1. [ season 2]

473 58 16
                                    

Jangan berharap di dalam suatu hubungan itu isinya hanya lovey dovey saja, dibalik kata manis, kita juga harus menerima kata pahit. Sejauh ini, Remi mengenal Hideki sebagai kakak sekaligus sahabatnya. Ia belum tahu, bagaimana sifat Hideki sebagai pasangan.

Sampai tiba saatnya Remi mulai memikirkan kembali atas keputusannya sendiri beberapa bulan lalu untuk menerima Hideki sebagai pacarnya.

Remi hanya merasa ... Hideki sedikit berlebihan.

"Apa sih, Kak. Gue cuma fist bump sama Haikal, bukan pelukan. Kenapa lu semarah ini?"

Daripada menjawab, Hideki lebih fokus bermain game online dengan kedua alisnya yang bertaut.

Remi berdecak sebal. "Lu maunya apa sih, anjir?"

"Ah bangsat!" Hideki mengumpat karena lose streak terus, kemudian menyimpan benda pipi tersebut di atas ranjang. Saat ini mereka sedang duduk di bawah kasur, membiarkan punggung keduanya bersandar di tepinya.

Cowok anak FH itu beralih menatap Remi, ia mengikis jarak di antara keduanya. Jujur, jantung Remi memompa darah begitu cepat. Ia agak takut.

"Cut off si bangsat itu," final Hideki.

Remi sedikit melotot. "What? Hahaha ... " ia tertawa jera, ekspresinya tidak bisa bohong.

"Kenapa, lu gak terima? Lu lebih pilih temen sialan lo itu dari pada pacar sendiri?"

Tangan Remi mengepal.

"Temen lo kalo udah punya pacar juga dia bakalan pilih pasangannya, Rem. Bukan elu."

Mendengar rentetan kata yang keluar dari mulut Hideki membuat emosi Remi tersulut, tapi sebisa mungkin ia mencoba untuk tenang.

"Cuma fist bump doang lu sampe segitunya. Masa gara-gara itu gue cut off Haikal?" kata Remi.

Namun Hideki malah semakin menukikan alisnya. "Gue gak suka lu kontak fisik sama tuh bajingan."

"Kak, ya ampun ... "

"Kenapa? Lu gak terima?"

Sialan.

Remi menghembuskan napasnya, kemudian mengambil keputusan. "Okay kalo itu yang lu mau."

Setelah itu Hideki menyunggingkan senyum. "Good boy," ucapnya disertai menepuk-nepuk ujung kepala Remi.

_______________

Dari kemarin sore telinga Haikal terasa panas, ia mencoba untuk meminta es batu kepada teteh warkop dan mengompres telinganya itu.

"Panas banget, Kal?" tanya Surya.

Haikal berdecak malas. "Kalo dinginmah gak bakal dah gue pake es batu, ah elu."

"Yee nanya doang," bela Felix.

"Ah elah, lu berdua sekongkol buat musuhin gue, 'kan?"

"Apa dah?" Surya terkikik.

Tak lama setelah itu, pintu warkop terbuka secara kasar. Semua orang menoleh ke arah pintu. Haikal, Surya serta Felix agak kaget siapa yang datang. "Perasaan Remi gak ada disini dah," ucap cowok Bandung itu.

Namun siapa sangka, Hideki melangkah mendekat menghampirinya dengan tatapan datar, lalu cowok anak FH itu duduk di bangku sebelah Haikal. Ketiga dari mereka tersenyum canggung.

"Remi gak kesini, Bang." Haikal mencoba untuk membuka obrolan.

"Gue gak cari Remi."

Jawaban ketus dari Hideki membuat Haikal, Surya, dan Felix saling tatap dalam diam.

"Lu Haikal, 'kan?" tanya Hideki, refleks Haikal mengangguk lalu menjawab, "iya, kenapa?"

"Ikut gue bentar."

































Disinilah keduanya, di belakang warkop yang selalu sepi. Jauh dari keramaian, hiruk pikuk kota, serta asap rokok. Sekelilingnya hanya bangunan-bangunan berlantai 4 atau 5, membelakangi mereka seolah memberi ruang dan waktu.

Keduanya saling mengangkat dagu, memberi tatapan serius serta aura mencekam. Tidak tahu darimana asal keberanian di dalam diri Haikal menghadapi Hideki saat ini.

"Gue tau tatapan orang suka sama tatapan sekadar teman."

Mendengar pernyataan Hideki, Haikal mengangkat sebelah alisnya. "Maksud lo?"

Hideki mendecih. "Gue perhatiin, lo perlakuin Remi agak beda, gak kayak ke kedua temen lo itu. Kenapa? Lu suka sama Remi?"

Hening sejenak, sampai Haikal menjilat pipi dalamnya sambil memutar bola mata ke samping. Ia berdiri dengan santai, tangannya ia masukan ke saku hoodie abu kesayangannya itu. "Suka, tapi gak cinta. Lu bisa bedain lah ya antara suka sama cinta."

"Bangsat," umpat Hideki.

"Kenapa?" Haikal tertawa sarkas, kemudian air mukanya kembali serius sambil menatap Hideki. "Arek nonjok aing? Kadieu maju, aing teu sieun sanajan sia preman kampus ge. Kalakuan sia edan kieu soalna, kakarak ninggali jelema kalakuan siga runtah."
(Mau nonjok gue? Sini maju. Gue gak takut meskipun lu preman kampus. Kelakuan lu udah gila, baru kali ini liat manusia kelakuan kayak sampah)

Hideki menyunggingkan senyum. "Samaruk aing teu ngarti sia ngomong naon?"
(Lu pikir gue ngerti lu ngomong apa?)

Keduanya siap-siap untuk adu jotos, sampai tiba-tiba Surya dan Felix datang dan lebih dulu menahan keduanya.

"Weh santai-santai," ucap Surya sambil menahan Haikal, sementara Felix menahan Hideki.

"Lamun aing ninggali sia deket si Remi sakali deui, sia paeh ku aing."
(Kalo gue liat lu deket sama Remi sekali lagi, lu mati di tangan gue)

Hideki melepas kasar tangan Felix yang menahannya, sebelum ia benar-benar melengos pergi, meninggalkan Haikal dengan emosinya itu.



































Dari kejauhan, tepatnya di balik tembok, tangan Remi mengepal erat sampai buku-buku jarinya memutih.

××

Hideki To Remi - Minsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang