Setelah kemarin Rai menuntaskan hukumannya, dan membicarakan hal se-sensitif perasaan bersama Naf'an mereka tidak berbicara apa-apa lagi. Bahkan sampai bell istirahat pertama di hari Rabu mulai terdengar.
Rai hanya merasa ragu, dan takut, dan—oi, ini Naf'an, loh? Kalau Raina benar-benar menyukai Naf'an apa namanya sama saja menelan ludahnya sendiri?
Lagipula tentu saja Rai tidak bisa melupakan Daniel begitu saja. Dua tahun terakhir itu bukan waktu yang sebentar, dan Daniel sudah terlanjur masuk—terlalu dalam—ke dalam hidupnya. Butuh waktu yang cukup lama untuk melupakan orang yang selama ini selalu ada meskipun hanya lewat pesan singkat atau video call. Kecuali kalau Rai memang sudah menaruh perasaannya pada Naf'an sejak lama.
Dan pikiran Rai makin ngelunjak ketika pelukan hangat yang hampir selalu Naf'an berikan saat Rai merasa sedih. Atau saat Naf'an mau mendengarkan cerita-cerita yang ia tutupi selama ini meskipun laki-laki itu tidak pernah merespon apapun, Rai yakin kalau Naf'an mendengarkannya.
Tapi di samping itu, Rai juga membenci Naf'an.
Benci atau iri?
Dua-duanya, sih.
Jadi untuk memastikannya lagi, Rai mencekal lengan Naf'an sudah bangkit siap-siap keluar kelas untuk istirahat. Laki-laki itu menoleh sambil mengangkat kedua alisnya.
"Lo serius, Na?"
Rai lupa kalau Naf'an itu juga bukan cowok nggak peka, jadi dia langsung mengerti apa yang saat ini Rai bicarakan.
"Gue serius, dan kalo lo masih belum lupa sama masa lalu lo, gue bakal bantu. Gue nggak akan kemana-mana."
Rai masih belum siap membalas tatapan Naf'an yang selalu membuat orang salting enggak jelas. Rai itu takut dengan tatapan Naf'an. Takut kalau.. Rai beneran jatuh.
"Tapi gue bakal nyakitin lo." Sahut Rai.
Naf'an melepaskan tangan Rai dan kembali duduk di bangkunya. "Lo tahu kenapa orang kalo jatuh cinta itu jadi tolol?" Rai menggelengkan tidak tahu. "Karena mereka nggak pernah merasa di sakitin, mereka selalu menganggap bahwa inilah pengorbanan."
"Terus?" Tanya Rai.
"Terus? Ya gue bantu lo sampai benar-benar sembuh dari masa lalu." Ada suara, 'kalo gue nggak sembuh-sembuh? Kalo gue nggak benar-benar bisa berdamai sama masa lalu? Kalo gue.. trauma?' Tapi Rai hanya bisa memendamnya dalam hati dan menatap Naf'an lebih dalam lagi.
"Gue benci banget sama lo."
🌷🌷🌷
"Ingat, turnamen sudah ada di depan mata. Jadi tolong persiapkan mental dan fisik kalian untuk latihan lebih giat lagi."
Itu yang coach katakan kemarin sore ketika latihan untuk persiapan turnamen futsal di Malang bulan depan. Naf'an turut bangga sebagai pemain inti yang di tunjuk untuk terjun ke sana. Mungkin kalau ada waktu ia akan tinggal lebih lama di sana untuk liburan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rules Semeja!
FanficHari ini Rai memakai jepit rambut Lotso nya lagi. Tidak ada yang salah dengan jepit rambut itu, hanya saja afeksi yang di timbulkan membuat Naf'an harus dua kali kerja--menjadi tempat terurainya kegalakan Rai, dan juga mengatur detak jantungnya. Sua...