10. Mencari Ayah

520 84 5
                                    

Keesokan harinya Sohee berangkat sekolah sangat awal. Dia tidak ingin terjebak percakapan dengan Kakek Neneknya. Kakek Neneknya baru bangun ketika Sohee sudah siap berangkat, jadi Sohee hanya berpamitan sekenanya lalu pergi, mengabaikan pertanyaan dan ajakan dari Neneknya untuk melanjutkan pembicaraan sebelumnya. Dari nadanya bicaranya, Sohee tahu jika Neneknya tidak akan memarahinya, tapi bagi Sohee tidak ada lagi yang perlu dibicarakan.

Hari itu Sohee memaksakan dirinya terus berada di kelas mengikuti pelajaran meskipun itu tidak masuk ke otaknya yang sedang tidak fokus. Dia tidak ingin memancing keributan lagi di rumah dengan mengulang pelanggaran. Selesai sekolah Sohee tidak langsung pulang, dia masih malas berada di rumah, lagipula dia ingin melakukan sesuatu.

Sohee berdiri di balkon sebuah Mall, melihat pemandangan kota dari atas, merasakan dinginnya angin menerpa wajahnya dan mengibarkan rambutnya. Tadinya dia ingin langsung pergi ke alamat yang Jaejong berikan untuk menemui ayah kandung, tapi di tengah jalan dia ragu, jadi dia turun di depan Mall untuk berpikir ulang.

Rasanya masih ingin menangis jika mengingat lagi semuanya. Sohee menutup wajah dengan kedua tangannya. Berbagai perasaan simpang siur di hatinya. Sedih, marah, kecewa, rasa bersalah, tidak terima, takut.. Akhirnya air mata keluar lagi dari sudut-sudut matanya..

Pintu balkon terbuka dan seseorang berjalan keluar dari dalam mall untuk ikut berdiri di atas balkon bersama Sohee. Cepat-cepat Sohee menghapus air matanya. Dia tidak ingin menambah perasaan malu, sudah cukup banyak perasaan yang membuat hatinya sekarang seperti ingin meledak.

Sohee bersandar di tembok balkon, melihat pemandangan di deoannya dengan tatapan kosong dan berkaca-kaca. Asap rokok melewati wajahnya seiring dengan berhembusnya angin. Sohee menoleh, melihat sepasang sepatu disilangkan tidak jauh dari tempatnya berdiri. Rupanya orang yang datang barusan hanya ingin merokok. Kenapa banyak orang suka merokok?

"Paman, bagi aku satu.."
Sohee mengulurkan tangannya.

Orang itu melihat seragam yang dikenakan oleh Sohee, kemudian menyesap lagi rokoknya dengan santai.
"Anak sekolah belum boleh merokok."

SRET.
Sohee mengambil sebatang rokok menyala di tangan orang itu. Neneknya bilang dia nakal. Biarlah dia menjadi benar-benar nakal sekarang, apa bedanya?

"Kalau aku tidak memakai seragam, Paman tidak akan tahu aku anak sekolah."
Kata Sohee sambil menyesap rokok itu. Seketika dia terbatuk ketika merasakan asap rokok memasuki dadanya.

Orang itu tertawa melihat Sohee terbatuk. Dia kemudian menyalakan rokok yang lain untuknya sendiri.
"Apa yang menbuatmu bertingkah konyol seperti itu Nona? Jangan memaksakan diri kalau memang tidak bisa merokok."

Orang itu terkekeh seperti benar-benar terhibur melihat Sohee yang berusaha menyesap lagi rokoknya dengan wajah yang aneh.

"Ada apa denganmu? Bertengkar dengan orang tua? Putus dengan pacar?"

Sohee diam mengabaikan pertanyaan orang itu. Orang bilang merokok bisa membantumu melupakan masalah, tapi kenapa rasanya tidak enak. Sohee terbatuk lagi.

"Ck. Jangan sampai bunuh diri dengan melompat dari sini, sangat merepotkan."
Orang itu melanjutkan ketika pertanyaannya tidak mendapat respon dari Sohee.

"Aku tidak----"

POK.
Beberapa lembar kertas memenuhi wajah Sohee.

"Rokok tidak cocok untukmu."
Kata orang itu sambil mengambil rokok dari tangan Sohee lalu mematikannya.

"Hibur dirimu di salon dan makan enak. Dan ingat, jangan bunuh diri di sini."
Orang itu menepuk-nepukkan lagi lembaran kertas itu ke kepala Sohee. Membuat Sohee sangat terganggu kemudian meraih kertas-kertas itu.

PointlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang