Suara petikan gitar Gama mengisi ruang hampa di tengah kerumunan anak karang taruna. Tidak berkerumun juga, sih. Hanya ada Christ, Haru, Jean, Gama, dan Remi.
Haru mengunyah bakwan jagung buatan mama-nya, sambil mendengarkan Gama bernyanyi dengan merdu. Ni bocah boleh juga, batin Haru.
Sementara Jean daritadi sibuk cengar-cengir melirik Gama dan Remi bergantian, membuat Remi sendiri kebingungan.
"Ngapa sih lu bocah," ucap Remi.
Gama berhenti memetik gitarnya, ia beralih melirik Remi yang memasang wajah heran pada Jean.
"Bang Remi nih pura-pura gak peka apa gimana, padahal Gama udah nyanyiin lagu tentang confess," celetuk Jean membuat Gama otomatis melotot. "Apa anjir, Je!" protesnya.
Remi kini melihat Gama yang gelagapan, dari gerak-geriknya ni bocah emang mencurigakan. Lantas Remi menyunggingkan senyum.
"Ngaku aja, Gam. Bang Christ sama Bang Haru juga udah tau kok." Jean bersikeras.
Di sisi lain Haru mengerutkan alisnya. "Apaan orang gue juga baru tau ni bocah demen laki, mana orangnya Remi lagi."
"Ya gak masalah, 'kan?" balas Jean.
"Iya gak masalah, tapi ada yang bakal jadi masalah."
Jean mengangkat sebelah alisnya. "Apa tuh?"
Kemudian hening, Haru melirik Remi, Christ, Gama, dan Jean secara bergiliran. Ia ingin mengatakan yang sejujurnya tapi takut memperkeruh suasana.
Sementara itu, Remi melirik Gama yang memeluk gitar, menyembunyikan wajahnya di balik badan gitar miliknya itu.
"Gam?" panggil Remi.
Gama mengintip di celah gitar guna menyahut panggilan Remi.
"Bentar, boleh gak sih sekarang ni basecamp cuma ada gue sama Gama doang malem ini?"
Mendengar permintaan Remi membuat yang lainnya menghela napas ribut sambil memakai sendal masing-masing.
Kini, tersisa Remi dan Gama yang setia memeluk gitarnya.
Angin jam 10 malam berhembus menyapa kulit, rasanya dingin namun juga sejuk secara bersamaan.
"Gam, beneran suka gue?" tanya Remi to the point.
Pada akhirnya Gama menyimpan gitar di sebelah, lalu duduk sila menatap Remi. Sorot teduhnya menatap lekat pupil kanan Remi, pupil kiri Remi, turun ke bibir, lalu kembali pada manik indah Remi lagi. Setelah itu, ia mengangguk.
"Sejak kapan?"
"Gue gak tau kapan di mulai, tiba-tiba suka sama kak Remi aja," jawab Gama seadanya.
Lalu Remi menghela napas, ia menguplukan hoodie hitamnya menutup surai legam yang tampak berantakan. Sok keren.
"Thanks udah suka gue. Tapi, apa yang bikin lu suka dari gue, Gam?"
Gama mengulum bibirnya, ia terdiam beberapa detik sebelum kembali menjawab. "Kak Remi baik."
"Karena itu?"
"Manis."
Remi mengerjapkan matanya menatap Gama.
"Kak Remi punya cara tersendiri bikin Gama suka sama Kakak. Kalau Kak Remi suruh kasih salah satu alasan, mungkin gue kasih dua alasan."
Mendengar jawahan dari Gama, membuat Remi membeku. Ia melihat cowok SMA itu mengatakan hal tersebut dengan wajah serius. Di lain tempat, ada seseorang yang menatap tajam ke arah Gama dari jarak 10 meter.
Sejujurnya, kalau di perhatikan Gama ini anaknya manis. Dia memiliki senyuman lebar, bulu matanya lentik, hidungnya bangir, sorotnya teduh, minusnya Gama adalah bocah tengil. Dia bahkan bisa membuat Haru tunduk padanya.
"Kak ... " Gama mengerutkan keningnya menatap Remi serius, sementara Remi menatap Gama dengan mata bulatnya yang semakin membulat. "Gama gak nuntut Kak Remi buat balas perasaaan, tapi suatu hari Gama bakal bikin Kakak suka sama Gama. Ingat itu."
Bejir.
"Dah malem, pulang lu berdua."
Keduanya otomatis menoleh ke asal suara. Rupanya Hideki di hadapan mereka, sedang berdiri sambil melipat tangan di depan dada.
Setelah melihat Hideki, detik itu juga Remi memiliki ide gila.
"Jadi pacar gue, Gam."
××
gama pas gladi resik di pensi sekolah
KAMU SEDANG MEMBACA
Hideki To Remi - Minsung ✓
Fanfictionkenapa cowok redflags kayak hideki lebih menarik? [ minsung, lokal!au ] ©jjemonads, 2023.