12. Mendapatkan Semangat Hidup

557 86 6
                                    

Sohee menangis di dalam taxi mengingat kembali perkataan perawat dari Rumah Sakit melalui telepon tadi.

---
"Syukurlah kami tidak salah sambung kali ini. Sebelumnya kami menghubungi orang tuan Tuan Kim Jaejong, tapi orang yang mengangkat berkata tidak mengenalnya."

"Jadi tentang kondisi ayah anda. Dia sedang dirawat di rumah sakit sekarang. Tadi siang ambulance membawanya kemari karena pingsan di tempat kerja. Ini sudah yang ketiga kalinya Tuan Kim tidak sadarkan diri di tempat kerja seperti itu. Dia menderita Leukemia stadium 3. Dokter Park, Dokter yang menanganinya meminta kami untuk memanggil pihak keluarga karena ada satu dua hal yang perlu dibicarakan. Jadi bisakah anda datang ke Rumah Sakit sekarang?"
---

Sohee langsung menuju ke ruang rawat inap ayahnya, melihat Jaejong terbaring memejamkan mata di atas ranjang. Sohee menggenggam tangan Jaejong, tangan itu sangat kurus. Seharusnya Sohee bertanya tentang keadaannya ketika mereka bertemu terakhir kali. Sohee sangat menyesal..

"Nona Kim Sohee?"

"Saya."
Sohee segera menghapus air matanya ketika perawat datang menyapa.

"Mari saya antar ke ruangan Dokter Park."

------------------------

Sohee duduk diam di hadapan seorang dokter berambut putih. Dokter itu mengamati Sohee lama sebelum akhirnya bertanya.

"Apa kau benar putri Jaejong?"

Sohee mengangguk.

"Lalu kenapa kau membuat ayahmu sedih?"

Air mata Sohee langsung meleleh. Dokter Park mengulurkan tisu untuknya. Dokter Park tidak tahu secara detail permasalahan yang Jaejong alami, tapi dari perbincangan-perbincangannya selama pemeriksaan setahun belakangan ini, Dokter Park bisa menyimpulkan sesuatu, Jaejong memiliki masalah dengan putrinya.

"Kurasa perawat sudah memberitahu tentang penyakit yang diderita oleh ayahmu. Dia menjadi pasienku sejak setahun yang lalu. Saat itu dia dibawa kemari karena pingsan di kantornya seperti hari ini, dari situ kami baru tahu jika dia mengidap leukemia akut, itu berarti penyakitnya berkembang dengan cepat. Satu tahun yang lalu penyakitnya masih berada di awal stadium 2, sekarang sudah stadium 3, dalam 3-4 bulan lagi itu akan menjadi stadium 4, dan tahun depan kau hanya akan bisa melihat fotonya tergantung di dinding."

Tangis Sohee semakin pecah ketika mendengarkan penjelasan dari Dokter Park.

"Selama ini ayahmu hanya menjalani pengobatan oral, dia selalu menolak perawatan lain yang kutawarkan. Di kondisinya sekarang, dia seharusnya sudah menjalani kemoterapi, tapi dia selalu menghindarinya. Hah.. aku tidak mengerti.. Dia masih rutin datang untuk mengambil obatnya, tapi aku tidak pernah berhasil membujuknya untuk sembuh. Obat itu hanya memperlambat pertumbuhan penyakit, tidak menyembuhkan. Dia seperti berada di antara ingin hidup dan ingin mati, membiarkan dirinya mati perlahan. Kurasa ada sesuatu yang membuatnya seperti itu, ada yang mematahkan semangat hidupnya. Aku bahkan sudah menyuruhnya pergi ke psikolog untuk memeriksakan kondisi kejiwaannya, tapi dia juga menolak."

"Aku seorang dokter, tugasku menyembuhkan pasien. Melihatnya mati perlahan tanpa melakukan apapun sama saja dengan melanggar sumpah dokterku. Aku ingin menolongnya, tapi aku tidak bisa melakukannya sendiri, ayahmu juga tidak bisa melakukannya sendiri, dia butuh banyak dukungan, mengalahkan penyakit seperti itu tidak mudah, butuh proses yang panjang dan menyakitkan. Jadi apakah kau juga ingin menolongnya?"

Sohee mengangguk cepat. Dokter Park tersenyum sambil mengulurkan lagi tisu kepada Sohee.
"Baguslah, pertama-tama tolong ceritakan kepadaku tentang hubungan kalian. Aku tidak selalu ingin tahu permasalahan pribadi pasienku, tapi untuk kondisi ayahmu, aku merasa perlu tahu untuk mencari sumber semangatnya agar mau sembuh."

PointlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang