8. ending [ season 2 ]

421 50 21
                                    

Hideki sibuk melelehkan cokelat dan mentega di depan kompor membantu Bunda membuat brownies, ia memakai apron berwarna polkadot biru, hoodie hitamnya sedikit kotor oleh tepung. Cowok prodi hukum itu benar-benar sibuk di minggu pagi ini.

"Remi sama Haru mending gak usah bantu Bunda kalo cuma cemilin cokelat," kata wanita cantik setengah baya itu sambil mempacking brownies di wadah khusus.

Sementara kedua bocah itu saling melirik, kemudian menghela napas. "Yaudah kalau itu kemauan Bunda, Remi sama Haru mau main ps aja."

"Iya, terserah," balas Bunda yang masih sibuk. "Itu di meja ada martabak telor semalem, masih utuh, kalian abisin aja."

Haru kegirangan. "Wiii, makasih bunbun~" manjanya, membuat Remi ingin menggeplak belakang leher cowok bibir tebal itu.

Kini keduanya sibuk bermain playstation di ruang tengah, agak heboh karena Remi teriak-teriak tidak jelas, bersahutan dengan Haru yang ikut teriak karena kalah.

Bunda sudah terbiasa akan hal itu, kehebohan Remi serta teman-temannya yang sudah beliau anggap anak sendiri. Di sisi lain Hideki tetap tekun dengan tugasnya.

"Bun, ini cokelatnya harus sampe mendidih banget?"

"Gak usah, nak. Yang penting meleleh aja."

"Okay siap, Bun," jawab Hideki yang kemudian menaruh wadah isi lelehan cokelat di atas meja.

Bunda tersenyum memperhatikan Hideki yang begitu serius. "Deki ikut main ps aja, gih."

Hideki mengerjapkan matanya beberapa kali, ia kebingungan. Sedikit khawatir jikalau ia melakukan kesalahan sampai Bunda menyuruhnya berhenti membantu bikin brownies.

"Abis ini bagian Bunda, makasih banyak udah bantuin, yaa." Bunda tersenyum hangat sambil menepuk-nepuk pundak Hideki. "Kalau laper bilang, ya? Jangan sungkan, kamu udah Bunda anggap anak sendiri."

Hideki tersenyum sambil menganggukan kepala. "Makasih banyak, Bun."

Bunda ikut tersenyum. "Salam buat mama sama papamu, nanti kapan-kapan Bunda main kesana. Kebetulan di Bali ada saudara."

"Iya, Bunda. Nanti Deki sampein ke mama sama papa."

Setelah sedikit berbincang ringan, Hideki melepas apronnya dan melangkah menuju kamar guna mengganti baju. Sudah 2 hari ini Hideki menginap di rumah Remi. Bukan murni keinginan Hideki, tetapi Bunda yang memaksa karena khawatir Hideki hidup sendiri di rumah sebesar itu. Hideki menurut. Awalnya ia senang, namun saat ini ia merasa murung.

Bagaimana tidak? Ketika patah hati dengan seseorang, tapi terpaksa harus bertemu orang itu 24/7.

Tok.. tok..

Hideki yang masih tanpa baju, buru-buru mencari kaus di lemari. Namun, pintu lebih dulu terbuka. Otomatis ia menoleh ke belakang, seketika jantungnya berdebar. Di sana ada Remi, cowok manis itu berdiri di ambang pintu dengan tatapan datar. "Di bawah ada mie ayam, cepetan."

Hideki mengerjap beberapa kali, mendengar Remi berbicara kepadanya. Tapi setelah itu pintu kembali ditutup, meninggalkan Hideki dengan segala kegalauannya.




















Hideki To Remi - Minsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang