☆21 - Ending

611 68 32
                                    

Hari menjelang sore, Hideki pulang ke rumah dengan raut muka super murungnya itu. Lalu ia sedikit mendongak melihat orang-orang suruhan yang sedang mengangkut-angkut barang dari lantai atas menuju ke bawah menuruni anak tangga.

"Deki."

Cowok tampan itu menoleh, lalu mengulas senyum. "Iya, Ma?"

Mama mengelus rambut Hideki dengan sayang, memperhatikan wajah lebam itu dengan seksama. "Udah baikan sama Remi?" tanya beliau.

Hideki menunduk, otomatis wanita cantik setengah baya itu ikut sedih. "Sebenernya ada masalah apa di antara kalian sampai saling pukul begini?" ucapnya khawatir, namun Hideki membalasnya dengan senyuman dan menggelengkan kepalanya singkat.

"Ini salah Deki, Deki udah nyakitin Remi. Tapi Deki gak bisa bilang ke Mama tentang masalahnya, Deki mau selesaiin sendiri."

Mama mengangguk paham.

"Ma?"

Beliau tersenyum mengangkat singkat alisnya menunggu lanjutan kalimat sang putra tunggal.

"Deki gak mau ikut pindah, ngekos aja boleh ya, Mama?"

"Enggak, sayang. Mama gak mau ninggalin Deki sendirian. Ikut aja gapapa ya sayang? Nanti di Bali juga bakal ketemu banyak temen."

Hideki diam, ia ingin menolak semua perkataan Mama. Tapi dirinya bukan tipe anak yang suka membantah, jadi ia hanya menatap beliau dengan sorot sendu.

Padahal, cuma anak-anak komplek sini yang Hideki anggap teman. Mereka bukan sekadar temen saja, tapi sudah menjadi saudara yang berbagi keluh kesah bersama, tertawa bersama, bahkan menangis bersama.

































Malam ini bulannya bersinar cukup terang, langitnya tampak kelabu, dihiasi sedikit awan hitam juga taburan gemintang. Hideki duduk di tengah-tengah taman komplek yang luas ini seorang diri, memandang langit malam di temani nendoroid Nico Robin yang ia beli bersama Remi di event jejepangan.

Sekarang pukul 1 malam, saat sibuk melamun, ia mendengar suara langkah kaki dan berhenti tepat di belakangnya. Lantas Hideki menengok ke belakang, ia sedikit terkejut kemudian beranjak berdiri.

"Eh, Bas. Ada apa?" tanya Hideki.

Baska tak langsung menjawab, ia menatap Hideki dengan tatapan tajam sebelum satu pukulan melayang di tulang pipi cowok tampan itu, menambah luka lebam. Hideki hampir jatuh ke rerumputan taman.

"Berani-beraninya, setan! Gue udah denger semuanya dari Haru, bajingan ya lu!" Napas Baska memburu. "Lo gak pantes buat Remi!" Cowok atletis itu meraih kerah baju Hideki, Hideki hanya pasrah begitu kerahnya ditarik, bahkan nendoroin Nico Robin pun tak sadar sudah jatuh entah kemana.

"Jangan mentang-mentang Remi suka sama lu, lu memperlakukan dia se-enaknya, Deki! Setelah putus dari cewek lo, lo malah mainin perasaan Remi, kemana otak lo?"

Mendengar perkataan Baska, Hideki sedikit mengernyitkan dahinya.

Tunggu, apa? Remi suka Hideki?

Lantas Hideki meremat tangan Baska yang mencengkeram kerah bajunya itu, kemudian ia hempaskan. "Bicara yang betul, Bas. Remi suka sama gue?" Hideki bertanya, lalu tanpa sadar ia sedikit mengulas senyum dan matanya berbinar.

Hideki To Remi - Minsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang