🎀🌷💌: Yang belum selesai.

52 8 4
                                    

"Tapi sebelum gue seriusin Rai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tapi sebelum gue seriusin Rai. Lo juga harus jujur sama diri lo dan gue. Bilang kalo perasaan lo nggak pernah benar-benar hilang ke gue."

Naf'an sadar. Tidak seharusnya ia mengatakan hal itu pada Mala. Tapi sejujurnya ia mulai jengah dengan tatapan Mala yang terkadang seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi tak terucap sebab dengan bersamaan Rai mulai selalu berada di dekat nya.

Mungkin itu yang membuat Mala sungkan untuk mengatakan yang sebenarnya. Kejadiannya terulang terus tiada habisnya. Sampai di pertemuan tak sengaja mereka ini terjadi.

"Iya, lo bener. Gue emang nggak pernah benar-benar ngelepasin lo." Mala menjeda. Naf'an menghembuskan nafas pendek.

"Terus cowok lo? Selama ini yang lo jadiin mainan sebenarnya dia atau gue sih, Mal?"

Tentu saja Naf'an penasaran. Sangat penasaran. Mereka dekat selama hampir lima bulan, lalu seminggu terakhir sebelum ujian kenaikan kelas Mala justru balikan dengan mantan pacarnya, mereka asing. Dan di pertemukan kembali saat Masuk SMA.

"Gue tau, Fan, gue tau. Gue jahat, gue nggak tahu diri, gue tolol-"

"Stop it." Naf'an mengangkat tangan kanannya. Memberi kode agar Mala berhenti mencaci dirinya sendiri. "Iya, bagus kalo lo sadar, gue nggak akan maksa buat lo hilangin perasaan yang lo punya. Tapi di sini, lo udah tahu kan jawabannya? Dan gue akan berakhir dengan siapa?"

Mala meremat gelas minuman. Tanpa mengeluarkan suaranya, kepalanya nya sudah berteriak menyuarakan nama Raina kencang-kencang. Orang-orang benar. Kesempatannya tidak datang dua kali, begitu pula dengan orang baik seperti Naf'an.

"I'll going to stopped, Fan. Gue janji.."

🌷🌷🌷

Rai tahu, sejak kecil sosok yang selama ini ia panggil dengan sebutan Papa itu hampir tidak pernah meliriknya. Presensi nya seolah hanya di buat untuk membuatnya bangga--di depan banyak orang seperti kolega, ya, ia rasa seperti itu.

Dari luarnya, yang Rai tahu adalah papa yang tidak pernah menyayanginya. Papa yang selalu absen dari meja makan saat sarapan dan makan malam. Papa yang selalu memberinya tatapan dingin. Papa yang kasar karena Rai bolos bimbel atau saat nilainya turun.

Tapi sungguh--di balik itu semua, seberapa kasar papa, seberapa dingin papa, ia selalu menyayangi papa. Meskipun Rai mendesis benci, meskipun Rai mendesis sakit dan selalu memohon ampun, Rai hanya ingin menjadi anak gadis yang di sayangi oleh ayahnya, seperti kebanyakan orang-orang.

Hari ini Rai mengetahui fakta yang sebenarnya. Berkat pria itu yang kembali ke rumah untuk mengambil pakaian yang tersisa di lemari.

"Dengar, aku udah capek sama semua ini. Aku pikir aku bisa menerima Anak Itu, tapi semakin lama, aku semakin melihat dia, semakin aku benci."

Mama hanya menangis sesenggukan. Tidak menoleh kiri kanan. Jadi kenapa papa benci aku? Kenapa dia nyebut aku Anak Itu? Aku bukan anak papa?

Masih banyak pertanyaan lain yang perlu di jawab. Dan jawabannya hanya ada pada papa.

"Bilang sama Joseph, harusnya dia bertanggungjawab atas semua yang dia lakukan!! Bilang kalau anaknya udah besar! Tunjukkan Rai di depan bajingan itu biar dia tahu anaknya selalu membanggakan, anaknya yang selalu ranking satu di kelas, anaknya bukan pembawa sial. Sayangnya, bukan aku ayah kandungnya..."

Rai menutup pintu kamar sepelan mungkin. Sebisa mungkin tidak membuat suara, agar orang-orang mengira ia sudah terlelap sejak berjam-jam yang lalu.

"Kenapa hidup gue jadi berat gini ya? Apa salah ya gue minta buat bahagia?" Gadis itu terduduk di lantai memeluk kedua lututnya, menyandarkan punggung rapuhnya pada pintu.

Memangnya siapa yang meminta semua ini terjadi? Rai minta? Mungkin ini yang di sebut Jatuh-Bangun-nya hidup.

Suatu saat, ketika Rai termenung mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya, ia akan merasa bangga dengan apa yang sudah ia lewati, pasti banyak pelajaran yang ia dapatkan.

Papa kembali bersuara. Mama kali ini ikut menyahut. Mereka tidak bertengkar, mungkin mama juga mengerti posisi papa.

Lalu soal nama asing yang keluar dari mulut Papa, mungkin Rai akan mencarinya, sedikit demi sedikit. Soal ayah kandung Rai yang sebenarnya. Bagaimana perawakan sosok bajingan yang seperti papa bilang itu.

Dan selama ini, ternyata mama sudah tidak memiliki rahim lagi. Di saat Rai lahir, di barengi dengan penyakit kronis yang mengharuskan rahimnya di angkat.

Jadi pilihannya. Rahim atau mati.

Itu alasan mengapa papa tidak mempunyai anak dengan mama, itu juga alasan mengapa semua tanggung jawab membanggakan orang tuanya hanya ada di pundak Rai.

Katanya, saat mama kuliah di Jerman dulu pernah datang di Birthday Party temannya sekaligus perayaan kelulusan mereka setelah sidang kemarin. Yang ia percaya, mama adalah wanita baik-baik, tidak mungkin mama bisa drunk tanpa ada yang iseng. Dan selanjutnya, pria bernama Joseph ini lah yang mengantarkan mama pulang, tapi karena tidak tahu pin kamar mama, akhirnya beliau membawa mama ke apartemennya. Dan berakhir--oke, tidak usah di lanjutkan. Rai muak menjelaskannya.

Dua Minggu setelahnya mama pulang ke Indonesia. Perantauan nya telah selesai. Dan itu di sambut bahagia oleh orang-orang di sekitarnya. Sambutan itu termasuk Mereka (papa dan mama) di jodohkan. Semuanya memang terasa begitu cepat. Tidak ada pendekatan, karena kedua orang tua papa dan mama sama-sama menyakini bahwa mereka sudah dekat karena teman kecil.

Hell, no. Papa dan mama bahkan sudah lama tidak pernah saling menerima kabar masing-masing. Tahu-tahu di jodohkan.

Dua bulan berikutnya. Atau satu bulan setelah pernikahan mereka berlangsung--mama hamil. Berusia dua bulan.

Setelah di telisik kembali. Itu adalah anak hasil perbuatan tidak senonoh antara mama dan pria bernama Joseph. Papa berfikiran akan program anak kedua setelah Rai lahir, papa dengan baiknya mau menerima Rai meskipun bukan anak kandungnya. Tapi tidak sesuai keinginannya, mama yang mengharuskan mengangkat rahimnya dan terpaksa tidak bisa mempunyai anak lagi.

Semua informasi ini Rai serap hari ini. Di jam 3 pagi, saat seharusnya Rai masih tertidur agar besok tidak mengantuk saat sekolah. Tapi ia mana peduli.

Mungkin ini maksud di balik sikap papa yang tiba-tiba berubah saat itu. Rai hanya belum di ceritakan versi lengkapnya. Mungkin mama takut mengecewakan Raina. Mungkin juga mama takut Rai merasa bahwa dirinya adalah anak yang tidak patut di cintai dan mendapat kasih sayang dari seorang ayah.

🌷🌷🌷











NOTES:
Apa aku up nya tiap Senin Kamis aja ya mulai sekarang, biar cepat selsai, bentar lagi mw end soalnyahh😺

Rules Semeja!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang