Dan imbuhan mengumpat saking geramnya dengan Daniel. Si brengsek Daniel. Anehnya Naf'an tidak merespon apa-apa, dan mereka diam sampai jam sekolah berakhir.
Rai menatap langit yang kian menguning. Bias nya masuk di antara awan-awan. Kata Mala itu seperti cahaya ilahi. Dasar emang.
Gadis itu melihat Naf'an mengeluarkan rokok dari saku celananya. "Nyokap lo masih lama nggak? Gue mau nyebat dulu." Dan laki-laki itu mulai menyalakan rokoknya.
Rai tidak mengindahkan pertanyaannya. Ia merebut kotak rokok Naf'an. Mengambil satu batang, dan melemparkan kotaknya kembali ke Naf'an. Beruntungnya dia bisa menangkap dengan gesit. Gadis itu mengapitnya di antara bibir. Dan mendekatkan diri ke arah Naf'an. Membuat laki-laki itu di landa terkejut. Dan Rai bisa membaca itu.
Nyala api di rokok Naf'an di salurkan ke rokoknya.
Rai menjauh, menghisap gulungan tembakau itu sambil memejamkan mata. First time. Iya, ini pertama kalinya Rai merokok. Ia tahu sekarang mengapa Naf'an dan geng nya selalu merokok tiap-tiap mereka ada kesempatan kumpul nongkrong. Jadi ini. Karena rasanya menenangkan. "Sorry.. dari pagi gue kayaknya lancang banget sama lo.."
Naf'an yang bungkam itu malah membuat Rai makin merasa bersalah.
"Gue cuma nggak tahu.. harus apa. Kak Iel itu ngubah hidup gue banget. Dia ngajarin gue berteman-lo tahu 'kan gue nolep dari kecil. Kak Iel bahkan tau rahasia gue yang nggak gue ceritain siapa-siapa. Dan lihat dia tiba-tiba ninggalin gue, gue kayak ngerasa separuh diri gue hilang.."
Mata sembab Raina menatap Naf'an yang menatapnya juga. Gulungan tembakau di sela jarinya hampir setengahnya telah berubah jadi abu. Lalu menjatuhkannya, dia membuangnya. Menginjaknya. seolah itu adalah kak Iel.
Laki-laki itu merogoh saku celana seragamnya. Mengeluarkan satu bungkus cool fever. Ia menyingkirkan anak-anak rambut Rai yang menghalangi dahinya lalu menempelkan plester dingin itu di sana, Naf'an terdiam sebentar, lalu menatap Rai dengan jarak dekat.
"Kalo gitu, gue bantu biar separuh diri lo kembali lagi."
Dia mengambil rokok di tangannya. Melakukan hal yang sama seperti pada rokok miliknya sendiri tadi.
Rai terpaku.
Laki-laki itu melepas hoodie hitamnya dengan aroma Molto yang lekat. Memakaikannya pada Rai dengan telaten. Lalu, Hoodie hitam bertuliskan aksen Jepang itu melekat di tubuhnya.
Hangat.
"Gue pulang dulu ya, nyokap lo udah dateng tuh."
🌷🌷🌷
NOTES:
klo besok up lagi, berarti double up😺🌷⭐
btw happy independence Indonesia dayyy yg ke-78, semoga kita dan negara kita makin berjaya!😺🇲🇨
KAMU SEDANG MEMBACA
Rules Semeja!
FanfictionHari ini Rai memakai jepit rambut Lotso nya lagi. Tidak ada yang salah dengan jepit rambut itu, hanya saja afeksi yang di timbulkan membuat Naf'an harus dua kali kerja--menjadi tempat terurainya kegalakan Rai, dan juga mengatur detak jantungnya. Sua...