☆ 4

572 75 6
                                    

Seminggu setelah kejadian Remi menangis karena melihat Hideki bersama Miju. Hari ini, adalah hari di mana Event Jejepangan dilaksanakan.

Sudah seharian kedua bocah wibu itu bersenang-senang, berkumpul dengan berbagai jenis manusia, khususnya cosplayer dan npc.

Di sisi lain, di komplek. Tepatnya di tempat tongkrongan anak-anak Karang Taruna. Mereka berkumpul, tanpa Hideki dan Remi.

Chris, Baska serta Haru sibuk dengan game online. Sementara yang lainnya sibuk dengan dunianya masing-masing.

Sampai mereka mendengar suara lembut seorang gadis cantik menghampiri, membuat semua mata tertuju padanya.

"Selamat sore."

"Sore, siapa?" tanya ketua Karang Taruna——Chris, tanpa basa-basi.

Haru sempat melirik cewek itu, seketika ia langsung AFK dan memilih menyimak obrolan.

"Yeh, anying lu!" umpat Baska pada Haru, berhubung keduanya sedang mabar game online.

"Nyari Hideki, ya?" tanya Haru, pertanyaan itu mendapat anggukan dari Miju.

"Betul, kata Hideki dia lagi nongkrong bareng anak-anak karang taruna."

Haru mengedikkan bahu. "Gak ada tuh, paling nongkrong di warkop dia."

"Kalo gak ada di warkop berarti dia di tukang susu murni," timpal Baska sambil sibuk bermain game.

"Kalo di tukang susu murni masih gak ada, cari aja di event jejepangan. Ada tuh, dia lagi hunting cosplayer Nico Robin bareng Remi." Chris ikut dalam percakapan.

Mendapat rentetan jawaban dari ketiga sohib Hideki, Miju tersenyum gusar. "Kalo boleh tau, Remi siapa, ya?"

"Bang Remi, dia bocah wibu stress di komplek ini," sahut Jean dengan semangat———bocah SMA tingkat akhir, dirinya sedang memakan keripik singkong level 5 yang ternyata sedari tadi telinganya ikut menyimak.

"Betul, kak Remi bocah wibu paling stress." Ini Gama yang bicara, bocah lebih muda satu tahun dari Jean, sedang memeluk gitarnya.

"Heh, lu bedua juga masih bocah!" tukas Christ.

"O-oke kalau gitu saya pergi dulu, Makasih ya jawabannya." Miju memilih untuk berpamitan dan melengos pergi.

_______________

"Bun, aku pulang."

Saat ini pukul 8 malam, setelah melewati hari menyenangkan sekaligus melelahkan itu dirinya langsung pergi untuk membersihkan diri. Lalu ia memasuki kamar, duduk di meja belajar dan mengecek keuangannya yang sudah tersisa sedikit.

Helaan napas berat terdengar ribut, Remi mengacak surai basahnya.

"Harus kerja apalagi gue?" ujarnya terdengar frustrasi.

Memang selama lulus SMA ia sempat bekerja paruh waktu dan semenjak itu ia tidak pernah lagi meminta uang jajan kepada kedua orang tuanya, tetapi akhir-akhir ini ia sudah jarang bekerja karena sibuk dengan pendidikan dan ia terlalu lelah jika menggabungkan dua kesibukan tersebut dalam satu waktu.

Kini hasil tabungannya selama setahun sudah menipis, ia sebisa mungkin harus hemat. Setidaknya, sampai ia menemukan pekerjaan lagi.

"Remi, ada Gama di luar," teriakan bunda dari arah dapur.

Remi sedikit heran, kenapa bocah tengil itu ingin menemuinya.

Lantas ia segera beranjak untuk menghampiri Gama.

Dapat dilihat, Gama————cowok lebih muda dari Remi itu sedang berdiri menjulang tinggi di ambang pintu. Gama memakai ripped jeans, kaus putih polos, dan luaran jaket denim. Gama juga terlihat menggendong tas gitar di punggungnya.

"Hai, Kak Rem!" tersenyum manis dengan bibir tebalnya yang berwarna peach. Mata Gama favorite Remi. Bulu matanya panjang, sorotnya teduh.

Remi balas tersenyum. "Mau manggung, Gam?"

Gama mengangguk ribut. "Gama kesini mau ngajak kak Remi. Kebetulan grup kita butuh gitaris satu lagi. Berhubung Kak Remi juga bisa main gitar, mau gak Kakak ikut? Nanti ada fee-nya kok tenang aja." Gama menjelaskan dengan telaten.

Wah, sebuah kebetulan yang menguntungkan. Tentu saja Remi setuju.

"Boleh. Masuk dulu, gue siap-siap, oke?" ucap Remi yang mendapat anggukan antusias dari Gama.

"Oh iya, Kakak gak usah bawa gitar, udah ada di sana."

"Okay!" ucap Remi dengan cengiran. Saat akan memasuki rumah, Gama kembali memanggilnya.

"Gama tunggu di luar aja, ya, Kak?"

"Iya, oke."

"Eh, Kak ..."

"Hm?" Remi mengangkat kedua alisnya menunggu Gama melanjutkan kata.

Namun, bocah gitaris itu malah mengulas cengiran. "Gak jadi."

"Yeu bocah." Remi terkekeh sambil kembali melangkah memasuki rumah.

Pintu sudah tertutup, kini yang tersisa hanya degupan jantung yang berpacu berasal dari dada Gama. Kedua pipinya memanas, serta bibirnya mengulum senyum.

×

Hideki To Remi - Minsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang