19. Aku Tahu Yang Kau Lakukan

557 90 2
                                    

Jaejong menjalani fase induksi kemo ke-7'nya, kali ini terasa lebih ringan, karena ditemani oleh 2 orang yang mendukungnya. Tapi kondisi Jaejong tetap melemah, dia masih belum diperbolehkan pulang setelah kemo selesai, karena muncul demam lagi dan ruam di seluruh tubuhnya. Kesadarannya pun muncul tenggelam karena suhu tubuh yang tinggi. Terkadang dia juga muntah darah di sela kesadaranya. Dokter Park mendiagnosis terjadi infeksi karena pendarahan dalam. Sohee dan Nyonya Kim menangis ketika mendengar penjelasan dari Dokter Park. Sel kanker Jaejong sudah menurun sesuai target, tapi kondisinya sangat melemah di luar perkiraan, Dokter Park yakin Jaejong bisa sembuh jika mampu melewati masa kritis beberapa hari ke depan.

2 hari sejak kemoterapi benar-benar membuat Sohee dan Nyonya Kim tertekan, Sohee sampai merelakan sekolahnya, meminta Nyonya Kim untuk membuat surat ijin tidak masuk sekolah untuknya. Mereka berdua menginap di rumah sakit karena tidak ingin meninggalkan Jaejong sendirian barang sedetikpun, lebih tepatnya tidak ingin melewatkan momen andai saja....di antara waktu itu adalah saat terakhir Jaejong...

Tuan Kim mulai merasa cemas ketika istrinya tidak kunjung pulang ke rumah selama 2 malam. Dia juga tidak bisa menghubungi istrinya karena tidak pernah memberinya alat komunikasi. Tuan Kim mulai menyesali keputusannya itu sekarang. Dia tidak tahu apakah istrinya baik-baik saja di luar sana, tapi dia yakin istrinya masih berada di rumah sakit. Dia bisa saja menghubungi Sohee untuk bertanya, tapi ego dan harga dirinya melarang. Akhirnya Tuan Kim memutuskan untuk bertanya kepada satu-satunya orang yang pasti tahu mengenai situasi saat ini.

"Halo, Dokter Park.."
Beruntung istrinya meninggalkan kartu nama Dokter Park malam itu, sehingga Tuan Kim bisa menghubunginya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tuan Kim menatap putranya yang terbaring di ruang ICU, dia langsung menuju ke Rumah Sakit setelah mendengar penjelasan mengenai kondisi Jaejong melalui telepon. Tuan Kim hanya berani mengintip dari luar karena Sohee dan istrinya ada di dalam. Seharusnya hanya diperbolehkan 1 orang pengunjung di dalam ruang ICU, tapi Dokter Park memberi Jaejong pengecualian karena ini adalah masa-masa kritisnya, atau bisa jadi juga saat-saat terakhirnya..

"Anda yakin tidak ingin menemuinya?"
Sapa Dokter Park.

Tuan Kim menggeleng.
"Aku hanya punya satu keperluan untuk diselesaikan."

"Mn. Kalau begitu, mari."
Dokter Park membawa Tuan Kim untuk pergi bersamanya.

-------------------------

Pada hari ketiga masa kritis Jaejong, Dokter Park memanggil Sohee dan Nyonya Kim untuk mendiskusikan beberapa hal.

"Aku memiliki kabar baik dan kabar buruk. Yang mana dulu yang ingin kalian dengar?"

Sohee dan Nyonya Kim saling berpandangan. Mereka sepakat untuk mendengarkan kabar baik dulu.

"Baiklah, kabar baiknya, kita menemukan pendonor yang memenuhi kriteria."

Sohee dan Nyonya Kim sontak menangis bahagia, benar-benar sebuah harapan hidup untuk Jaejong. Dokter Park pun ikut tersenyum lega ketika mengatakannya.

"Tapi, kabar buruknya, kecocokan pendonor itu ada di tingkat minimal, yaitu hanya 75%. Semakin rendah tingkat kecocokan, resiko pasca transplantasinya juga akan semakin besar. Jadi.. bagaimana? Apakah kalian ingin melakukan transplantasi menggunakan donor tersebut atau menunggu donor lain dengan resiko yang lebih kecil?"

"Re..resiko apa yang bisa terjadi?"

"Paling buruk tentu saja kematian. Banyak komplikasi yang bisa terjadi, infeksi dan disfungsi sistem organ karena penolakan adalah yang paling sering terjadi. Persentase keberhasilan pada level kecocokan ini adalah 65%. Jadi, jika kita menggunakan donor dengan tingkat kecocokan 75% ini, 65% kemungkinan Jaejong akan selamat, dan 35% kemungkinan Jaejong tidak selamat. Silakan, semua keputusan ada di tangan kalian."

PointlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang