Esoknya Naf'an sudah masuk sekolah. Memang dasarnya Naf'an jarang sakit, pun sekalinya sakit tidak parah-parah banget.
Beberapa teman kelasnya merecokinya saat bahkan baru sampai di ambang pintu. "Ooo, jadi harus di tengokin Rai dulu baru bisa sehat?" Dua gadis itu terkikik. Sedangkan Naf'an hanya memandang canggung tanpa memberikan penjelasan apapun.
Ngomong-ngomong, Naf'an memikirkan mengenai suara tamparan semalam. Sumpah, suaranya keras banget. Ia tidak mendengar kelanjutan dari apa yang ia dengar semalam, karena Naf'an langsung melipir. Mungkin, Naf'an tidak mau mendengar karena ia takut dikira ikut campur. Mungkin juga, Naf'an tidak mau mendengar karena ia tidak tega kalau itu benar-benar kejadian.
Naf'an yang duduk sambil menatap jendela itu tiba-tiba di kejutkan dengan Rai yang mengaca. Tahu, kan? Kaca yang terlihat gelap dari luar padahal yang di dalam bisa melihat dengan jelas. Jadi barangkali gadis itu tidak menyadari kalau Naf'an melihatnya mengaca dengan gaya sok cantik, sok imutnya itu. Dan, aduh kenapa jepit Lotso itu di pakai lagi sih?
Tapi satu yang Naf'an tangkap pagi itu, Rai tampak baik-baik saja. Maksudnya ya Rai terlihat seperti Raina yang biasanya. Tidak seperti tertekan, takut, sedih, muram dan semacamnya.
Lalu setelahnya Rai masuk ke kelas, Naf'an pura-pura tidak tahu apa yang baru saja ia lihat. "Eh, tumben lo pagian datengnya."
"Pagi salah, siang salah, nggak masuk pun gue masih di salahin anjir." Rai tertawa mendengar jawaban Naf'an yang tertekan. Gadis itu duduk di bangkunya sambil mangaca--lagi. "Hari ini ada mapel olahraga tuh."
"Ya terus?" Tanya Naf'an.
"Ya kan lo baru sembuh, Dodol, kuat mau ikutan?"
"Tumben peduli?"
"Jiancok mau lo apa sih sebenarnya, nyet?" Rai mengerang emosi. Ketika suara tawa teman-teman mengisi keheningan keduanya, Naf'an tiba-tiba bertanya, "semalem lo nggak di marahin 'kan?"
Kalau memang orang tua Rai menampar gadis itu, dan reaksinya yang terkesan tidak terjadi apa-apa. Ada dua faktor penyebabnya. Satu, Rai tidak mau orang-orang tau. Dan dua, Rai sudah terbiasa menerimanya.
🔔🎶
Rai memandang sound system kecil yang berada di pojokan atas kelasnya, bell masuk sudah berbunyi. "Apa, Mar?"
Tuhkan, reaksinya, pura-pura nggak tahu. Naf'an hanya memandang aneh. "Lupain."
🌷🌷🌷
Setelah tidak mendengar suara motor Naf'an lagi, mama menuntun Rai untuk masuk, hatinya berdegup kencang, pasti papa sudah menyiapkan ancang-ancang untuk memarahinya.
PLAK!
Masih di ambang pintu. Rai bahkan belum minum, duduk, bernafas lega. "Kamu-" Setelah menampar Rai, pria itu menudingnya dengan geram.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rules Semeja!
FanfictionHari ini Rai memakai jepit rambut Lotso nya lagi. Tidak ada yang salah dengan jepit rambut itu, hanya saja afeksi yang di timbulkan membuat Naf'an harus dua kali kerja--menjadi tempat terurainya kegalakan Rai, dan juga mengatur detak jantungnya. Sua...