Mereka duduk di pinggir lapangan, menunggu Mala dan Kai yang katanya mencarikan minum. Tapi belum kembali hingga saat ini.
Kepedihan masih di rasakan Rai. Dia hanya diam menatap lapangan basket yang kosong hari ini. Hanya terlihat beberapa daun yang terseret angin di sana. "Gue benci papa. Tapi gue juga sayang papa." Rai berucap lirih.
"Dari kecil gue nggak pernah deket sama dia. Papa selalu terlihat nggak suka lihat gue. Bahkan untuk duduk di meja makan bareng papa buat makan malam atau sarapan bisa di hitung jari.
"Papa nggak pernah peduli gue. Papa cuma kelihatan baik waktu ada temen yang ke rumah. Gue bahagia kok meskipun apa yang papa lakuin itu cuma pura-pura." Air mata Rai menetes lagi. Naf'an bisa melihatnya. Tapi ia tidak bisa menghapusnya. Jadi dengan kasar, gadis itu menghapusnya sendiri. Dengan lengan cardigan warna ungu yang ia pakai hari ini.
"Waktu kelas 3 SD ranking gue pernah turun. Padahal gue ranking 2. Hari itu gue seneng papa yang ambilin raport gue. Tapi lihat dia narik gue ke parkiran dengan kasar, itu jelas bukan pertanda baik. Di parkiran gue di marahin habis-habisan. Tapi kenapa, ya.. gue nggak bisa nangis. Masa kecil gue jarang banget nangis. Tapi gue melampiaskan itu semua ke marah. Tapi karena gue nggak bisa marah-marah, gue cuma bakal ngepalin tangan sambil banyak banyak menyebut nama Tuhan dalam hati." Rai mengelap air matanya lagi. "Waktu itu gue lihat lo merhatiin gue sama papa."
Naf'an menoleh terkejut. "Selain benci, gue juga malu seandainya lo denger apa yang papa bilang ke gue. Kalo lo denger.. gue harap lo lupain, ya.
"Gue pikir itu yang terakhir. Setelah itu papa jadi makin ngekang gue, gue di suruh bimbel ke sana ke sini. Capek? Banget. Tapi gimana, gue yang selalu pengen deket sama papa ini akan ngelakuin segala cara. Tapi papa nggak pernah ngelirik gue. Papa cuma bakal ngelirik nilai gue yang turun. Tapi lirikan papa itu.. mukul gue.. marahin gue..
"Gue makin benci sama lo waktu lo tanya ke gue, "Lo nggak di marahin, 'kan?". Lo pikir aja, tolol. Andai lo tahu gue selalu di marahin. Andai lo tahu papa selalu mukul gue.
"Gue capek, tapi gue harus apa.. yang tahu kejamnya papa cuma Kak Iel sama mama. Dia selalu nawarin gue buat lapor ke polisi. Tapi gue nolak, karena.. gimanapun dia ayah gue. Dan gimanapun gue sayang papa.
"Tapi kenapa, ya.. papa nggak sayang gue? Kenapa papa sekarang ninggalin gue? Gue butuh jawaban, Mar. Lo ada?" Naf'an diam mematung. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ada di benaknya selama ini akhirnya terjawab. Dan Rai selalu punya jawaban atas pertanyaannya entah sengaja atau tidak.
Dan Naf'an juga ingin menjawabnya. Andaikan ada.
"Andai, Rai.. andai gue bisa jawab pertanyaan lo. Tapi nggak ada. Gue nggak tahu.."
Sore itu Rai menangis lagi di pelukan Naf'an. Sampai mereka bubar karena Kai dan Mala kembali setelah mencarikan minum.
🌷🌷🌷
KAMU SEDANG MEMBACA
Rules Semeja!
FanfictionHari ini Rai memakai jepit rambut Lotso nya lagi. Tidak ada yang salah dengan jepit rambut itu, hanya saja afeksi yang di timbulkan membuat Naf'an harus dua kali kerja--menjadi tempat terurainya kegalakan Rai, dan juga mengatur detak jantungnya. Sua...