18 - Pria Setia

339 64 4
                                    

"Mau ke mana, Abigail?"

Bapak bertanya dengan wajah penuh sangsi padaku. Beliau pulang cepat hari ini. Katanya, pabrik tempatnya menjadi satpam meliburkan pegawai setengah hari.

"Ke bengkelnya Rexi."

Jawabanku tak lantas membuat ekspresi penuh selidik di wajah Bapak hilang. Mau protes, ini juga salahku. Harusnya, aku gak cerita soal tuduhan Rexi pada Bapak.

Bukannya dibela, aku malah disalahkan. Secara frontal Bapak bahkan bilang kalau aku memang sudah selingkuh. Katanya, aku lupa diri dan jahat pada Rexi.

Selingkuh gak melulu pacaran di belakang pacar resmi. Gak harus pegangan tangan atau kontak fisik lainnnya. Pergi bersama Pak Aksa tanpa sepengetahuan Rexi sudah dianggap pengkhianatan. Bapak semakin banyak mengomel saat aku cerita kalau sudah beberapa kali membantu memasak di rumah Pak Aksa.

Sejak kemarin, aku dilarang menemui Pak Aksa kalau bukan untuk sesuatu yang penting. Karena itu Bapak bersikap begini. Beliau takut aku bohong dan menemui Pak Aksa diam-diam.

"Pergi sama siapa?" Bapak bertanya lagi.

"Sendiri," jawabku, kali ini agak ketus.

Aku segera pamit. Daripada makin dicurigai dan diomeli lagi. Mendadak semua orang memperlakukan aku seperti penjahat.

Apa kalau sudah bertunangan, aku gak boleh sama sekali bicara dan berinteraksi sama lawan jenis? Heran. Kenapa juga Bapak dan Ibuk kesannya lebih membela Rexi daripada aku anaknya sendiri?

***

Aku tiba di bengkelnya Rexi sekitar pukul tiga. Tempat itu ramai. Banyak sepeda motor dan juga mobil yang sedang diperbaiki. Gak melihat Reksi di sana, aku bertanya pada salah satu pekerja.

"Rexi? Mau ada perlu apa, Mbak?" Pekerja itu bertanya balik. Wajahnya sangat gak ramah. Seolah aku datang ingin meminjam uang.

"Ada yang mau dimongin."

Lelaki dengan pakaian merah itu menaikkan alis. Ia mendekat padaku. Bicaranya seperti setengah berbisik.

"Mbak, biar saya kasih tahu. Kalau niat Mbak mau PDKT sama Rexi, mending nggak usah."

"Kenapa?"

"Bener, Rexi itu montir paling ganteng di bengkel ini. Tapi, dia itu udah punya cewek. Kalau Mbak nekat, nanti Mbaknya sakit hati. Kayak yang udah -udah."

Seperti yang sudah-sudah? Berarti, banyak cewek yang mendekati Rexi? Begitu? Kenapa bisa? Maksudku, Rexi itu biasa saja. Kenapa laki-laki tadi bicara seolah Rexi itu most wanted?

Dari dalam bengkel, aku melihat seorang perempuan cantik keluar. Dengan gaun tanpa lengan berawarna pink, dia berjalan tergesa sembari mengusapi pipi. Wih, menangis agaknya.

Gak hanya aku, beberapa montir di sana juga ikut-ikutan menatapi gadis menangis tadi, yang berjalan menuju mobil merah yang terparkir di depan bengkel.

Lelaki di sampingku menyikut lengan. "Itu contohnya. Habis dibentak Rexi. Udah dibilang, Rexi nggak cari cewek. Padahal, dia itu anak yang punya bengkel. Mana masih muda, baru lulus SMA."

Mataku membola. Anak pemilik bengkel? Dibuat menangis oleh Rexi? Wah, sok ganteng sekali lelaki satu itu.

Dan apa tadi katanya? Dibentak Rexi? Sejak kapan Rexi bisa membentak orang?

"Masih mau ketemu, Mbak? Biar saya panggilkan."

Aku mengangguk. Belum sempat lelaki itu masuk dan memanggil, Rexi sudah lebih keluar. Pria itu melambatkan langkah saat melihatku. Matanya memicing, sepertinya benar dia habis marah.

Say Yes? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang