☆20

466 61 11
                                    

Haru berlari menuju fakultas hukum dengan wajah panik, jantungnya berdebar kencang, napasnya tersengal-sengal. Ia mencari Hideki dengan peluh keringat di pelipis.

Sementara Hideki yang sedang duduk di taman FH melihat Haru dari kejauhan dengan tatapan heran.

Sesampainya Haru di hadapan Hideki, lantas cowok anak hukum itu bertanya, "kenapa lu?"

Haru duduk di sebelah Hideki, bukan menjawab pertanyaan, tapi Haru malah membuka twitter.

"Lu lagi rame di base FH," ucapnya sambil menunjukkan layar ponsel ke depan muka Hideki.

Hideki mencabut benda pipih itu di tangan Haru, kedua alisnya menukik tajam memperhatikan layar ponsel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hideki mencabut benda pipih itu di tangan Haru, kedua alisnya menukik tajam memperhatikan layar ponsel. "Gak guna banget info beginian, perihal muka bonyok doang rame. Siapa sendernya? Gue kasih paham," kata Hideki yang setelah itu mengembalikan ponsel tersebut pada Haru.

Di sisi lain Haru menatap cowok lebih tua dua tahun darinya tersebut dengan tatapan serius.

"Siapa yang pukulin lu, Bang?"

Mendengar pertanyaan dari cowok berbibir tebal itu, Hideki malah membuang muka.

"Jangan bilang, Remi?" tebak Haru kemudian.

Hideki langsung menoleh, tatapannya seolah akan mengeluarkan laser kematian. Refleks Haru menggeser duduknya beberapa sentimeter.

"Bukan urusan lu, Ru."

Merasa terpancing, Haru kembali membuka suara. "Remi, 'kan? Bang, kayaknya ini semua gue penyebabnya."

Hideki menghela napas panjang, membuang pandangannya ke arah lain dengan raut datar.

"Jangan merasa bersalah, justru karena ngikutin rencana lu. Gue jadi tau, Remi sebenernya gak punya perasaan lebih ke gue."

Otomatis Haru mengernyit heran. "Lah? Bang, kok lu berasumsi begitu?"

Kini tatapan mereka bertemu. "Kalau Remi suka sama gue, dia bakal terima semua perlakuan gue di malam itu."

"Malam yang mana?" Haru menukikkan alisnya. "Malam dimana lu coba lecehin dia?"

Kini suasana di antara mereka berdua memanas, air muka keduanya tampak serius dan saling melemparkan tatapan tajam.

"Gue gak pernah ada maksud lecehin Remi."

"Oiya?" Haru menyunggingkan seringaian sambil mengangguk-anggukan kepalanya, lantas beranjak berdiri, diikuti Hideki.

"Lu coba raped dia, Bang Deki. Itu namanya apa kalo bukan pelecehan? Lu anak Hukum, 'kan? Lu harusnya tau soal itu, lu juga harusnya tau pasal-pasalnya. Dan lu harus tau rencana awal gue gak gitu, Bang. Lu udah melenceng," lanjut Haru yang membuat Hideki mengepal erat sampai urat-urat tangannya menonjol bak akar pohon.

"Gak perlu diingetin, gue gak se-dongo itu tentang Hukum. Gue tau letak kesalahan gue dimana, makanya gue minta maaf ke Remi semalem. Lu gak tau apa-apa, Ru." Hideki mencoba untuk mengontrol emosinya agar tidak kelepasan tonjok Haru.

"Not fair, mau lu minta maaf sambil sujud pun lu udah terlanjur ninggalin trauma di Remi, emang segampang itu buat hilangin rasa trauma hanya dengan kata maaf? Enggak, Bang!"

Kini kepalan tangan Hideki melemah, dadanya seperti tertimpa batu; sesak. Ia menelan ludahnya susah payah, berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja di depan Haru. Namun Haru dapat melihat pupil Hideki bergetar, sampai cowok anak Hukum itu kembali membuka suaranya. "Menurut lu ... gue baiknya gimana, Ru? Serahin diri ke polisi?"

Mendengar perkataan Hideki, Haru ikut terdiam. Keduanya sama-sama membeku.

___________________________

"Rem, Deki lagi rame di base FH anjay."

"Hah?" Remi planga-plongo sambil tangannya memegang risol mayo yang sudah digigit.

Baska berdecak malas, ia lebih memilih ikut menggigit risol di tangan Remi daripada menjelaskan.

"Eh buset, main gigit aja!"

"Lu lemot, tai!"

"Lu dateng-dateng gak salam, atau minimal say ohayo gozaimasu Remi-sama. tiba-tiba malah sebarin info tanpa konteks yang jelas, gue bingung, sat!"

Baska melotot, ia langsung mencomot bibir mungil Remi. "Mulutnya gak sopan sama orang tua!"

"Heh, kenapa nih? Masih pagi juga."

Keduanya menengok ke arah Chris yang baru saja datang sambil menenteng sebungkus risol mayo. "Nih makan daripada berantem," lanjutnya sambil duduk di sebelah Remi dan menaruh bungkus risol mayo di atas paha cowok manis itu.

"Jadi gini, Bang Chris. Si Remi otaknya abis di jual ke rumah makan padang," ucap Baska yang membuat Remi misuh-misuh setelahnya.

Melihat hal tersebut, Chris tertawa sampai kedua matanya ikut tersenyum.

"Oh iya, gue kesini mau ngasih tau sesuatu."

Baska dan Remi kembali fokus pada Chris, menunggu cowok blasteran Aussie itu melanjutkan kata.

"Jadi gini, gue sempet ngobrol sama bokapnya Deki semalem. Katanya, minggu depan mereka bakal pindah rumah ke Bali."

"Lah, terus Deki ikut pindah?" tanya Baska.

Chris mengangguk. "Iya, jir. Gue pikir Deki bakal diem dan lanjut kuliah disini. Ternyata emang harus ikut pindah juga."

"Anjay, segitunya?" Baska bertanya lagi.

"Hooh, nyokapnya gak mau Deki ngekos."

Baska mengangguk paham. "Minggu depan banget?"

"Iya, Bas."

"Jir, agak ribet gak sih kalo pindah kampus juga?"

Chris mengendikan bahunya. "Ya mau bagaimana lagi? Kalo emang se-urgent itu, semua hal pasti bakal dilakuin."

Baska kembali mengangguk. "Iya juga sih, anjir kok sedih ... "

Baska bilang sedih soal itu, coba lihat Remi sekarang. Bocah itu bengong setengah mati.

"Oh iya, satu lagi gue mau nanya," ucap Chris.

"Boleeeeh," balas Baska.


























"Deki bonyok sama siapa?"

××

Hideki To Remi - Minsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang