07. Kawan Bercerita

482 83 2
                                    

Sohee sudah lulus Sekolah Menengah Pertama, dia duduk di Sekolah Menengah Atas sekarang. Dia memilih sendiri sekolahnya, sekolah yang tidak terlalu jauh dari rumah kakek neneknya, supaya dia bisa berangkat dan pulang sendiri, sehingga tidak perlu lagi di antar-jemput oleh Jaejong.

Karena Sohee sudah besar dan melakukan segala sesuatunya sendiri, jadi Nyonya Han mempercayainya untuk memegang handphone pribadi. Minggu lalu Sohee mendapatkan sebuah handphone baru, sehingga dia bisa berkomunikasi dengan mudah.

Sohee sedang menunggu bus di halte sepulang sekolah sambil mendengarkan musik dengan headset dari handphonenya. Tapi kemudian sebuah panggilan masuk memotong kesenangannya. Dari nomor asing. Mungkin teman sekelasnya. Dia baru masuk 2 bulan di sekolah baru ini, dan banyak bertukar nomor dengan teman-temannya.

"Halo?"
Sohee segera mengangkat panggilan itu.

"Halo, Sohee? Ini aku.. Bagaimana kabarmu?"

Sohee langsung malas ketika mendengar suara Jaejong di seberang panggilan.

"Aku mendapat mendapat nomormu dari Nenek. Bagaimana sekolahmu? Apakah menyenangkan? Apa teman-temanmu baik? Cuaca sedang dingin, kau tidak sakit kan?"

Sohee masih diam mendengarkan Jaejong yang mengoceh sendiri.

"Sudah lama aku tidak melihatmu, apakah mm...aku boleh mengunjungimu akhir pekan nanti?"

"Aku sudah ada janji."

"Oh.. Kalau begitu bagaimana dengan akhir pekan berikutnya? Hanya sebentar saja. Aku bisa mengantarmu kemanapun kau---"

"Apa sudah ada kabar tentang ayahku?"

"....Itu.. Belum.. Maaf.."

"Jangan hubungi aku lagi kalau belum mendapat informasi tentangnya."

"Akan ku---"

-bib-

Sohee sudah memutus sambungan telepon sebelum Jaejong selesai berkata-kata. Tidak ada yang ingin Sohee dengar dari Jaejong kecuali sesuatu mengenai ayahnya.
.
.
.
.
.
.
Di tempat lain, Jaejong menatap layar handphonenya dengan perasaan sedih. Dia merindukan Sohee, tapi bahkan berbincangpun dia tidak mau. Jaejong mulai putus asa memikirkan cara untuk terus berkontak dengan putrinya itu. Jaejong memijit keningnya, berpikir apakah sudah saatnya untuk memberitahu perihal Boknam kepadanya..

Sepulang kerja, Jaejong mampir ke suatu tempat. Dia cukup takjub melihat Club itu masih bertahan setelah belasan tahun berdiri. Jaejong masuk dengan enggan untuk mencari orang yang tidak ingin dia temui.

Club itu sudah banyak berubah, dan tidak terlihat sosok Boknam di sana. Jaejong duduk di salah satu sudut Bar dan mencoba bertanya kepada beberapa pelayan dan bartender, tapi tidak ada yang mengenal nama itu. Jaejong tidak heran, itu sudah belasan tahun yang lalu. Tapi ketika Jaejong hendak beranjak pergi, seorag wanita menahannya untuk duduk kembali.

"Aku melihatmu sibuk mencari seseorang dari tadi."
Sapa wanita yang sudah nampak agak berumur itu. Mungkin usianya awal 40, tapi badannya masih bagus dan wajahnya menarik.

"Maaf aku tidak datang sebagai pelanggan."
Jaejong menolak tangan wanita yang hendak mengusap lengannya itu.

"Untuk apa mencari mucikari kalau bukan pelanggan?"
Kata wanita itu santai sambil memhembuskan asap rokoknya sembarangan.

PointlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang