Aroma brown sugar bercampur coklat kian menguat ketika Naf'an masuk ke dalam ruang tamu rumahnya. Kedua aliasnya naik begitu melihat tas sekolah milik Raina tergeletak di sofa ruang tengah. Bisa di pastikan bahwa gadis itu adalah cewek yang cekikikan di dapur bersama Eca saat ini.
Baru laki-laki itu akan bergerak ke dapur, ada suara dering telepon di nakas ruang tengah, lalu di susul dengan kehadiran Rai yang terkejut melihat keberadaannya. "Loh, Damar-maksud gue, Naf'an!" Gadis itu menepuk-nepuk bibirnya sendiri karena salah sebut nama orang. Mana bapaknya Naf'an juga lagi di rumah.
"Kenapa pulang?"
"Kenapa gue nggak boleh pulang ke rumah gue?"
Shit, Raina. Ngapain pake nanya pertanyaan yang udah jelas ada jawabannya. Gadis itu gelagapan.
Drrrt drrrt
Ponsel Rai berdering lagi. "Halo?"
"Lagi dimana? Kok belum pulang anak mama?" Rai menatap Naf'an. "Di rumah Naf'an. Tadi kunci backup nya ketinggalan di rumah, Rai keburu laper kalo nungguin mama, jadi pergi dulu buat nyari makan."
"Bukannya kata kamu Naf'an masih di Malang?"
"Tadi ketemu Eca di warung Soto, kan aku belinya deket SMP dulu terus di ajak kerumahnya." Setelah itu mama memberi pesan agar pulang tidak terlalu malam, lalu menutup sambungan telepon mereka. Kini tatapannya beralih pada Naf'an yang sudah duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. "Katanya pulang besok?" Yang di tanya mendongak.
"Maunya pulang cepet, gimana dong?" Rai memutar bola matanya malas, kemudian melengos pergi ke arah dapur. "Wah wah wah.. berasa rumah sendiri ya sekarang."
Rai tak mengindahkan dan tetap berjalan. "Kak! Udah mateng!" Eca berseru riang sambil membuka oven yang lampunya sudah mati. Menandakan bahwa brownies cookies yang mereka buat benar-benar matang.
"Mau dooong!" Naf'an berjalan mendekat.
"Loh, mas??"
"Kamu juga kaget 'kan, Ca? Tiba-tiba dia pulang?"
"Iya, katanya 'kan besok." Naf'an mendudukkan dirinya di kursi meja makan sambil mencomot cookies yang masih panas. "Emang beneran nggak di harepin dah." Matanya melebar ketika merasakan cookies yang ia gigit berada di mulutnya. "Gila, enak banget! Sejak kapan lo bisa bikin ginian, dek?"
"Kak Rai, lah! Aku cuma bantuin dikit-dikit."
Gadis yang merasa di sebutkan namanya menoleh.
Raina, entahlah, entah bagaimana ceritanya Naf'an bisa jatuh pada gadis itu. Awalnya hanya merasa candu menggodanya, membuatnya marah. Semua yang kita lakukan pasti di dasari dengan alasan. Tapi apa alasannya Naf'an bisa suka dengan Rai?
"Nanti pulangnya gue anterin." Ujar Naf'an membuat eye contact mereka terputus. Sebenarnya dari permintaan Naf'an tadi seperti berbicara, 'ada yang mau gue omongin.'
"Gue bawa motor."
"Biasanya juga kayak gitu, 'kan?" Naf'an beranjak sambil menelan potongan besar cookies di tangannya. "Kwlo lo gamwau gwe awntwerin gwabwoleh pwulang!"
"Ngomong apaan sih?!" Eca menatap laki-laki yang berbeda setahun dengannya itu dengan bingung. Lalu anak itu kembali fokus meletakkan cookies ke dalam toples.
"Beneran, nanti lo harus pulang sama gue."
"Biar apaan sih?"
"Biar lo tahu mantan lo nggak seburuk itu."
🌷🌷🌷
Rai menatap kosong kotak tissue di atas meja setelah mendengar cerita Naf'an tentang Daniel.
"Terus..?"
"Apa? Bang Daniel mau nggak mau nikahin si ceweknya." Naf'an menatap Rai yang gelisah. "Lo percaya?" kali ini Naf'an bertanya dengan sedikit hati-hati. Tapi Rai hanya membalasnya dengan gelengan kepala. Gadis itu menundukkan kepalanya, barangkali menahan air matanya yang sudah siap keluar kapan saja. "Gue nggak mau bahas dia lagi. Jangan bicarain dia, lo fokus aja sama tujuan lo."
Naf'an diam. Agak menyesal mengajak Rai bicara sedangkan makanan di meja belum dia sentuh sejak tadi. "Gue mau pulang."
Naf'an menegakkan tubuhnya. "Gue anter, ya?"
"Gue bawa motor, Na."
Pada akhirnya Rai hanya menghela nafasnya dan membereskan barang-barangnya. Kalau saja tadi ibu, bapak dan Eca tidak keluar karena kondangan mungkin Naf'an tidak akan membahas ini. Topik berat tidak seharusnya di bicarakan saat ramai-ramai.
🌷🌷🌷
Raina sudah pulang. Naf'an bahkan mengantarkannya sampai ke rumahnya dengan selamat.
Kini giliran Naf'an yang bukannya langsung pulang dan istirahat malah kelayapan tanpa tentu arah. Ia bingung, entah siapa yang harus Naf'an percayai.
Di saat random memilih kedai kopi, ia justru di pertemukan dengan Mala yang duduk sendirian di ujung ruangan dekat rak buku. Dengan satu cup minuman-entah apa namanya-yang masih utuh di atas meja.
Setelah memesan, Naf'an langsung menghampiri Mala. Membuat gadis yang awalnya terdiam melamun itu mendongak terkejut.
"Hih, kaget! Gue kira siapa."
"Lagian sendirian aja. Pada kemana temen lo?" Mala memutar bola matanya malas lalu mengabaikan Naf'an dengan menyeruput minumannya. "Abis dari mana sih lo? Bukannya harusnya masih di Malang, ya?"
"Udah pulang lah."
"Terus?"
"Tadi nganterin temen lo pulang, terus gabut, ya udah ketemu lo di sini." Mala mengangguk-angguk. Tentu tahu siapa yang Naf'an maksud sebagai 'temen lo' itu.
Mereka saling mengenal bahkan sebelum menginjak bangku SMA. Hanya beda sekolah saat SMP, anggap saja teman satu tongkrongan saat malam minggu. Ada satu fakta mengenai Naf'an dan Mala tanpa orang-orang ketahui
Keduanya pernah dekat.
Terdengar tidak masuk akal. Mala pun terkejut saat melihat list PPDB dulu, dengan nama Naf'an di sana. Apalagi ketika mengetahui mereka satu kelas.
Naf'an menyilangkan tangannya sambil menyenderkan punggungnya pada kursi. Sedangkan Mala mengamati temannya itu. Presensi nya cukup mengagetkan mengingat mereka jarang sekali berbicara berdua. Apalagi di sudut cafe yang sepi pengunjung ini.
"Rai itu udah di sakitin berkali-kali," Mala menjeda, "jadi gue harap lo nggak akan nyakitin dia seperti orang-orang yang udah pergi sebelumnya." Ada hela nafas lelah dari Mala di akhir.
"Kalo emang beneran lo serius sama dia." Mala melanjutkan.
Naf'an tidak pernah merasa se-tricky ini dalam menilai seseorang. Selain Rai, Mala adalah cewek kedua yang sulit di mengerti. Maksudnya. Tujuannya. Bahkan tatapan yang selalu gadis itu berikan.
"Tapi sebelum gue seriusin Rai. Lo juga harus jujur sama diri lo dan gue. Bilang kalo perasaan lo nggak pernah benar-benar hilang ke gue."
Dan sekali lagi, Naf'an mendapatkan tatapan itu.
🌷🌷🌷
NOTES:
JADI RAI ATAU MALA, FAN??
pantes kayak ada yg ketinggalannn kemarenn ternyata blom up😺
KAMU SEDANG MEMBACA
Rules Semeja!
Hayran KurguHari ini Rai memakai jepit rambut Lotso nya lagi. Tidak ada yang salah dengan jepit rambut itu, hanya saja afeksi yang di timbulkan membuat Naf'an harus dua kali kerja--menjadi tempat terurainya kegalakan Rai, dan juga mengatur detak jantungnya. Sua...