11 - Rexi itu Sekutunya Bapak

320 65 5
                                    

Aku dan Rexi duduk bersebelahan. Di depan sana, hamparan air laut dan langit tampak bagus. Angin yang berembus sesekali menerbangkan rambut dan membuatku tersenyum-senyum.

Matahari hari ini sedang bagus. Meski jadi sedikit panas, tetapi aku senang. Cuaca cerah membuat langit biru dan aku suka itu.

Kami sudah duduk di sini sejak setengah jam lalu. Sama-sama gak mengatakan apa-apa, dan lebih fokus menikmati pemandangan.

"Rex, lapar, gak?" Aku bersuara pada akhirnya.

Lelaki itu hanya melirik. Sebelum dia sempat mengatakan apa-apa, aku mengambil sejumput pasir, lalu berakting seolah akan menyuapinya dengan itu.

Rexi gak menghindar, tetapi pandangannya menajam. Aku tertawa, dia setia dengan wajah datarnya itu.

"Bi, nanti habis menikah kamu berencana minta bulan madu?"

Aku menggeleng. "Mau ngapain? Toh, kegiatannya gak ada beda."

Pria itu mendorong keningku dengan telunjuk. "Jangan kotor-kotor isi otakmu, Bi."

"Heh? Kotor gimana? Kan yang aku bilang bener?"

Rexi menggeleng dengan ekspresi geli. "Kamu maunya kita tinggal sama ibu apa ngekos?"

"Ngekos kayaknya lebih enak."

"Biar nggak kena omeli ibuku?" ejeknya.

"Gak. Biar kita belajar mandirilah. Kalau tinggal sama ibumu, kalau kamu gak ada uang, nanti kita jadi mudah minta-minta ke ibumu."

Pria itu menyuarakan beberapa pertanyaan lagi. Yang setelah aku teliti, semuanya tentang masa depan. Soal apa yang akan kami lakukan setelah menikah nanti.

Aku jadi penasaran. Apa selama dia diam tadi, dia berpikir soal itu semua?

"Kamu dari tadi mikirin ini, Rex?"

Rexi gak menyahut, hanya tersenyum simpul. Kalau gak salah, aku melihat ada rasa cemas di cara matanya menatap.

"Kamu ... kamu ragu?" tanyaku.

"Soal?"

"Soal pernikahan kita?"

"Bukan. Aku cuma cemas ada sesuatu yang nggak berjalan lancar."

"Misalnya?"

Rexi menoleh. Kedua tangannya di belakang, menyangga tubuhnya.

"Yang tadi. Soal bulan madu. Siapa tahu kamu pengen ke mana, tapi aku nggak bisa kabulkan."

Mendengarnya bicara begitu, aku berdecak kesal. Kenapa kesannya aku ini membebani dia, ya?

"Aku tuh sesekali aja suka jalan-jalan. Aku lebih suka di rumah. Lagian, mikirin bulan madu bikin geli tahu. Jadi, jangan pusing gara-gara hal nggak penting, deh."

"Oh, ya?" Dia menatapku dengan mata berkilat jahil. "Mikirin bulan madu bikin kamu geli?"

Rexi mendekat, telunjuknya mulai menusuk-nusuk perut dan pinggangku. Aku yang gak bisa nahan geli berusaha menjauhkan tangannya, tetapi sambil tertawa. 

Untungnya dia gak berlama-lama melakukan itu atau aku akan pingsan karena terlalu banyak tertawa. Namun, hal selanjutnya yang Rexi lakukan malah membuat jantungku berdetak cepat gak karuan.

Ini pertama kalinya. Ini pertama kalinya Rexi memelukku. Pria itu merangkulku dari samping.

"Bi, aku gak bisa janjikan akan bisa menjadikan kamu ratu. Kamu tahu, aku bukan raja. Aku cuma tukang benerin sepeda motor dan mobil orang."

Say Yes? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang