33. Tidurlah dalam damai

266 31 23
                                    

Happy Reading

.

.

.

Mohon perhatiannya ya, membaca chapter ini diharapkan sambil mendengarkan lagi Ulala Session - With my tears (OST Persevere Goo Hae Ra) biar apa ? biar moodnya bagus. dan juga sedia tisu ya... cukup sekian dan terima kasih.

.

.

.

"Bisakah kita berbagi rasa sakit ? Rasanya tidak adil saja, selama ini kau sangat menderita. Sedangkan aku yang terlalu banyak dosa dan kesalahan justru hidup baik-baik saja." ujar seseorang dengan suara parau ketika sang sahabat kembali siuman, meskipun hanya dapat terbaring lemah dengan beberapa alat yang menempel ditubuhnya.

Orang yang diajak bicara hanya dapat diam. Walaupun sebenarnya ia sangat ingin sekali menjitak kepala sang sahabat yang sama sekali tidak ada rasa syukurnya atas kehidupannya. Seharusnya sahabatnya ini lebih bersyukur karena dikelilingi oleh orang-orang yang teramat sangat menyayanginya dari semenjak terlahir kedunia, dan ya tidak seperti dirinya yang memang harus butuh perjuangan sampai pada titik saat ini.

Bukankah setiap manusia yang hidup dimuka bumi telah diberikan garis takdir oleh Tuhan yang berbeda-beda, kan? Dan oleh karena itulah kita tidak harus iri terhadap orang lain. Lagipula apa yang harus kita irikan jika semua itu atas Takdir yang Tuhan berikan. Ingat, tugas kita hanya untuk bersyukur atas apa yang kita dapatkan bukan iri terhadap orang lain.

Tuhan,
Sangat membencinya.

"Untuk apa aku berbagi denganmu. Toh kau tidak akan sanggup menanggungnya. Youngie-ya... bisakah kau berjanji padaku?" Lagi-lagi Soonyoung merasakan rasa takut ketika Wonwoo memanggilnya dengan panggilan yang sudah lama ia tak dengar dari mulut sahahatnya. Mangapa harus tiba-tiba Wonwoo memanggilnya dengan nama itu dikala keadaannya sedang tidak baik-baik saja.

Ini pertanda baik, kan?

Pria bermata sipit itu tak langsung menjawab. Ia dengan cepat menggenggam tangan sang sahabat yang terasa cukup dingin, padahal ia sudah menyalakan penghangat ruangan agar kamar tersebut tetap hangat. Tapi mengapa tangan sahabatnya ini terasa cukup dingin? Ini tidak mungkin jika Wonwoo akan meninggalkannya seperti Jihoon, kan? Sungguh ia tidak ingin kehilangan sahabatnya untuk yang kedua kalinya. Apa yang Jihoon lakukan saja rasa sakitnya masih membekas dihatinya. Apalagi jika ia harus kembali kehilangan sahabat satu-satunya.

Entah akan seperti apa rasa sakitnya.

Wonwoo melirik kearah Soonyoung saat pendengarannya menangkap suara isakan kecil yang ternyata berasal dari sahabatnya. Ia bingung, bagaimana bisa ia memiliki sahabat yang sangat cengeng seperti Kwon Soonyoung? Dan memang akhir-akhir ini sahabatnya ini sering kali menangis dihadapannya. Jika seperti ini terus, ia akan sangat sulit untuk pergi.

Tak ingin membuat Soonyoung semakin menjadi tangisannya, dengan cepat Wonwoo mengelus puncak kepala sahabatnya ini setelah melepaskan tangannya dari genggaman tangan Soonyoung. Seharusnya sang ibu tak mengijinkan Soonyoung masuk kedalam kamarnya ini, jika pada akhirnya ia sendiri yang menyaksikan tangisan sahabat karibnya.

"Apa kau tidak takut mati? Mengapa kau masih saja bersikap tenang ketika kondisimu mulai melemah dan malah membuatku sangat ketakutan." ujar Soonyoung masih sambil terisak. Sungguh menggemaskan sekali dan mungkin setelah ini Wonwoo tidak akan pernah lagi melihat sahabatnya yang menangis seperti anak kecil.

[S2] The Beginning Of Spring [SEQUEL / END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang