"Naf'an nggak mau masuk dulu? Tante bawa bolu pisang loh." Naf'an menggaruk tengkuknya dengan canggung.
"Udah sore, Tante. Rai juga harus istirahat. Badannya panas dari pagi." Mama Rai melirik anaknya yang diam. Lucunya, saking besarnya Hoodie Naf'an sampai Rai seperti tenggelam. "Aduh.. maaf, ya? Pasti ngerepotin banget anaknya?"
"Enggak kok, Tante. Rai nurut hehe." Cengiran Naf'an membuat mama ikut tertawa. "Hahah oke, lain kali kita harus ngobrol, ya? Kita bongkar aib Rai." Mata Rai langsung melebar. "Mama apaan sih!"
"Apasih ikut aja. Ini kan urusan mertua dan mantu. Kamu nggak di ajak."
HAH??
WHAT??
Mama langsung tertawa begitu melihat wajah bingung, malu dan canggung kedua anak SMA di depannya. "Bercanda~ tapi kalau mau beneran juga gapapa."
"Oke.. hehe." Naf'an menyalami mama Rai yang ternyata mendapat bingkisan berupa bolu pisang. Wanita itu mencarikan bungkus lain dengan masuk ke dalam rumah. Dan kini, mereka di tinggal berdua dengan suasana canggung.
"Soal yang mama bilang, maaf ya.. dia emang suka heboh."
"Kalo beneran nggak apa-apa tapi—kata nyokap lo." Rai menyikut perut Naf'an dengan lengannya, membuat laki-laki itu mengaduh. "Pulang sana."
"Gue lagi nungguin bolu."
"Dasarrr!" Rai menendang kerikil-kerikil kecil di atas paving. "Kenapa, ya, gue tuh kok benci banget sama lo. Kenapa gitu? Alasannya apa? Tiap muka lo gue selalu pengen nyakar. Ngamuk, pokoknya nyebelin deh." Naf'an ikut mengamati kerikil-kerikil di bawah sepatu mereka sambil terkekeh. Langit kian menjingga, ketika Rai mendongak. Ia jarang bertemu senja. Biasanya saat senja Rai hanya bertemu soal-soal menyebalkan.
"Gapapa, tiap benci pasti ada alasannya, dan gue nggak pernah nyuruh orang buat suka sama gue. Tiap orang kan beda-beda." Naf'an mendongak. "Lo nggak di marahin kan nggak bimbel?"
"Enggak.."
Naf'an sedikit mendekat. "Lo jangan nangis terus, ya? Sedih boleh, tapi jangan berkelanjutan.. kalo emang kalian nggak bisa bareng lagi, berarti dia bukan yang terbaik buat lo." Mereka bertatapan sebentar lalu Rai mendengus. "Kenapa lo peduli sih? Emang ada urusannya sama lo?" Sungut Rai.
"Gue--"
"Nah!" Mereka berdua menoleh ketika mama keluar dengan senyum lebarnya. "Dimakan ya? Sering-sering ke sini juga. Sampaikan salam ke mama kamu juga ya, nak?" Naf'an salim dan tersenyum. "Iya Tante makasih banyak."
"Tante juga, terimakasih udah anterin Rai." Wanita itu merangkul anaknya dari samping.
Mama Rai dan anaknya melambaikan tangan ketika Naf'an menekan klakson, pertanda bahwa laki-laki itu segera pergi.
Dan punggung lebar yang membawa pulang Rai hari ini, yang berbagi rokok, yang menempelkan plaster penurun panas di keningnya, laki-laki pemilik Hoodie hitam yang terkesan wibu sekali itu sudah pergi.
"Sopan ya Naf'an itu. Pasti di didik dengan baik." Mama menoleh ke arahnya. "Ya." Jawab Rai sekenanya.
"Eh kamu bau rokok nggak sih?" Mata Rai sedikit melebar. "R-rokok?"
"Iya!" Mama mengendus-endus, "ini kali, ma, h-hoodie punya Naf'an, dia kan ngerokok.." Rai memegang ujung Hoodie Naf'an sambil menyodorkannya pada mama. "No. Ini.. nafas kamu!"
"..."
"Kamu.. habis ngapain pas mama tinggal tadi?" Rai terdiam sebentar sambil mikir. "Tadi..?"
"Iya, kamu pasti..." Mama membentuk jari-jari kedua tangannya menguncup, memperagakan dua orang yang berciuman. "Hah?? Ihh mama enggak lah!"
"Ngaku kamu!!"
"Ihh enggak!" Gadis itu sekonyong-konyong berjalan masuk dengan langkah berdentum-dentum. Lebih baik Rai di tuduh habis merokok daripada--apa tadi? Berciuman? Dengan Naf'an lagi!
ARGHHHhh dunia makin gila sepertinya.
🌷🌷🌷
Ibu mengerutkan keningnya ketika mendapati kardus bolu pisang di meja makan. Bersamaan dengan Naf'an yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dengan handuk menggantung di leher, telanjang ada dan kolor bola yang membalut bagian bawahnya.
"Dari siapa?" Tanya Ibu. "Itu, mama nya Rai."
"Tumben, katanya nggak suka, koyok nempel terus." Ibu tertawa sambil menaruh beberapa belanjaannya di kulkas. "Ya masa mas tega ninggalin orang sakit sendirian? Cewek lagi. Katanya harus sering bantu orang."
"Itu mah mas yang modus!" Tiba-tiba Eca yang baru saja keluar dari kamar menyahut omongan kakaknya. Sekaligus mencomot bolu pisang. Ibu tergelak mendengar sahutan Eca.
"Diem lo, bocah." Dengus Naf'an.
"Dua bulan lalu mas bilang katanya kak Rai udah punya pacar? Kok berani deket-deket?" Naf'an menatap adiknya dengan pandangan tidak suka. "Gue nggak deket sama dia, harus bilang berapa kali sih?"
"Kali aja, mas khilaf."
Naf'an berdecak. "Di sunat dua kali gue sama bapak kalo khilaf." Ibu dan Eca tertawa. Memang satu hari tidak menjahili Naf'an itu sepertinya tidak bisa.
🌷🌷🌷
Rai menatap dirinya di cermin kamar yang full body. Mengamati outfit nya. Rok sekolah yang hampir tenggelam karena Hoodie kebesaran milik Naf'an. Rambut yang sepertinya nggak lepek-lepek amat karena hari ini tidak banyak beraktifitas di luar. Dan plaster penurun panas yang biasanya buat bayi.
Kenapa ya.. rasanya nyaman menggunakan barang-barang ini?
"Rai! Ada Kai sama Mala!" Ucap mama tepat di depan pintu kamarnya. Rai melebarkan matanya. Loh?? Mereka kok nggak bilang mau ke sini?? Ini Hoodie nya gimana?
Ceklek
Pokoknya Rai panik. Dan sialnya.. Rai lupa mengunci pintu kamarnya.
"Raiiii! Ih lo sakit apa? Kok bisa sih?"
"Kenapa nggak ngabarin kalo sakit?? Naf'an juga nyebelin baru bilang!"
Rai menatap kedua temannya. "Mana sempat, gue lemes banget tadi.."
"Mama tinggal dulu, ya, mau bolu pisang nggak? Tadi Tante beli agak banyak." Kai dan Mala mengangguk antusias. "Damar ngabarin kalian?" Mereka mengangguk. "Lucu banget pake cool fever." Ucap Kai sambil mengusap plester nya.
"Wait.." Mala berdiri, men-scan Rai dari atas sampai bawah. "Kayak familiar nggak sih sama Hoodie nya? Lo cewek kue banget! Meskipun kayak nggak sinkron, tapi lemari lo dengan baju warna hitam itu bisa di hitung."
Kai membekap mulutnya, "gue pernah liat Naf'an nongkrong pake Hoodie ini! Ngaku ini punya Naf'an kan?"
Rai harus jawab apa?
"Raiii, kak Iel lo kemanain??" Mendengar nama itu Rai langsung seperti di kerumuni awan hitam.
"Gue putus sama kak Iel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rules Semeja!
FanfictionHari ini Rai memakai jepit rambut Lotso nya lagi. Tidak ada yang salah dengan jepit rambut itu, hanya saja afeksi yang di timbulkan membuat Naf'an harus dua kali kerja--menjadi tempat terurainya kegalakan Rai, dan juga mengatur detak jantungnya. Sua...