☆16

522 68 10
                                    

Sudah beberapa bulan ini Haru memperhatikan bahasa tubuh Remi kepada Hideki, dengan begitu Haru langsung paham kalau Remi menyukai cowok prodi Hukum itu.

Sampai di mana ia juga ikut penasaran tentang perasaan Hideki kepada Remi. Posisinya Hideki masih mempunyai pacar kala itu, tapi Haru semakin curiga ketika Hideki selalu terlihat menukikkan alisnya kalau Remi kontak fisik dengan Baska, Chris, Gama, Haikal, dan tentu saja Haru sendiri. Hideki seperti berkata, Remi punya gue anying, jangan kau sentuh-sentuh!

"Jadi, gimana?"

Hideki memperhatikan cowok berbibir tebal itu yang kemudian menyeruput latte-nya.

"Gimana apanya?" Hideki balik bertanya dan refleks membuat Haru terkikik geli. hadeh, bocah gak jelas, batin Hideki.

Ngomong-ngomong, mereka sedang berada di salah satu cafe dekat kampus. Sore-sore gini emang enaknya tuh ngopi sambil kepoin hubungan antara Hideki dan Remi.

"Lu sejak kapan suka Remi?" Haru to the point, membuat Hideki semakin menukikkan alisnya tajam.

"Maksud lu apa?!"

"Wehh, santai." Haru membenarkan posisi duduk menjadi tegap, kursinya sedikit ia mundurkan. Ia agak hati-hati karena nada bicara Hideki yang super songong dan gak nyantai. "Lu suka sama Remi, 'kan?"

Mendapat tuntutan pertanyaan dari bocah di hadapannya itu, Hideki berdecak malas. Ia memutar bola matanya dan kembali menatap Haru tepat di pupil mata. Jujur, sedikit membuat Haru ketar-ketir.

"Tau dari siapa?"

Hening selama beberapa detik, kemudian Haru melotot dan refleks menggebrak meja.

"Anj—"

Brak!

Suara pekikan Haru dan gebrakan meja secara bersamaan membuat mereka kini menjadi pusat perhatian. Setelah itu Haru menutup mulutnya yang menganga lebar, ia tak peduli dengan cibiran pengunjung cafe, yang jelas dirinya sedang syok.

"Serius, Bang?"

Hideki melipat kedua tangannya di depan dada dan duduk bersandar pada kursi, ia membalas pertanyaan tersebut hanya dengan sekali mengangkat alis.

Ekspresi Haru kini benar-benar syok berat, ia tersenyum disela mulutnya yang masih menganga.

Karena mendapat reaksi seperti itu, Hideki kebingungan. "Kenapa lu?"

"Tapi bukannya lu ada doi?" Raut wajah Haru kembali normal, lantas ia menyesap kafeinnya.

"Justru itu, gue pengen udahan."

Hening lagi, sampai Haru tiba-tiba menyeringai.

Disusul seringaian dari Hideki.

Setelah itu, Haru merangkai rencana dan disetujui oleh Hideki. Mereka sepakat untuk membuat pacar Hideki seolah-olah bersalah dalam hubungan ini, dengan cara Haru mengajak jalan Miju dengan paksa dan merayunya, lalu Hideki pura-pura memergoki mereka berdua dan mengira ceweknya itu selingkuh dengan Haru.

Jujur, rencana itu berjalan lancar dalam setengah hari. Meski ujung-ujungnya Haru mendapat satu tamparan di pipi. Haru masih ingat kalimat terakhir dari cewek cantik itu.

"Semua ini gara-gara kamu, Haru!"

Haru mengusap sudut bibirnya dan tersenyum lebar, ia meminta maaf kepada Miju meski tahu perbuatannya itu tidak akan dimaafkan.

Namun di sisi lain Hideki menepuk-nepuk pundak Haru dan tersenyum. "This is not your fault. Thanks a lot, bro! You're doing a great job."

Hanya dengan sepenggal ucapan terimakasih dari Hideki membuat Haru merasa menjadi manusia paling baik sedunia. Setidaknya, kini ia cukup berguna sebagai seorang sahabat.

"Sekarang gue ada rencana lain," ucap Haru kemudian.

























"Deep talk sama Remi di kamar lo."

"Deep talk macam apa di kamar, sat?"

"Udah, turutin gue aja."






























Kira-kira seperti itulah kejadian beberapa hari yang lalu, dan sekarang Haru harus menghadapi Remi yang sedang salah paham. Padahal, batagornya sudah meminta untuk dimakan.

Haru menelan ludahnya dengan susah payah, mau bagaimana lagi? Ia terpaksa harus mengatakan ini, meski kalimatnya terdengar ambigu dan malah membuat Remi semakin salah paham.

"Gue udah ngebantu lo dengan cara bikin Hideki putus sama ceweknya."

××

Hideki To Remi - Minsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang