⊹ due ⊹ ²

43.8K 3.1K 6
                                    

Jam sudah menunjukan pukul 21:09, namun mata bulat itu enggan untuk menutup dan bibir mungil itu tiada henti mengeluarkan ocehannya.

kakek sudah mencoba mengelus elus rambut cucunya agar cepat tertidur, namun hasilnya nihil. Ezra malah semakin semangat untuk menyuarakan apa yang ada dipikirannya

"kakek, tadi Ezla liat pak elte (RT) potong ayam,"

"iyaaa, lalu?"

"Kacian deh ayamnya kek, dia pasti kecakitan. Ezla tadi cedih ngeliatnya,"

"kenapa sedih?" kali ini nenek yang bertanya.

"soal nya kan ayamnya punya anak, pasti anak na juga sedih deh. dia jadi ndak punya olang tua, cama cepelti Ezla,"

"Ezra punya kok orang tua, kata siapa Ezra ngga punya orang tua?"

bocah itu mengerutkan keningnya, benarkah dirinya punya orang tua? lalu kemana mereka selama ini?

"Benelan? tapi kok Ezla ndak pelnah liat meleka?" Tanyanya dengan kening yang masih mengerut, dia sedang mengingat apakah ia pernah melihat kedua orang tuanya atau tidak.

Namun nihil, tak ada apapun ingatan yang masuk kedalam otak Ezra tentang kedua orang tuanya. Yang ia ingat hanya kakek saja yang merawatnya selama ini, tak ada yang lain.

"iya, mereka kan lagi kerja. Masih sibuk, jadi belum bisa ketemu sama Ezra,"

Dia masihlah anak kecil yang usianya bahkan belum genap empat tahun, masih begitu polos dan lugu. Apapun yang nenek dan kakeknya ucapkan Ezra selalu percaya. Jadi ia hanya bisa mengangguk.

"lama cekali ya nek meleka keljanya. Jauh ya?"

Nenek hanya mengangguk, tangan keriputnya mengusap air mata yang entah kapan terjatuh. Tiba tiba ia merasa sedih, entah kapan Ezra bisa bertemu kedua orang tuanya. Bagaimana jika sampai dihari terakhir nenek dan kakek Ezra masih belum bisa bertemu dengan orang tua kandungnya?

Nenek sadar, umurnya sudah lebih dari enam puluh lima. Sudah tak muda lagi, sudah tak punya tenaga sebesar saat ia muda dulu. Bahkan seharusnya diumur segini ia sudah tak perlu susah payah bekerja, namun yang terjadi malah sebaliknya.

kakek yang melihat istrinya menangis pun langsung menutup pembicaraan ini "Sudah sudah, sekarang Ezra tidur ya. Besok pagi pagi mau ikut kakek jualan kan?"

"he'em. Ezla tidul yaa, celamat malam kakek, nenek."

Sepertinya saat ini anak manis itu sudah lelah bercerita, terbukti hanya beberapa kali kakek menepuk nepuk bokongnya Ezra langsung terlelap begitu saja.

Setelah memastikan cucunya sudah benar benar tertidur, kakek beralih menatap istrinya yang kini masih meneteskan air mata.

"Udah jangan nangis, bentar lagi pasti Ezra bisa ketemu sama orang tuanya," kakek mengusap usap punggung istrinya bermaksud untuk menenangkan.

"iyaa, semoga."

•••


"Pamit dulu sana sama nenek," Titah kakek pada Ezra yang sudah siap ikut ia jualan.

Ini masih subuh, bahkan matahari masih enggan menampakan dirinya. Langit masih berwarna biru kehitaman, namun Ezra sudah begitu semangat menjalani harinya.

"Nenek, Ezla cama kakek belangkat dulu ya, Dadahh," Teriak Ezra dari pintu depan kepada neneknya yang berada di dapur.

"Iyaa, semoga laku banyak ya."

Sudah mendapatkan izin dari nenek, Ezra langsung saja menghampiri kakek yang sudah menunggu didepan. Ia melihat kakek sedang mengobrol dengan tetangga yang sedang menyapu halamannya.

Ezra, anak bungsu. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang