6. [ season 2 ]

332 51 30
                                    

Besoknya, Remi tidak bertemu Haikal lagi.

Surya dan Felix tidak memberitahu kemana cowok manis berkulit tan itu, mereka hanya saling melirik satu sama lain kemudian mengedikan bahu.

"Udah cukup mereka ribut besar disini cuma karena lo, Rem."

Remi yang duduk diam di depan keduanya merasa bersalah, sementara Surya menyesap rokoknya dengan santai, lalu menghembuskan asap itu tepat ke hadapan wajah Remi sampai ia terbatuk-batuk.

"Kata gue sih, bang Deki bawa pengaruh buruk di hidup lu." Felix masih melanjutkan kalimatnya, "pertemanan lu hancur, dunia lo dibatas, cuma nongkrong di warkop aja lo gak tenang. Dengerin gue baik-baik, Rem. Hideki itu toxic. Banyak cewek di luar sana kenapa lu harus pilih cowok? Mana cowoknya redflag."

Jantung Remi terasa berdenyut, dadanya sesak setelah mendengar kalimat dari mulut sahabatnya itu.

"Lu gak tau apa yang udah terjadi kemarin, 'kan?" lanjut Felix, Surya hanya menyimak sambil menikmati nikotinnya. "Haikal bonyok di tangan Hideki, begitupula Hideki yang bonyok di tangan Haikal. Sampe teteh warkopnya panik hampir telepon polisi, untung anak-anak warkop pada gercep nenangin si tetehnya."

"Hideki sama Haikal gak di tenangin juga?" tanya Remi.

"Udah, gue sama Surya malah kena tonjok."

Remi semakin merasa bersalah ketika menyadari ada luka lebam di pelipis Felix. Ia ingin meminta maaf, namun rasanya percuma. Sekarang keadaannya bahkan ia tidak tahu Haikal kemana, pagi ini juga ia belum melihat Hideki.

Betul, Hideki.

Remi belum bertemu Hideki hari ini.

"Lix, Surya, gue minta maaf atas semua kejadian kemarin."

Surya hanya membalas dengan senyuman tanpa berniat mengeluarkan sepatah katapun. Remi sangat mengetahui sifat Surya, kalau dia tidak berbicara lagi dengan orang itu, maka orang itu tandanya sudah di cut off.

Setelah meminta maaf, Remi pamit untuk pulang saja. Ia rasa, Surya dan Felix sudah tidak mau berteman dengannya lagi. Saat ini, yang ia ingat hanya Hideki, sedikit khawatir meski ia yakin kalau cowok prodi Hukum itu baik-baik saja.

Setelah keluar dari warkop, Remi mendongak. Setetes air hujan jatuh tepat ke pipi gembilnya.

Langit siang ini mendung, hujan deras segera datang. Lantas ia segera melangkahkan kaki menelusuri trotoar jalan, tujuannya saat ini adalah halte bus.

Sebelum sampai di halte, hujan lebih dulu menimpa tubuh ringkihnya. Terasa dingin dan sedikit rasa sakit, entah itu karena hujaman air hujan, atau hatinya yang semakin gelisah.

Detik kemudian, Remi memilih untuk berlari membelah hujan. Persetan dengan tas dan buku-buku yang basah, Remi hanya perlu bergegas menuju halte.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba ia merasa air hujan tidak mengenainya. Remi mendongak, kemudian menoleh ke samping.

Seketika rautnya terkejut. Hideki mengikuti langkah Remi, ia memayungi kekasihnya itu menggunakan jaket denim yang sudah basah kuyup.

Keduanya sempat berhenti melangkah, dengan Hideki yang menatap balik binar mata Remi dan bergumam, "hm? Ayo cepet, bus-nya keburu dateng."

Remi menurut, keduanya berlari sampai mereka berhenti tepat di halte. Napas mereka memburu.

Hening, hanya terdengar suara tangisan langit. Hideki sibuk menetralkan napas sambil menatap derasnya hujan, begitupula dengan Remi, ia melakukan hal yang sama. Sampai pupilnya bergulir, melirik Hideki yang lebih tinggi darinya itu.

Hideki To Remi - Minsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang