15 - Hadiah Mahal

298 58 6
                                    

"Abigail." Pak Aksa memanggil penuh peringatan.

Aku yang berada dua langkah di depannya menengok dengan ekspresi sok gak mengerti. Aku tahu, dia pasti kesal karena barusan aku memasukkan biskuit ke troli miliknya.

Hari ini aku pergi ke super market. Niatnya belanja produk perawatan wajah dan camilan. Ternyata, Pak Aksa juga di sini. Jadinya, kami berbelanja bersama.

Kulihat-kulihat, isi trolinya biasa sekali. Kebutuhan pokok, kebutuhan kamar mandi, beberapa buah dan sudah. Karenanya, aku tambahkan beberapa makanan kecil.

Tadi aku sudah masukkan roti tawar. Ada permen jahe. Dan barusan, yang membuatnya protes adalah biskuit.

"Kenapa, sih? Itu semua bisa dimakan, kok. Enak. Cobain dulu."

Pak Aksa menaruh satu tangan di pinggang. Dia menatapku malas. "Kamu mau saya seperti anak kecil?"

"Aku makan itu semua. Apa aku kelihatan kayak anak kecil?" balasku.

"Setelah ini sudah. Saya nggak mau jadi benar-benar menyukai semua itu." Pak Aksa mulai mendorong trolinya lagi.

"Gengsi banget suka sama makanan manis? Padahal, cuma jajan. Gimana sama cewek?" celotehku sembari memasukkan beberapa bungkus biskuit ke keranjang.

Setengah jam kemudian kami selesai berbelanja. Pak Aksa menawarkan tumpangan, aku tentu gak akan menolak. Lumayan, bisa mengirit ongkos.

Seorang perempuan mendatangi kami, usai Pak Aksa rampung memasukkan belanjaannya ke bagasi. Serena. Wanita itu terlihat marah sekali.

"Jadi, ini yang kamu bilang sibuk, Mas? Sibuk sama perempuan ganjen ini?"

Dia mengatai begitu, aku gak terlalu ambil pusing. Aku paham dia seperti apa. Dan tuduhannya juga gak benar. Biarkan. Biarkan saja dia bicara sampai mulutnya berbusa.

"Dia ini perempuan penggoda, Mas. Aku udah peringatkan kamu untuk jauh-jauh dari dia."

"Hentikan, Serena. Kamu tidak malu?" Pak Aksa melepaskan tangan Serena yang memeganginya.

"Kamu udah ketularan nggak tahu malu, Mas. Ketahuan selingkuh, bukannya minta maaf."

Oke. Ternyata aku gak bisa diam aja. Risih mendengar tuduhan gak beralasan itu. Mengambil belanjaan dari kursi belakang mobil, aku yang bermaksud pergi terpaksa berhenti berjalan karena Pak Aksa menahan lenganku.

"Kamu pulang sama saya, Abigail," ucap Pak Aksa dengan wajah keras. Sepertinya, dia marah.

"Mas!" Serena menampar, kemudian menarik tanganku yang dipegangi Pak Aksa. "Kamu lebih milih selingkuhanmu ini daripada aku?"

Aku melihat Pak Aksa menghempas tangan Serena. Matanya penuh amarah. Sepertinya, dia benar-benar gak suka dengan perbuatan Serena ini. Siapa juga yang suka dipermalukan di depan umum?

"Saya sudah memutuskan hubungan di antara kita. Masalah kamu tidak ingin putus dengan saya, bukan urusan saya."

Aku membolakan mata mendengar itu. Jadi, Pak Aksa dan Serena sudah putus? Lalu, kenapa Serena masih  bersikap seperti pacarnya Pak Aksa?

"Aku nggak mau kita putus, Mas. Aku cinta sama kamu."

"Saya merasa hubungan ini sudah tidak layak dipertahankan. Saya tidak bisa mentolerir perbuatan yang menghina orang lain. Dan kamu melakukan itu dua kali di depan saya. Saya tidak akan membuang waktu saya yang berharga untuk seseorang yang karakternya minus."

Senang di atas penderitaan orang itu salah. Namun, untuk kali ini biarkan aku menjadi orang yang bersalah. Sekian lama aku melihat orang-orang memuji Serena. Mereka tertipu oleh kecantikan paras dan sikapnya yang hanya dibuat-buat.

Say Yes? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang