☆ 6

544 75 16
                                    

"Remi cabut dari kelas, Bang."

Hideki mengerutkan alisnya setelah mengetahui Remi tidak ada di kampus. "Bisa kek begitu?" ucapnya yang mendapat anggukan dari Haru.

"Bisa, Remi selalu ada cara buat bolos sejak SMA," lanjut Haru.

Di lain tempat, Remi sedang berada di warkop jauh dari kampus. Bersama Felix dan Surya——temannya dari kampus lain.

Suasana jam 11 siang, jalanan Ibukota sedang macet-macetnya. Matahari berada di tengah-tengah langit, sinarnya menembus kulit. Ditambah saat ini warkop dipenuhi asap rokok para remaja yang sedang nongkrong. Funfact, warkopnya indoor.

"Anying mulek kieu, nge-vape wae saria teh hayang buru-buru paeh?!" Haikal si anak Bandung yang merantau ke Jakarta untuk pendidikan, ia mengomel karena semua orang di warkop berlomba-lomba mengepulkan asap rokok.

"Ari sia ge saruana, jing." Remi yang merupakan keturunan sunda pun menyahut omongan Haikal.

Cowok berkulit Tan itu hanya cengengesan dan duduk di sebelah Remi sambil menyesap rokok elektriknya.

"What's that mean?" tanya Felix pada Surya.

"Disuruh berhenti ngerokok sama orang yang suka ngerokok." Surya menerjemahkan.

"Iya, Lix. Si Haikal nyuruh kita berhenti ngerokok tapi dianya malah nge-pod. Bangsat emang, gue patahin aja apa yak pod-nya?" ucap Remi pada Felix.

"Jangan setan, leher lu gue patahin." Haikal mengapit leher Remi, membuat sang empunya berteriak.

"Anying sia mau bunuh aing? Sia masuk penjara!"

"Kajeun anjing, hirup aing kagok edan." Haikal terkikik, masih mengapit leher sohibnya itu.

"Lepas, sat! Sia di Bandung barudak well heeh?"

"Heeh, maneh jangan macem-macem bisi di gerengseng." kini Haikal terbahak dan melepas Remi, lalu mengusak surai legam milik cowok manis itu. "Gak lah, akumah anak mamah yang di didik untuk ramah," lanjutnya yang kemudian menyesap nikotin.

Sedari tadi, Felix hanya bengong mendengar percakapan kedua bocah edan di hadapannya itu.

"Permisi, bro!"

Seisi warkop yang awalnya ricuh tiba-tiba hening dan refleks semuanya menoleh ke arah pintu, termasuk Remi. Seketika jantung Remi berdenyut saking terkejutnya melihat siapa yang datang.

Hideki and the gang.

"Mampus gue," gumam Remi. Haikal yang mengerti pun langsung membuka hoodie abu-nya untuk segera dipakaikan pada Remi, sedangkan Felix mengorek isi tas dan mengambil masker untuk Remi.

"Pake, Rem. Semoga membantu," ucapnya yang ikut panik.

Hideki, Baska, Chris, serta Haru berjalan memasuki warkop yang luasnya hampir menyamai ruang kelas vvip.

"Dicari Remi Adiaksa, ada yang kenal?" Hideki menyuarakan nama Remi, hal itu membuat diri bocah wibu itu telungkup di atas meja dan terlihat seolah-olah sedang tidur.

"Gak kenal, Bang!" teriak salah satu pemuda di meja paling depan, di susul sahutan yang lain.

Hideki berjalan semakin masuk, sampai ia menemukan empat pemuda di pojok warkop, salah satunya sedang telungkup.

Jujur saja. Surya, Felix serta Haikal sangat ketar-ketir.

"Temen lu?" Hideki bertanya pada Haikal.

"Iya, Bang. Lagi tidur, semalem push rank sampe matanya belel," jawab Haikal.

Terlihat Hideki semakin menautkan alisnya, menatap tajam ke arah Remi yang menyamar. Tangannya mengulur akan membuka kupluk hoodie, namun berhasil ditahan oleh Haikal.

"Jangan, Bang. Please, nanti dia kebangun, kasian."

"Ngapain kasian? Gak ada yang suruh dia push rank sampe mampus."

"Iya, Bang. Jangan, semalem dia push rank sambil belajar." Surya ikut meyakinkan.

Namun, raut Hideki semakin tak enak untuk dipandang, sorotnya begitu menusuk. "Mana ada push rank sambil belajar, ngimpi lu, buku lu bakal berdebu nungguin di baca, lu nya asik mabar."

Haikal tambah panik. "D-duh, gimana ya. Temen gue ahlinya, dia juga bisa makan sambil berak."

Hening beberapa detik, sebelum tawa menggelegar milik Baska mengisi ruangan.

Chris di sebelah Hideki mencoba untuk menenangkan amarah cowok jangkung itu. "Yaudah, Ki. Kata Rai dia emang ke warkop, tapi mungkin bukan di warkop sini. Lu liat? Ni rata-rata anak kampus sebelah."

Haru mengangguk setuju. "Tuh bocah kalo bolos mainnya bakal jauh, inimah masih termasuk sekitaran kampus."

Hideki menghembuskan napasnya kasar, lalu menatap satu-satu mata Haikal, Surya, serta Felix. Sementara itu mereka hanya menunjukan cengiran canggung.

Selang beberapa detik, keempat mahasiswa kampus sebelah itu meninggalkan warkop. Membuat mereka kembali menghembuskan napas lega.

"Bangke, gemeter banget gua liat Hideki secara langsung." Haikal meminum kopinya.

Surya setuju. "Iya anjir, mana bareng gengnya."

"Emangnya kenapa, kok keliatan pada takut?" Felix bertanya, karena selama ini ia adalah mahasiswa kupu-kupu sebelum kenal Remi dan Haikal.

"Gak tau sih, emang dari dulu aura mereka bikin segan. Bahkan katanya pas di ospek sama mereka, beberapa ada yang nyerah. Gue tau gosipnya dari base kampus lo, Rem." Haikal menjelaskan dengan telaten, membuat Felix mengangguk paham.

"Mana bang Chris itu ketua BEM, terus bang Baska Asdos. Yegak, Rem?" Surya melihat Remi yang dari tadi terus telungkup.

"Rem?" Haikal membuka kupluk Remi, ia tak sengaja menyentuh kulit Remi yang terasa dingin.

"Buset, Rem! Pingsan, anying!"


×

Hideki To Remi - Minsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang