25 - Tidak!

581 73 24
                                    

Warning!
18+

*
*
*
*
*

Aku membungkus diri dengan selimut. Melilitkan selimut, rapat-rapat. Jangan sampai ada bagian tubuh yang terlihat, sebab baju yang kini kukenakan sungguh gak punya akhlak.

Lebih gak yang punya akhlak orang yang memberikan pakaian ini. Kalau gak ingat yang memberi pakaian ini adalah suami sendiri, sudah sejak tadi aku pukul kepala orang itu.

Dua hari setelah menjadi istrinya Rexi, pria itu memintaku memberikan hak. Katanya, malam ini aku akan dipreteli. Di-unboxing bahasa sekarangnya. Dan lelaki yang sudah menjadi suamiku itu memberikan pakaian ini.

Katanya pakaian tidur. Yang sebenarnya, ini pakaian belum jadi. Kurang bahan, kurang jahitannya. Banyak sekali bagian tubuh yang gak tertutupi.

"Pakai aja, Bi. Kan yang mau lihat nanti cuma aku."

Begitu kata si bapak suami tadi, sebelum pergi mandi. Dan aku yang dungu ini, meski sudah sangsi dengan bentuk pakaian tidur warna hitam ini, tetap memakainya.

Saat melihat pantulan diriku di cermin tadi, jeritan hampir saja keluar. Terlebih ketika bagian di depan dada belum terikat. Terikat pun sebenarnya kain itu gak bisa menutupi seluruhnya. Di bagian belakang sama sekali gak menutupi punggung. Cuma pinggang ke bawah, itu pun gak sampai sepanjang paha.

Gak bisa. Aku gak bisa muncul di depan Rexi seperti ini. Di mana rasa maluku mempertontonkan ketisaksenonohan ini di hadapan Rexi? Karenanya, aku menutupi tubuh dengan selimut, seluruhnya, lalu berbaring di ranjang.

Aku akan pura-pura tidur. Nanti kalau Rexi masuk, aku bisa bilang capek, kemudian kami sama-sama tidur. Namun, tunggu dulu.

Kenapa aku gak sekalian aja ganti pakaian dulu, ya? Bilang saja aku gak suka model baju tidurnya.

Astaga! Kenapa aku jadi benar-benar dungu?

Aku baru hendak bangun dari tidur, saat pintu kamar dibuka. Rexi muncul dengan handuk di bahu. Rambutnya masih setengah basah.

"Belum ganti baju, Bi?"

Sumpah. Aku melihat sesuatu yang lain di caranya melirik. Ada senyum kecil pula tersungging di bibirnya.

Kenapa tiba-tiba suamiku mirip laki-laki mesum? Apa aku menikahi orang yang berbeda? Rexi ini adalah Rexi yang lain?

Belum selesai aku dengan pertanyaan-pertanyaan itu, Rexi tahu-tahu membuang handuk dari bahunya. Pria itu menarik lepas kaus yang semula dia pakai.

Sumpah. Mataku langsung membola. Mendapati dada bidang kuning berkilau juga perut yang samar menunjukkan bentuk kotak, aku menelan liur banyak-banyak, seperti orang kehausan.

Ya, Tuhan. Rexi itu laki-laki? Aku menikah laki-laki?

Sekujur tubuhku langsung terasa merinding. Lembab mulai terasa di telapak tangan dan kaki. Sepertinya, sebentar lagi aku akan megap-megap.

"Kenapa, Bi? Malu?"

Matanya melirik tajam, tetapi penuh maksud. Aku seolah bisa melihat rencana jahat di kepalanya itu.

"Kamu ditipu, Rex."

"Ditipu?"

"Baju ini belum selesai dijahit. Gak bisa dipakai. Ini aku mau ganti."

Tampil sebiasa mungkin, aku bangun dari ranjang. Berjalan dengan langkah kecil-kecil, aku memungut pakaian sebelumnya. Aku yakin bisa lolos, keluar dari kamar dan menuju kamar mandi, tetapi Rexi lebih dulu mencekal lengan.

Tangan pria itu gesit sekali menarik lepas selimut yang melilit tubuh. Aku berputar satu kali, kemudian tampil mengenakan baju tidur pilihan Rexi setelahnya.

Say Yes? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang