Happy reading-!
"Halo Jun"
"Maaf Gue lengah"
"Bagus kalau Lo tau"
Panggilan terputus, Xiaojun atau yang biasa di sapa Dejun itu tampak mematikan ponsel nya.
Perlahan ia melangkah menuju danau di depan nya, ia berjongkok lantas menatap pantulan wajah nya di air.
"Gue gak nyangka, Icung seberani ini" Dejun tersenyum, ia lalu berdiri dan melompat ke dalam danau.
"Sialan, mereka kabur"
"Itu karena Lo bego, bisa bisa nya peluru berharga Gue itu, Lo buang sia sia"
Suara suara perseteruan dua orang itu mulai terdengar, kabin yang terlihat kecil itu terletak diantara rimbun nya pepohonan.
"Sekarang mau gimana?" Ucap salah satu dari dua gadis berambut panjang itu.
"Untung aja Gue punya rencana cadangan" Ucap yang lainnya.
"Apa?"
Gadis itu menatap tajam rekan nya yang baru saja bersuara.
"Masih berani nanya?"
Chenle kembali mengangkat ranting di genggaman nya, diujung ranting runcing itu tertusuk seekor ikan yang lumayan besar.
"See, sejauh ini Gue udah nangkap tiga ekor!" Seru nya riang seraya menunjukkan ikan hasil tangkapan nya kearah Jisung.
"Kalau Lo udah beres nangkap ikan, mending bantu Gue" Ujar Jisung kesal.
Pasalnya walau sudah mengganti batu yang ia gunakan dengan yang lebih kecil pun, api tak kunjung menyala.
"Gitu doang masa gak bisa, tuan muda?" Ujar Chenle dengan ekspresi mengejek.
"Tau gini Gue bakal bawa korek" Jisung akhirnya terduduk lesu.
"Ck, sini Gue aja. Lo mending siapin ranting buat nusuk ikan panggang nya deh" Ujar Chenle kesal sambil menghampiri Jisung.
Chenle meraih batu yang di letakkan asal oleh Jisung. Ia kemudian memperbaiki tumpukan daun kering itu, memberikan sedikit cela di bawah tumpukan dedaunan dan mulai menggosok dua batu di tangan nya.
Perlahan tapi pasti, percikan api mulai terbentuk. Percikan itu lama kelamaan membesar hingga menghasilkan api, yang membakar dedaunan kering di atasnya.
"Berhasil!" Ujar Chenle riang.
"Kok kaya gampang banget, padahal tadi susah" Jisung menggerutu sebal seraya menusuk ikan hasil tangkapan Chenle yang sudah ia bersihkan tadi.
"Bawa sini ikan nya" Chenle berujar pelan seraya menadahkan telapak tangan nya ke arah Jisung.
Jisung merengut sebal, walau tetap melangkah mendekat ke arah Chenle sambil membawa tiga ekor ikan, yang sudah ia tusuk dengan ranting.
"Kipas tuh api nya, jangan kegedean jangan kekecilan" Chenle mulai memberi komando, usai menancapkan tiga tusuk ikan itu di sekeliling nyala api.
"Siap!" Balas Jisung dengan pose hormat, ia mulai mengipasi api di depan nya dengan beberapa helai daun yang terlihat lebar.
Selang beberapa menit, Jisung menarik ranting yang tertancap itu, ia meniup pelan ikan di depan nya yang tampak menggoda, menurutnya.
"Nih, udah mateng" Ujar Jisung seraya menyodorkan ikan yang tadi ia tiup, ke arah wajah Chenle.
Chenle mengernyit. "Apanya yang mateng, gosong ini tuh!"
Walau berujar kesal, Chenle tetap meraih ikan yang di sodorkan Jisung lalu menggigit daging ikan itu.
"Gada rasa nya"
Jisung tersenyum kecil melihat ekspresi wajah Chenle yang berubah murung.
"Kan gak pake bumbu! Lagian ekspektasi lo ke ikan ini gimana? Bakal enak kaya masakan Mama Irene, atau bang Taeyong gitu?"
Mereka berdua sontak terdiam, sebenarnya Jisung tidak sengaja berujar demikian. Jisung menatap ke arah Chenle, Chenle tampak semakin murung.
Perlahan air mata nya menetes, ia mulai menangis.
"Kangen Mama" Ujar Chenle sambil terisak.
"Gue juga kangen sama para abang, walau kadang mereka rada gila"
"Ngerusak suasana banget, buruan makan abis itu kita lanjut jalan!" Chenle berujar sebal seraya menyeka air mata nya.
Langit mulai menghitam, namun kedua pemuda itu masih setia melangkahkan kakinya menyusuri hutan yang makin lama terlihat gelap.
"Eh cung, itu di ujung ada cahaya!" Chenle berucap keras sambil mengacungkan jari telunjuk nya kearah semak semak yang memang terlihat terang.
"Ayo kita kesana!" Ucap Chenle seraya menarik lengan Jisung agar ikut melangkah bersamanya.
"Rumah penduduk?" Monolog Jisung pada dirinya sendiri, ia memgerutkan dahi nya. Sepertinya ada yang tidak benar, tapi apa?
Mereka akhirnya melangkah menuju cahaya tersebut, Chenle tertegun saat sebuah pemukiman penduduk tampak terhampar di depan nya.
"CUNG, BENERAN ADA RUMAH!!" teriak nya senang seraya melompat kecil, sedangkan Jisung hanya diam.
Chenle lantas kembali menarik lengan Jisung untuk ikut melangkah bersama nya.
Sesampai nya di sana, Chenle mengetuk pintu salah satu rumah.
"Permisi, ada orang?" Ujarnya pelan.
Perlahan pintu besar di depan mereka terbuka, menampakkan seorang wanita tua berambut putih dengan postur tubuh yang bungkuk.
Mata nenek itu membulat tatkala melihat senyum cerah Chenle dan wajah datar Jisung.
Dengan cepat nenek itu menarik lengan mereka kedalam rumah itu, dan pintu itu segera tertutup.
Haloo para pembaca setia Mafia Lavender, masih adakah yang setia menanti author update? Hehe maaf yaa author telat update:") soalnya udah mulai sibuk kuliah sama kerjaa, buat kalian yg lagi kerja atau kuliah dan sekolah juga semangat yaa, see you next chapter ≧∇≦ ~
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIA LAVENDER;NCT
Fiksi PenggemarTentang keseharian si bungsu dari Lee bersaudara, Lee Jisung. ✰✰✰MAFIA LAVENDER ✰✰✰STORY BY : LIXYA_XC