🎀🌷💌: Jenguk Naf'an

55 10 0
                                    

Rai belum sempat menanyakan lagi mengenai gambar yang Naf'an buang di laci, laki-laki itu tidak masuk dua hari, di izin sih katanya sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rai belum sempat menanyakan lagi mengenai gambar yang Naf'an buang di laci, laki-laki itu tidak masuk dua hari, di izin sih katanya sakit. Rai lelah menjawab pertanyaan teman-teman kelasnya seperti, "Naf'an sakit apa?" atau, "kapan Naf'an masuk? Belum bayar joki".

Hellow kawan-kawan, ia tidak sedekat itu dengan Naf'an sampai harus tahu detail keberadaan dan keadaannya. Naf'an juga sudah melanggar rules nomor tujuh (berisi: Kalo nggak masuk kabarin!). Meskipun bisa saja Rai menanyakan kabarnya, tapi ia enggan.

Ke-enggan-an itu sekarang berujung karma untuk Rai. "Siapa yang tahu rumahnya Naf'an?" Seluruh penghuni kelas langsung menatap Rai bersamaan. Gadis itu tentu saja terbelalak terkejut, seperti habis mencuri barang di minimarket saja.

Dan dengan (sangat) terpaksa, Rai mengangkat tangan. "Saya, Bu." Bu Sisca-wali kelas mereka, menghampiri bangku Rai. "Bisa tolong gantikan ibu menjenguk Naf'an? Ibu ada rapat mendadak di luar sekolah."

Shittt.

"Tapi saya ada les sore ini, Bu, kalau ibu berkenan bisa ijinkan orang tua saya."

Kalau di pikir-pikir, boleh lah, kapan lagi bisa bolos les tanpa harus kabur-kaburan seperti dulu. Bu Sisca menimbang-nimbang sebentar, "boleh, nanti saya ijinkan orang tua kamu. Kalau kamu mau mengajak teman kelas kamu juga nggak papa, nanti ibu juga kasih uang untuk beli buah tangan." Rai mengangguk antusias.

Tidak sabar bolos les.

🌷🌷🌷

"Halo, Raina. Saya sudah izinkan ke ayah kamu, di perbolehkan tapi jangan lama-lama kamu harus tetap les hari ini." Rai hanya mengiyakan lalu memutus panggilan dari Bu Sisca.

Gadis itu mendengus sebal lalu menjalankan motornya kembali ke arah rumah Naf'an. Tahu begini tidak usah jenguk sekalian, kan jadi dua kali kerja. Saat di dekat rumah Naf'an gadis itu memelankan motornya, melihat lihat barangkali salah tempat.

Ini kedua kalinya Rai ke rumah Naf'an, dulu kalau tidak ada kerja kelompok saat kelas enam SD juga Rai enggan. Kalau Rai tidak sering lewat sini kemungkinan ia bisa lupa seluruhnya jalur-jalur ke rumah Naf'an.

Rai merasa lega ketika menemukan Naf'an mengeluarkan motornya. Laki-laki itu menoleh. "Loh, Cil?"

"Apa?" Gadis itu melihat penampilan Naf'an yang menurutnya melokal sekali. Celana pendek hitam se-dengkul, kaos bola, dan rambutnya yang agak berantakan. Wajahnya terlihat sedikit pucat.

"Assalamualaikum dulu kek!" Rai mendengus. "Assalamualaikum, Naf'an nya ada di rumah enggak?"

"Adaaa." Jawab seseorang dari belakang. Rai melongokan kepalanya ke dalam. "Lo masuk dulu deh, gue mau beli ke warung bentar."

"Lohh kok lo ninggalin gue sih?"

"Bentar doang." Naf'an memutar motornya dan pergi. Tiba-tiba ia di landa kikuk. Apalagi ketika perawakan seorang wanita keluar dari dalam. Wajahnya mirip dengan Naf'an. "Loh? Temennya Mas, ya? Ayo masuk, kok malah di depan." Rai mengangguk kaku, melepaskan sepatunya dan masuk.

"Namanya siapa? Kayak pernah.."

"Saya Raina, Tante." Ibu Naf'an memasang ekspresi terkejutnya, "Raina?? Temen TK Naf'an? Ya Allah, makin cantik kamu, nak." Rai meringis kaku, tidak di sangka ibu Naf'an masih ingat dengannya. "Oh, ini ada bingkisan sedikit dari kelas, Tante, buat Naf'an." Gadis itu menyodorkan paper bag ke arah Ibu Naf'an.

"Repot-repot aja."

"Naf'an sakit apa, ya, Te?"

"Biasa lah, panas sama flu, cuaca kan lagi pancaroba begini, kamu juga jaga kesehatan ya?" Rai tersenyum mengiyakan. "Sebenarnya belum sembuh betul tuh anaknya, karena nggak ada yang Tante suruh buat beli gula, Eca kan belum pulang."

"Belum pulang?" Rai membeo.

"Iya, ada ekskul hari ini." Ratna--ibu Naf'an menepuk jidatnya pelan, "aduh, lupa, kamu mau minum apa, sayang?"

"Nggak usah repot-repot, Tante!"

"Gapapa, air doang." Ratna berlalu menuju dapur, bersamaan dengan suara motor yang datang. Benar saja itu Naf'an, anak itu mengucap salam dan langsung berlalu ke dapur menaruh gula. Lalu kembali ke ruang tamu lima detik setelahnya.

"Cie ada yang kangen gue."

"Apasih! Kalo ga di suruh Bu Sisca juga gue ogah nengokin lo." Jawab Rai, ketus. Naf'an malah di buat tertawa. "Nyesel gue sebangku sama lo, di--"

"Apa?! Kak Rai sama Mas sebangku?!" Keduanya menoleh bersamaan ke arah pintu, dimana ada Eca yang baru saja pulang dengan tas berat juga raket badminton.

🌷🌷🌷

"Terus, Mas itu jatoh tau dari sepedah! Namanya karma instan kan ya itu, Kak? Hahahaha!!" Kedua gadis itu tertawa keras, di susul dengan tatapan penuh benci dari Naf'an. "Roasting aja terus."

"Kapan lagi ngeroasting mas ada temennya! Iya nggak, Kak?"

"Yoi."

Sial, klop banget mereka ini. Naf'an melirik jam di ponselnya yang menunjukkan pukul delapan. "Cil, udah malem. Pulang sana."

"Loh?? Cepet bangett?" Rai terkejut.

"Ih, mas kok ngusir sih! Kak Rai jangan pulang dong, nginep aja sekalian." Naf'an yang melotot. "Aduh, kapan-kapan, ya, Ca?" Eca melengkungkan bibirnya, lalu berlalu ke dapur karena di panggil ibu.

Sedangkan Rai membereskan barang-barangnya sambil menerka-nerka seperti apa rupa papa sekarang. Atau bagaimana wajah khawatir mama yang menunggu. Naf'an tiba-tiba mendekat, turut membantu memasukkan powebank serta beberapa jepit rambut ke dalam tas Rai. "Lo nggak di marahin, kan?"

"Nggak." Semoga.

🌷🌷🌷

Dulu, saat pengambilan raport kenaikan kelas empat, Naf'an pernah melihat Rai di marahi oleh ayahnya di parkiran. Padahal setahunya Rai rangking dua di kelas. Sangat berbeda jauh dengan Naf'an yang peringkatnya dua puluh lima dari tiga puluh enam siswa.

Ibu sabar, bapak santai. Faktor yang mendukung hidup Naf'an tidak merasa terkekang. Meskipun Eca jauh lebih baik dari segi pendidikan seperti kerap masuk sepuluh besar, Ibu tidak pernah membandingkan anak-anaknya. Beliau tahu, setiap anak mempunyai kapasitas dan kemampuan masing-masing.

Dan kejadian Rai di marahi seperti saat itu, Naf'an harap hanya melihatnya sekali seumur hidup, seperti sekarang nasibnya seolah di pertaruhkan.

Ceklek!

Pintu terbuka saat menampakkan seorang wanita paruh baya seumuran Ibu keluar dari rumah Rai. "Kok malem, sayang?" Tanyanya.

"Abis jenguk Naf'an, ma, terus di ajak ngobrol sama main Eca sama mamanya Naf'an juga." Jawab Rai sambil melepas sepatu. "Eh, Mar, gak mau masuk?"

"Gue.. langsung aja, ya?"

"Oh, oke." Jawab Rai sekenanya.

"Pulang dulu, Te."

"Aduh jadi ngrepotin di anterin segala. Padahal Rai bawa motor, loh." Naf'an melempar senyum manisnya lalu menyalimi mama Rai.

Naf'an berlalu, menghidupkan motornya. Tapi belum benar-benar pergi dari depan gerbang rumahnya Raina, laki-laki itu mendengar suara tamparan keras dari dalam rumah gadis itu.

🌷🌷🌷

Rules Semeja!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang