Dua Puluh Sembilan : Komplet

327 54 10
                                    

Haruto tidak tahu beskap bisa kelihatan seseksi ini. Tapi dia seharusnya sudah menduga, toh apapun yang dikenakan Junghwan selalu bisa membuatnya kelihatan seksi.

Bulan ini adalah bulan November tanggal 18. Haruto baru saja kembali dari Chicago sekitar dua minggu lalu. Dia terpaksa harus tinggal sedikit lebih lama di sana karena urusan birokrasi yang cukup memakan waktu. Haruto melamar segera setelah tubuhnya mendarat di Jakarta. Elan is super excited  dengan rencana pernikahan papa dan ayahnya, meskipun tidak paham sepenuhnya apa itu pernikahan. Orang tua Junghwan dan Jihoon masih skeptis dengan lamaran Haruto tapi menyerahkan semua keputusan kepada Junghwan. Sementara mami dan papi kelihatan sangat senang tapi juga ragu untuk mendesak keluaraga Junghwan, mengingat kesalahan fatal anak laki-lakinya itu. Hinata saking semangatnya, mengajukan diri untuk mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan pernikahan.

Junghwan sendiri merasa tidak ada laki-laki yang lebih baik selain Haruto untuk menjadi Ayah Elan. Tujuh tahun dia melajang, tidak satu pun laki-laki dan perempuan yang bisa menarik perhatiannya, atau membuatnya merasa ingin menjalin hubungan. Dan pertemuan tidak terduganya dengan Haruto setelah tujuh tahun tersebut mampu membangunkan seluruh emosi yang dia tidak ketahui dia pendam selam ini.

Akhirnya sesuai keinginan Haruto dengan persetujuan Junghwan, pernikahan dilaksanakan.

Pernikahan itu hikmat dan sederhana, hanya mengundang keluarga dan teman dekat. Beberapa orang kantor turut diundang. Dan karena pernikahan ini juga, perusahaan harus memutus status Haruto sebagai klien Junghwan karena aturan etika bisnis, meskipun Bobby memperbolehkan Junghwan membantu proses transisi Haruto ke perusahaan akuntan publik lain. Haruto sih oke-oke saja, toh dia meminta Junghwan menjadi akuntannya hanya sebagai alasan untuk pdkt saja, sekarang dia sudah mendapatkan Junghwan, masalah siapa yang akan menjadi account holder-nya tidak penting lagi.

Untuk urusan rumah, setelah diskusi cukup panjang, Haruto akhirnya memperbolehkan Junghwan untuk membeli perlengkapan rumah yang memang masih belum lengkap menggunakan uang pribadi Junghwan. Haruto sudah membeli rumah itu dengan harga yang tidak murah, Junghwan setidaknya ingin berkontribusi mengisi rumah tersebut, supaya rumah ini terasa seperti milik bersama.

Sedikit demi sedikit, rumah itu mulai terlihat lebih nyaman dan hangat atas sentuhan mereka berdua yang ternyata memiliki selera cukup sama. Hampir tidak ada perdebatan saat menentukan perabot atau design rumah.

Hari ini hari minggu jam setengah tujuh pagi, beberapa bulan setelah pernikahan, Haruto memandangi laki-laki yang sangat dia cintai, yang sedang mondar-mandir di dapur, sibuk membuatkan tanduk untuk pancake seseorang yang juga Haruto cintai lebih daripada rasa cintanya pada dunia ini.

Rupanya inilah imbalan yang dia dapatkan saat dia berani menghadapi kesalahannya. Andai saja dia sudah melakukannya dari dulu-dulu, mungkin dia tidak akan menyiksa diri selama tujuh tahun lamanya dengan kabur dari orang yang dia cintai. Hmmm... tapi mungkin itulah jalan hidupnya. Supaya dia bisa belajar dari kesalahannya dan lebih menghargai apa yang dia miliki.

"Are you okay?" tanya Junghwan saat meletakkan piring pancake dihadapan Haruto dan Haruto hanya memandanginya.

Haruto mengangguk dan memberikan senyum terbaiknya, "yes, better than okay. Makasih udah buatin aku sarapan, sayang."

Junghwan hanya mengedipkan mata bingung. Sebenarnya nggak ada yang aneh, keluarga kecil mereka memang selalu berusaha sarapan bersama, Junghwan yang paling sering menyiapkan sarapan mereka, kadang saat Haruto senggang, dia akan ikut membantu dan mengucapkan terima kasih setelahnya. Hari ini, Haruto cuma makin jatuh cinta saja, jadi tidak bisa menahan rekahan senyuman di wajahnya.

"Makasih udah buatin aku sarapan juga, papa sayang!" ucap Elan dengan keras seperti tidak mau kalah dengan ayahnya.

"Sama-sama, sayang." balas Junghwan ceria kemudian mengecup pipi Elan.

Cih. Bukannya Haruto cemburu ya, dia cuma sedikit iri saja. like, he said it first. Elan cuma ikut-ikutan saja. Tapi kenapa malah Elan yang dapat cium dari Junghwan.

"Aku mau juga dong...," pinta Haruto menarik perhatian Junghwan.

"Minta apa?"

"Cium."

Lagi-lagi Junghwan hanya menatap dengan wajah datar dan berjalan menjauhinya.

"Jughwan...," ucap Haruto memelas.

"Hmm?"

"I love you," ucap Haruto sejelas mungkin.

"Good." jawab Junghwan pendek. Oke, Haruto sebetulnya mengharapkan balasan yang lebih panjang dan lebih romantis daripada sekedar good doang, karena Haruto tidak mengucapkan kata-kata itu pada orang sembarangan. tapi,  itu tidak menghalangi hatinya untuk menerima balasan Junghwan dengan sukacita.

Haruto berdiri untuk berjalan mendekati Junghwan dan langsung memeluknya. Junghwan otomatis membalas pelukannya sambil menghembuskan napas penuh kepuasan.

"I love you," ulang Haruto, kali ini sambil berbisik di telinga Junghwan.

Haruto bisa merasakan anggukan kepala Junghwan di bahunya sebelum mendengar balasan lirih darinya, "i love you too."

Detik selanjutnya ke dua tangan Elan sudah melingkari kaki Haruto dan Junghwan, minta diangkat supaya bisa ikut pelukkan.

"Mau ikut pelukkkk!" rengek Elan saat Haruto justru tertawa meledeknya.

"Nggak boleh, papa punya Ayah, wleee..."

"Papaaaaa!"

Haruto tertawa sebelum terpaksa berhenti karena Junghwan mencubit perutnya, mau tak mau ia membungkuk sebentar untuk menggendong Elan kemudian menarik Junghwan lagi sehingga dia bisa memeluk mereka dengan seerat-eratnya. "God, he loves them to death, tolong jangan pernah pisahkan keluarga kami". Dia tidak membutuhkan apa-apa lagi selama dua kecintaannya ini bersamanya. Hidupnya sudah komplet.







Selesai juga akhirnya. Wow

please pat-pat kepala aku 🥺♡︎

Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang