☆14

584 69 30
                                    

Lampu dimatikan, diganti dengan lampion berwarna jingga. Memang unik semua barang Hideki ini, entah dimana ia beli barang-barang aneh.

Saat ini jam sudah menunjukkan tepat pukul 1 pagi, kelelawar mulai terjaga, angin malam mulai berhembus tenang. Serta Hideki dan Remi yang sedang berbaring saling bertukar pandang tanpa mengatakan satu kalimat.

Hideki memperhatikan detail dari wajah Remi Adiaksa. Ia kagum, bagaimana bisa bocah tengil ini memiliki wajah manis serupa madu, mata bulat berbinar, hidung bangir, serta ranumnya yang lembut.

Lembut.

Tubuh Hideki memanas ketika memperhatikan bibir manis Remi, mengingat ciuman di malam itu.

"Rem?" gumamnya yang masih dapat didengar.

Remi mengangkat singkat alisnya, menunggu Hideki melanjutkan kata.

"Rem, do you still love me?"

Seketika jantung Remi berdenyut, ia merasa wajahnya memanas. Remi mulai membuka ranumnya untuk menjawab, tapi sebelum suaranya keluar, Hideki lebih dulu membungkam Remi dengan mulutnya.

Remi melotot kaget karena Hideki secara tiba-tiba menciumnya untuk kedua kali.

Hideki semakin menarik tubuh Remi dan mendekapnya. Ia memangut ranum Remi, kali ini menciumnya dengan lembut.

Tangan Hideki mulai mengusap punggung Remi, lalu turun secara perlahan sampai berakhir di kedua bongkahan lembut milik Remi, kemudian ia remat.

"Ng!"

Refleks Remi mendorong Hideki, kedua tangannya menahan dada bidang itu.

Jantung Remi berdetak lebih cepat sampai terdengar oleh telinganya sendiri. Ia melihat Hideki yang menatapnya dengan tatapan sayu.

"Hideki," ucapnya setengah berbisik.

Cowok tampan itu mengulas senyum dan berdeham, "Hm?"

"J-jangan ... "

Hideki terkekeh dan melepas tangan Remi yang menahan dadanya, ia kembali memeluk pinggang ramping Remi. "Jangan apa, sayang?"

Remi mulai gelisah karena sentuhan-sentuhan kecil Hideki, ia mencoba untuk menahan tangan Hideki yang mulai meremat miliknya.

"Deki jangan, Deki!" Remi gemetar, ia telentang dan menyilangkan kakinya sehingga membuat tangan Hideki terjebak disana.

"Hey?" Hideki terkekeh pelan, suara kekehannya terdengar seperti alarm kematian. "Saking gak maunya tangan gue lepas dari punya lo, Rem?"

Remi menggeleng ribut, ia tidak menginginkan ini.

Namun, setelah itu Hideki beranjak duduk dan dengan sekaligus membuka lebar kedua kaki Remi secara kasar. Ia mulai mengungkung Remi, menguncinya agar tidak banyak gerak.

"Hideki, jangan!"

"Bukannya ini yang lu suka, Rem?"

Remi menggelengkan kepalanya, tangannya berusaha untuk lepas dari kuncian tangan Hideki. "Gak, lepas! Gue gak mau, Hideki!"

"Ssstt ... " Hideki mendesis, ia nencium singkat ranum Remi dan berkata, "jangan teriak-teriak, Remi-chan."

Bangsat.

"Deki, jangan lakuin ini. Please, kita bukan anime."

"Pfft---" Hideki menahan tawanya. "Santai, ini juga bisa di lakuin di dunia nyata. Versi kita," bisiknya diakhir kalimat.

Remi merinding, ia kembali menggelengkan kepalanya. "Gak, gak! Lo kebanyakan nonton aneh-aneh!"

Hideki menyeringai puas. "Lo juga, Rem! Lo juga penasaran kan soal ini?"

"Gak!"

"Iya!"

"Gak--- fakk!"

Sialan.

Remi mengumpat dalam hati, masalahnya sekarang Hideki mulai menekannya.

sialllllllll.

"Bangsat! Hideki bangsat!"

"Dilarang kasar atau gue kasarin beneran!"

"Asshole, dumbass! Jerk! Fuck off, Baka!"

Hideki tertawa lepas mendengar makian tersebut, tapi setelah itu tawanya berhenti saat menyadari suara isakan dari Remi.

"Lepas, Deki! Gue gak mau!"

"Diem."

Hideki tetap dalam posisinya, kini rautnya kembali serius.

"Deki gue gak mau!"

"Diem."

"Deki---"

"Diem, Remi!"

Hening, ruangan ini hanya diisi suara isakan dari Remi.

"G-gue takut, Deki."

Setelah mendengar kalimat tersebut Hideki kembali berada dalam pikirannya, lantas ia menjatuhkan dirinya di sebelah Remi. Ia telentang dan menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong.

Telinganya masih mendengar isakan teman kecilnya itu, isakan yang selama ini Hideki benci tiap kali Remi menangis.

Ia bingung.

Sebenarnya ada alasan kenapa Hideki melakukan hal seperti ini. Namun ternyata idenya ini terlalu beresiko, jadi akan ia hentikan dan cukup sampai sini saja.

Terimakasih kepada Haru yang sudah membantu merancang ide gila ini.











































"Lu boleh pulang sekarang kalau mau, Rem."

××

Hideki To Remi - Minsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang