Prolog

194 15 0
                                    

--------

"Gue bakal usahain gimanapun caranya biar dia bisa jadi milik gue!"
"Apapun?"
"Apapun!"

--------


ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

"Kai! Itu--si Yuna! Berantem lagi sama anak kelas sebelah!" teriak seorang temannya yang berlari pontang-panting kearahnya sambil menenteng sebuah plastik berisi siomay yang tadi dibelinya.

Tak menunggu waktu lama, meskipun tengah menulis jurnal yang sedang diisinya, terpaksa harus ia tinggal untuk mengurus satu anak perempuan yang ulahnya tidak ada habisnya itu. Padahal baru kemarin dia nyelesaiin hukumannya bersihin kamar mandi satu sekolah, masih aja berulah. Kadang Kai juga sampai pusing kepala ngadepin kelakuan Yuna yang kayaknya nggak suka ngeliat Kai tenang sedikit. Ada aja masalah yang dia lakuin.

"Kenapa lagi sih? Nggak bisa apa lo diem bentar aja?" celetuk Kai sembari berlari menuju lapangan basket yang berisiknya kedengeran sampe lobby sekolah.

Tiba-tiba di lapangan sudah banyak sekali anak-anak yang berkerumun. Mengerumuni Yuna yang tengah bertengkar secara jantan dengan gadis yang entah mana tau tiba-tiba datang terus menyalahkan Yuna bahkan mengatai Yuna anak tidak diinginkan. Membuat emosi Yuna naik, diladeni dan yah... berujung seperti ini sekarang.

"Siapa yang bertengkar?" teriak Pak Andri, sambil memecah kerumunan. Menemukan Yuna yang masih berdiri dengan Bela yang sudah tersungkur diatas lantai lapangan dengan beberapa luka pada wajahnya, jangan lupakan Yuna juga.

Yuna menghapus bekas darah yang ada diujung bibirnya sebab ditonjok Bella.

"Cewek ini sama Bella pak!" celetuk salah satu murid itu sambil menunjuk Yuna dan Bella secara bergantian.

"Ya ampun.. Yuna..? Ya Gusti... Kapan kamu tobat sih? Baru kemarin hukumanmu selesai, Yun, udah ulah lagi..?" Pak Andri kelihatan tengah menghapus keringat yang mengucur dari dahinya.

"Tapi Pak! Dia dulu yang mulai! Dia yang ngatain Yuna anak nggak keurus! Anak buangan! Anak yang nggak dapet kasih sayang orangtua! Anak yang nggak diinginkan, padahal ucapannya itu sama sekali nggak bener," Yuna menunjuk Bella yang tengah ditahan oleh beberapa siswa-siswi yang menonton mereka.

Pak Andri menarik Yuna keluar dari kerumunan orang-orang, sedangkan Bella masih dengan posisinya yang sama.

Disaat yang sama Kai datang dengan bajunya yang cukup berantakan, kemudian ia berjalan menghampiri Pak Andri yang sedang memapah Yuna "Ada apa Pak?" ucap Kai yang saat ini berdiri didepan Pak Andri dan Yuna.

"Kamu darimana? Kamu ini kan Ketua OSIS.. Kenapa bisa nggak tahu kalau ada anak yang bertengkar? Bahkan suara mereka ramai sekali bisa sampai ke lobby depan itu, Kai!"

Kai menunduk, menyesali perbuatannya yang terlambat sampai di kejadian itu. "Maaf Pak.."

Pak Andri menurunkan tangan Yuna dari bahunya kemudian memindahkannya ke bahu Kai yang ada didepannya.

"Tolong obati Yuna, saya akan urus yang satunya." tukas Pak Andri dan langsung diangguki oleh Kai.

Akhirnya Kai memilih untuk meninggalkan lapangan dan berjalan menuntun Yuna menuju ruang UKS untuk membersihkan luka pada gadis itu.

Sesampainya di ruangan itu, Kai mengambil kotak P3K yang berada diatas lemari kecil tempat selimut dan sarung bantal untuk bangsal pada UKS.

"Sebenarnya motif asli lo berulah gini apasih?" celetuk Kai saat menuangkan rivanol pada kapas untuk membersihkan luka pada wajah Yuna.

"Lima hari yang lalu lo kena kasus ikut tawuran sama anak sekolah sebelah, udah dapet surat peringatan juga," Kai menepukkan pelan kapas berwarna kuning karena cairan rivanol itu ke bagian wajah Yuna yang luka. "Trus tiga hari yang lalu lo cat rambut jadi blonde, dapet hukuman bersihin kamar mandi satu sekolah pula,"

"Trus hari ini..?"

Setelah usai membersihkan luka Yuna, Kai beralih untuk mengambil plester yang ada pada kotak disampingnya. "Lo nggak capek apa ulah terus, Yun?" Kai menghadap kearah Yuna yang tengah menatapnya lekat. "Bahkan rambut blonde lo belum lo cat item.. Lo nggak takut apa kena surat peringatan lagi?"

Dengan cepat Yuna menggeleng, "Gue udah minta izin sama sekolah, dan sekolah juga ngebolehin kok, cuman gue dapet pinalti aja karena ngelanggar aturan sekolah.."

Kai menggeleng, masih tidak percaya dengan ucapan sosok yang dihadapinya ini.

"Gue udah tanda tangan kontrak kerjasama dengan salah satu agensi majalah. Dia juga yang nyuruh gue cat rambut blonde untuk membuat penampilan baru di diri gue biar hasil buat majalahnya keliatan lebih fresh dan banyak yang beli," Kai menempelkan plester yang tadi ia buka untuk menutupi luka Yuna. "Lagipula yang bayar uang pinaltinya juga agensinya kok, jadi nggak nyusahin guenya juga.."

Setelah selesai mengobati luka Yuna, Kai beranjak dari posisinya. "Kalo gitu gue izin pergi, luka lo udah lumayan kan?"

Yuna mengangguk, namun dengan cepat ia mencengkal tangan pria yang hampir meninggalkannya sendirian di ruangan itu. "Tapi sebenarnya, semua masalah yang gue buat itu sengaja.." Yuna menatap Kai yang saat ini berdiri menghadap dirinya, "Tujuan utama gue itu elo, Kai."

"Gue bahkan rela kena surat peringatan ratusan kali demi bisa ketemu sama lo.." Gadis itu tersenyum, lalu berdiri untuk menyamakan tingginya dengan Kai. "Makasih ya udah obatin gue, Kailendra."

Cup!

Yuna kemudian berlari meninggalkan Kai di ruangan itu.

Perlakuan tiba-tiba Yuna yang langsung mengecup pipi Kai benar-benar membuat Kai terdiam mematung, bahkan untuk berteriak saja sepertinya pria itu tak mampu saking syoknya dengan apa yang barusan terjadi padanya.

----------------------------------------

🌻

Flower Heart -Hyuna-  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang