☆ 5

552 75 9
                                    

Pada malam yang sama, tetapi di tempat yang berbeda, Hideki sedang duduk bersama pemuda-pemuda komplek, mereka berkumpul hingga jarum jam mengarah pada pukul 11 malam.

"Remi mana, Ki?" Baska bertanya, sambil melahap bakwan buatan mama-nya Haru.

Sementara itu, Hideki sibuk memainkan ponselnya dan hanya mengedikkan bahu. Tidak menjawab pertanyaan Baska dengan ucapan.

Haru melirik tingkah Hideki dan hanya menghela napas. "Tadi gue liat dia pergi bareng Gama," sahutnya, menjawab pertanyaan Baska.

Maka kali ini, Chris yang kebingungan. "Lah, pada ke mana?"

"Gama bawa gitar, kemana lagi kalo bukan ke cafe buat manggung," timpal Jean yang ikut serta dalam obrolan.

"Lah, ngapain Remi ikut?" Christ kembali melontarkan pertanyaan, "pulang event dia langsung berangkat lagi?"

"Dia mah mana ada capek-capeknya," balas Hideki.

Mereka semua mengangguk setuju. Sampai seseorang datang, seorang cewek yang jarang sekali ikut nongkrong, biasanya sibuk berkutat dengan buku-bukunya yang tebal.

"Widih, tumben keluar dari beradaban," Haru mengejek sambil memakan bakwan.

Rai, cewek manis dengan pribadi bak preman komplek.

"Iya, aing pusing disuruh belajar terus sama bokap." Rai duduk sila di sebelah Hideki, lalu maniknya melihat sekeliling. "Remi mana?"

Hideki menjawab, "gak ada."

"Ikut Gama manggung," timpal Chris.

Rai mengangguk sebagai respon alami, ia tiba-tiba saja memikirkan tentang Remi.

"Oh iya, gue mau cerita dah. Berhubung gue anak baru di sini, pengen tau kenapa kalian pada sayang banget sama Remi?"

Lantas Hideki menyimpan ponselnya guna memakan gorengan dan menjawab, "dih, siapa yang sayang?"

Hideki berkata dengan raut datar seolah tidak peduli. Namun, Chris yang mendengar hal tersebut hanya mengulas senyum simpul ketika mengingat bagaimana paniknya Hideki saat Remi sakit parah kala itu.

Beberapa detik kemudian, Hideki melanjutkan kalimatnya, "Dulu waktu kita semua masih kecil, dia yang paling lemah. Sakit-sakitan terus, mudah keserang penyakit, dia juga cengeng. Meskipun sekarang dia tumbuh jadi bocah cengeng dan rese, tapi aslinya dia suka ngalah, gak gampang marah juga anaknya, paling kalau marah bakal diem seharian."

Mendengar penjelasan Hideki membuat Rai lagi-lagi menganggukan kepalanya pertanda mengerti.

Baska mengangguk setuju. "Bunda-nya juga selalu titipin dia ke kita, jelas dengan senang hati kita bakal jaga Remi. Sejak saat itu, Remi resmi menjadi tanggung jawab bang Deki."

"Jing, kok gua?" protes Hideki.

Hening beberapa saat, hanya terdengar suara pergesekan antara angin malam dan ranting pohon.

"Gue kagum sama Remi," ucap Haru secara tiba-tiba, cowok tampan berbibir tebal itu menyandarkan tubuhnya pada tembok, kemudian melanjutkan kata, "dia udah bisa cari uang sendiri, gue mana bisa."

Baska yang mendengar hal itu sedikit terkejut. "Dia masih kerja?"

Hideki menjawab, "udah enggak." Lalu kembali memainkan ponselnya.

Obrolan tentang Remi semakin melebar kemana-mana, kini malah membahas bagaimana bebalnya seorang Remi Adiaksa. Bahkan, Jean ikut serta membahas bocah wibu stress itu.

"Gue masih sebel sama Bang Remi, dia jorokin gue ke selokan gara-gara dikejar anjing Pak Madun." Jean menceritakan kronologinya dengan penuh kekesalan, tapi hal itu malah membuat semua tergelak kecuali Hideki.

"Saking paniknya kali," kata Chris, lalu tak sengaja melirik ponsel Hideki yang sedang menonton live Instagram seseorang.

Siaran langsung itu menampilkan pertunjukkan gitar dari Gama dan Remi di sebuah cafe bernuansa klasik.

Sekarang Chris paham kenapa Hideki memasang raut datar tanpa ekspresi dari tadi, bahkan sesekali ia melihat Hideki menautkan alisnya tak suka. Ternyata sedang menonton itu.

Selang beberapa detik, Rai kembali membuka topik, masih tentang orang yang sama. "Remi tuh kalau gue perhatiin aslinya manis, ya? Gue gemes sama pipinya."

Baska mengangguk setuju. "Lebih ke cantik, sih."

Otomatis Hideki melirik Baska.

"Ada gantengnya, ibaratkan kegemesannya tuh 50% dan gantengnya 40%," timpal Haru.

Mendengar itu, Rai mengernyitkan dahi. "10% ke mana?"

"10% kecantikannya," lanjut Haru sambil tertawa, diikuti tawaan Rai.

"Pacaran aja kalian berdua. Cocok, sama-sama receh." Hideki beranjak setelah mengatakan kalimat tersebut.

Rai berhenti tertawa. "Dih?"

Semua orang otomatis melihat Hideki.
"Mau kemana, Ki?" tanya Baska.

Hideki memakai sandalnya sambil melengos, "Balik."

Entah kenapa, mood Hideki semakin turun drastis. Ia juga kesal dengan ucapan Haru, karena menurutnya, kegemasan dan cantiknya Remi itu mutlak 100%.




×

Hideki To Remi - Minsung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang